UMP 2017 di Bawah Negara Tetangga
JAKARTA – Pemerintah sulit menindak daerah yang menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2017 di luar formula PP No 78/2015 tentang Pengupahan. Hal itu terjadi karena seluruh provinsi belum menyerahkan laporan resmi penetapan UMP ke Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
’’Semestinya, setelah diumumkan, (data UMP, Red) dilaporkan,’’ ujar Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri di Jakarta kemarin (2/11).
Sampai kemarin, Kemenaker belum menerima semua laporan UMP dari provinsi. Padahal, penetapan UMP itu sudah diumumkan serentak pada 1 November. ’’Kami masih menunggu,’’ tuturnya.
Data itu digunakan untuk memonitor provinsi mana yang tidak menetapkan upah minimum dengan menggunakan formula PP No 78/2015. Mengacu pada PP tersebut, UMP 2017 naik 8,25 persen. Sebelumnya, 17 provinsi yang tidak menetapkan UMP menggunakan rumusan itu.
Hanif mewanti-wanti pemerintah provinsi untuk mematuhi PP tersebut. Hasilnya, hanya beberapa provinsi yang patuh. Salah satunya DKI Jakarta yang menetapkan UMP Rp 3,35 juta atau naik 8,25 persen dari sebelumnya Rp 3,1 juta.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, kenaikan UMP 2017 belum sesuai dengan keinginan buruh. UMP DKI Jakarta Rp 3,35 juta belum bisa menyejajarkan upah minimum rata-rata pekerja dengan negara-negara di Asia Tenggara. Misalnya, Manila (Rp 4,2 juta); Kuala Lumpur (Rp 3,7 juta); dan Bangkok (Rp 3,9 juta). (tyo/c5/ca)