Target 50 RUU, Baru Tuntas 9
PR 41 Prolegnas Prioritas dalam Sebulan
JAKARTA – Sisa waktu bagi DPR dan pemerintah untuk menuntaskan target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 hampir dipastikan tidak terpenuhi. Dengan sisa masa sidang yang berlangsung Desember, masih ada 41 di antara 50 RUU prioritas prolegnas yang menunggu pembahasan antara legislatif dan eksekutif.
Mengakhiri masa sidang akhir Oktober lalu, badan legislasi menyebutkan bahwa DPR telah menyelesaikan sembilan RUU dari Prolegnas 2016. Dengan sisa waktu masa sidang pada 2016, baleg optimistis jumlah RUU Prolegnas 2016 yang dituntaskan mencapai belasan.
Mengomentari hal itu, Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri menilai, masih sulit bagi DPR dan pemerintah menuntaskan pembahasan RUU hingga belasan. Jika melihat tren pola pembahasan RUU dua lembaga itu, waktu yang dimiliki sudah terbilang mepet. ’’ Yang ada kemungkinan DPR akan menambah waktu untuk menambah masa sidang,’’ kata Ronald.
Sejumlah RUU, lanjut Ronald, saat ini sudah memasuki pembahasan tingkat I antara DPR dan pemerintah. Sebut saja RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri, RUU Kebudayaan, maupun RUU Larangan Minuman Beralkohol. Sejumlah RUU yang disebut itu selama ini dibahas terlalu lama karena materinya tidak kunjung mendapat titik temu.
’’Misalnya RUU Kebudayaan, sampai harus mengubah struktur materi muatannya karena ada perbedaan politik legislasi antara pemerintah dan DPR, yang ternyata baru belakangan disepakati,’’ jelasnya.
Ronald menilai, lambannya pembahasan RUU antara DPR dan pemerintah disebabkan problem klasik. Saat penuntasan RUU Tabungan Perumahan Rakyat dan RUU Penyandang Disabilitas, sebagian pokok persoalan yang teridentifikasi sejak tahun lalu tetap disinggung lagi pada pembahasan 2016. ’’Seharusnya sudah bisa didentifikasi pada saat penyusunan Prolegnas 2016,’’ ujarnya.
Selain itu, masalah klasik lain pembahasan RUU oleh DPR bersama pemerintah adalah ketidakpatuhan pada syarat formal. Keharusan adanya naskah akademik dan naskah RUU tidak konsistem dijalani, baik pemerintah, DPR, maupun DPD. ’’Ini akibatnya pembahasan RUU bisa lebih lama, karena tidak ada kesepakatan politik lebih awal,’’ tandasnya. (bay/c7/fat)