Jawa Pos

PGRI Desak Dana Bopda Segera Cair

Imbau Dispendik Jatim Ikut Konsultasi ke Pusat

-

SURABAYA – Langkah pencairan dana bantuan operasiona­l pendidikan daerah (bopda) terus dilakukan. Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya sudah berkonsult­asi kepada Kemendagri soal payung hukum pencairan bopda. Konsultasi itu kini menunggu hasil.

Ketua PGRI Jawa Timur Ichwan Sumadi mengajak Dispendik Jawa Timur untuk ikut berjuang. Apalagi, saat ini merupakan masa transisi per- alihan pengelolaa­n SMA/SMK dari pemerintah kabupaten/kota ke provinsi.

Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaik­an. Apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak,’’ ujarnya.

Selama ini dana bopda dari Pemkot Surabaya digunakan untuk membayar honor guru tidak tetap (GTT) dan pegawai tidak tetap (PTT). Honor untuk mereka setara upah minimum kota (UMK). Meski dana itu sudah tersedia, Pemkot Surabaya berhatihat­i dalam pencairann­ya. Sebab, serah terima P2D (personel, peralatan, dan dokumentas­i) kepada provinsi sudah dilangsung­kan awal Oktober lalu.

Di sisi lain, Dispendik Jatim merasa pembayaran gaji untuk GTT dan PTT belum menjadi kewenangan­nya. Sebab, urusan pembiayaan baru diserahter­imakan dari pemerintah kabupaten/kota kepada provinsi akhir Desember nanti

Jadi, gaji GTT dan PTT masih menjadi kewenangan kota.

Karena itu, butuh sikap kehatihati­an terkait pencairan dana bopda. Ichwan mengimbau Dispendik Jatim untuk ikut melakukan penelusura­n bersama Pemkot Surabaya ke Kemendagri atau Kemendikbu­d. ’’ Supaya tidak terkatung-katung,’’ jelasnya. Sebab, urusan gaji memang sangat berkaitan dengan sandang, papan, dan terutama pangan. ’’ Kalau tidak terbayar, bisa berdampak luas,’’ tuturnya. Bukan hanya pada nasib guru honorer, tetapi juga operasiona­l sekolah.

Karena itu, dia mendesak pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten/kota untuk duduk satu meja. Yakni, saling memberikan informasi dan dukungan.

Ichwan mengakui, kemungkina­n membayar GTT dan PTT menggunaka­n dana bantuan operasiona­l sekolah (BOS) dari pusat sempat mencuat. Namun, alternatif itu tidak bisa dilakukan. Sebab, tidak ada ketentuan yang mengatur dana BOS bisa untuk membayar GTT dan PTT. Karena itu, jika memang mendesak, perlu ada payung hukum sementara sehingga dana BOS bisa dicairkan untuk GTT dan PTT.

Yang terpenting, kata dia, ada kesungguha­n dari pemerintah terkait untuk bertanggun­g jawab. Baik mengupayak­an dana bopda agar bisa segera dicairkan ataupun mendesak adanya payung hukum sementara agar dana BOS bisa digunakan untuk membayar GTT dan PTT. ’’ Bergantung kemauan dan komitmen, termasuk pemerintah pusat,’’ jelasnya.

Sebenarnya, lantaran pendanaan atau pembiayaan belum diserahter­imakan kepada Pemprov Jatim, semestinya pendanaan masih menjadi kewenangan kabupaten/kota. Apalagi, periodisas­i anggaranny­a untuk Januari–Desember. Namun, sebagai bentuk kehati-hatian, konsultasi perlu dilakukan. ’’ Provinsi juga harus ikut memfasilit­asi karena ini berkaitan dengan pengabdian para GTT dan PTT,’’ tuturnya.

Sementara itu, Ketua Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) Jawa Timur Eko Mardiono menyatakan prihatin dengan nasib GTT dan PTT. ’’Bisa dikatakan ini musibah,’’ jelasnya.

Namun, dia mengaku tengah menunggu. Jika memang keterlamba­tan pencairan bopda yang berujung pada tidak gajian itu terjadi karena teknis, pihaknya masih menolerans­i. Namun, jika ada unsur kesengajaa­n, pihaknya tidak segan melakukan protes keras dan aksi demo turun ke jalan. Unsur kesengajaa­n yang dimaksud adalah dana bopda bisa dicairkan, tetapi tidak dicairkan.

Eko mengakui, pihaknya tidak serta-merta menyalahka­n pemkot. Sebab, aturan atau ketentuan tidak berpihak pada pemkot. ’’Mengeluark­an uang memang ada tanggung jawabnya,’’ jelasnya. Selagi tidak ada aturan yang melindungi, lanjut dia, uang pun tidak bisa dikeluarka­n. ’’Bisa dianggap kejahatan,’’ paparnya.

Karena itu, meski para GTT dan PTT belum menerima gaji, pihaknya akan menunggu. ’’Belum ditalangi sekolah,’’ ungkapnya. Masa penantian diperkirak­an hingga pertengaha­n November. ’’Selagi proses masih berjalan, saya pikir tidak perlu turun ke jalan,’’ ucapnya.

Terkait gaji guru yang dipotong lantaran tersendatn­ya bopda, dia menuturkan belum menerima laporannya. Berdasar informasi yang diterima, tidak ada pemotongan gaji atau gaji tidak penuh. Namun, keterlamba­tan gaji diakui para GTT membuatnya harus gali lubang tutup lubang semakin lebar.

Sementara itu, Kepala SMKN 10 Surabaya Dra Anisah menyiratka­n bahwa dana bopda memang belum cair. Meski demikian, dia memilih bersikap optimistis permasalah­an tersebut segera selesai. ’’Pasti ada jalan,’’ ujarnya.

Kini di SMKN 10 ada 35 GTT dan PTT. Mereka mengajar berbagai mata pelajaran. Antara lain, mapel produktif, agama, dan seni budaya. Selama ini mereka menerima gaji sesuai dengan standar UMK.

Untuk menutupi kekurangan pembayaran gaji GTT dan PTT, pihaknya memanfaatk­an unit usaha yang dimiliki sekolah. Salah satunya dana dari koperasi. Dia berharap permasalah­an tersebut tidak berlangsun­g lama. ’’Kalau kurang, mungkin pinjamnya memang tidak bisa full. Tapi, bulan depan pasti kekurangan itu ditutupi. Jadi, tidak ada masalah,’’ ungkapnya. (puj/ant/c15/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia