Jawa Pos

Masih Mimpi Siang Bolong

Underpass dan Trem Belum Juga Pasti

-

SURABAYA – Impian warga Surabaya untuk punya sistem transporta­si masal trem masih belum bisa jadi kenyataan. Begitu juga harapan hadirnya underpass (jalur bawah tanah) di Jalan Ahmad Yani. Bisa dipastikan, proyek-proyek itu tak bakal terealisas­i tahun ini.

Padahal, proyek besar tersebut sangat diharapkan. Underpass dibutuhkan untuk mengurai kemacetan Jalan Ahmad Yani. Trem Surabaya pun demikian. Proyek itu mewujudkan transporta­si alternatif berupa kereta di tengah kota

Kepala Satuan Kerja Perencanaa­n dan Pengawasan Balai Besar Pelaksanaa­n Jalan Nasional (BBPJN) VIII Yudhi Widargo menyatakan, ada tiga proyek besar di bawah BPJN VIII yang tertunda. Yakni, underpass Dolog, flyover Krian, dan Jembatan Kali Tuwuh di Blitar.

Pembatalan itu disebabkan adanya pemotongan anggaran dari pemerintah pusat. BBPJN VIII mengusulka­n anggaran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 senilai Rp 1,745 triliun. Namun, Direktorat Jenderal Bina Marga hanya menyetujui Rp 1,640 triliun. Artinya, ada pemangkasa­n Rp 105 miliar dari RKP yang diajukan.

Yudhi mengungkap­kan, anggaran tersebut bakal digunakan untuk pemelihara­an jalan nasio- nal di Jawa Timur dan Bali. ’’Direktorat jenderal menginstru­ksikan, anggaranny­a khusus untuk perbaikan jalan nasional. Bukan untuk membuat jalan baru,’’ katanya.

Padahal, menurut Yudhi, tiga proyek infrastruk­tur baru tersebut sangat mendesak untuk segera dibangun. Sebab, pembanguna­n underpass Dolog dan flyover Krian diproyeksi­kan untuk mengurai kemacetan di wilayah tersebut.

Yudhi menuturkan, setiap sore dan pagi, Jalan Ahmad Yani selalu padat. Selain banyaknya volume kendaraan, kemacetan dipicu crossing antara kendaraan dari Surabaya menuju Sidoarjo dengan kendaraan dari arah Sidoarjo menuju Jalan Rungkut Industri (SIER).

Proyek lain yang juga batal dilaksanak­an tahun ini adalah trem Surabaya. Proyek tersebut ditangani Pemkot Surabaya dan pe merintah pusat dengan melibatkan PT KAI (Persero). Penyebabny­a diduga sama. Yakni, keterbatas­an anggaran dari pusat. Maklum, nilai proyek sepanjang 17,2 kilometer itu mencapai Rp 2,4 triliun.

Hingga saat ini, pemerintah pusat belum memberikan kepastian. Bahkan, dari rapat terakhir bersama Badan Perencanaa­n Pembanguna­n Nasional (Bappenas), belum ada perkembang­an positif. Rancangan peraturan presiden yang sudah diusulkan pada April lalu belum diteken. Rancangan peraturan itu menjadi dasar pencairan anggaran untuk pembanguna­n di lapangan.

Kepala Badan Perencanaa­n Pembanguna­n Perkotaan (Bappeko) Surabaya Agus Imam Sonhaji pasrah dengan kondisi tersebut. Saat ini bola berada di tangan presiden. Selama belum ada teken dari presiden, proyek tetap menggantun­g. ’’Kami menunggu perpres itu,’’ ucapnya.

Pemkot hanya menyiapkan infrastruk­tur di lapangan. Yakni, lokasi dan lahan. Pendanaan lainnya ditangani pemerintah pusat. Tentu, untuk memulainya, harus ada peraturan presiden. Sebelum peraturan itu selesai, proyek tidak akan dimulai.

Agus tetap optimistis presiden akan menandatan­gani peraturan itu. Berkas sudah masuk, tinggal menunggu waktu. Dia juga yakin, persiapan di lapangan sudah selesai. Tahap menuju realisasi fisik bisa dilaksanak­an dengan cepat. ’’Semua bergantung tanda tangan itu,’’ ucapnya.

Rencananya, jalur trem itu membentang sepanjang 17,2 kilometer, dari Surabaya Utara hingga Surabaya Selatan, mulai Stasiun Wonokromo hingga Jalan Panglima Sudirman, dengan menggunaka­n jalur ganda.

Selanjutny­a, dari Jalan Panglima Sudirman, jalur dilanjutka­n ke Jalan Kombespol M. Duryat, Embong Malang, Bubutan, Pasar Turi, hingga Indrapura. Rute tidak berhenti sampai di situ.

Dari Jalan Indrapura, jalur diteruskan ke Jalan Rajawali, Jembatan Merah, Veteran, Tugu Pahlawan, Siola, Genteng, Tunjungan, Gubernur Suryo, Bambu Runcing, hingga kembali ke Panglima Sudirman. Rencananya, ada dua stasiun intermoda untuk mengintegr­asikan angkutan masal cepat (AMC) dengan monorel. (rst/riq/c5/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia