Sebulan Dapat Sekarung Debu
Warga Berharap Jalan Kalianak Segera Diperbaiki
SURABAYA – Tinggal di Jalan Kalianak sungguh menyiksa. Debu yang tertiup kendaraan berdatangan tanpa henti. Karena itu, warga mendesak agar wacana perbaikan dan pelebaran jalan segera direalisasikan.
Muhammad Najib menyapu halaman toko cat yang dia jaga. Kegiatan itu menjadi rutinitas yang dia jalani setiap hari. Debu dan pasir tak henti-hentinya berdatangan. Sampai-sampai, terkumpul lima karung pasir di depan tokonya.
Toko itu terletak di Jalan Kalianak Ti mur No 233. Kaleng- kaleng cat yang di pajang ter lihat kotor. Etalase kaca pun demikian. ”Se jak pagi buka toko, de bu- debu sudah masuk. Dibersihkan kem bali lagi,” ke luhnya.
Najib mengumpulkan pasir-pasir itu dalam karung beras berukuran 20 kilogram. Dengan telaten, dia mengumpulkan debudebu itu di pojokan. Setelah terkumpul, barulah debu tersebut diserok dan dimasukkan ke karung. Terkumpul lima karung. Dia tidak ingat sejak kapan karungkarung itu menumpuk. Yang pasti, sebulan dia bisa mengumpulkan sekarung debu. Saat cuaca panas, debu yang dikumpulkan lebih banyak. ”Nanti dibuang karena tidak laku dijual,” ujar pria yang tinggal di Kalianak sejak 20 tahun silam tersebut.
Banyak rumah warga di kanan-kiri jalan yang ditutup siang itu. Tidak banyak yang melakukan aktivitas di luar rumah. Selain jalan macet karena truk tronton, cuaca panas membuat warga enggan keluar rumah.
Jalan Kalianak bakal dilebarkan. Wacana itu muncul sejak masa Presiden Megawati pada 2004. Rumah-rumah warga sudah diberi tanda cat merah. Tak terkecuali toko yang dijaga Najib.
Kondisi serupa terjadi di Kalianak Barat. Bahkan, awal tahun ini warga memblokade jalan karena ketidakjelasan proyek. Debudebu muncul lantaran permukiman berbatasan dengan pergudangan. Tak ada jalur pedestrian. Pagar rumah warga mepet dengan aspal. Sedangkan di kanan-kiri jalan, bertumpuk pasir kering yang beterbangan saat tergilas roda kendaraan.
Ketua RW 1 Kelurahan Genting Kalianak, Kecamatan Asem Rowo, Tri Muryanto menjadi salah seorang warga yang terimbas pembebasan lahan. Hanya, dia lebih memilih tinggal di rumahnya yang lain. Di dalam gang yang terhindar dari debu. ”Tapi, rumah yang di pinggir jalan itu tetap harus dibersihkan setiap minggu. Nek gak ngono, kelem pasir (Kalau tidak begitu, tertimbun pasir, Red),” ujar pria yang membuka usaha toko kelontong di rumahnya tersebut.
Warga meminta kejelasan agar mereka bisa merenovasi rumah yang belasan tahun tak berubah. Warga khawatir bila dibangun, nanti rumah itu dibongkar untuk jalan raya.
September lalu, Tri menolak kedatangan petugas yang mengaku dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII. Sebab, petugas tersebut tidak membawa surat perintah. Dia menyuruh petugas itu untuk kembali dengan surat resmi. ”Tapi, sampai sekarang tidak kembali. Saya khawatir itu oknum makelar tanah,” lanjutnya.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Jatim Hamy Wahjunianto mengaku kecewa dengan lambatnya proyek pelebaran jalan itu. Komisi D pernah memediasi warga dengan BBPJN VIII setelah warga memblokade jalan. ”Saya kecewa dengan kinerja BBPJN VIII yang tidak sesuai janjinya kepada warga. Berdialog membangun komitmen dan solusi perbaikan Jalan Kalianak,” ujar politikus PKS itu.
Hamy meminta warga bersurat ke komisi D. Tujuannya, pihaknya bisa memanggil kembali BBPJN VIII dalam hearing. ”Agar pembangunan ini ada progresnya,” ucap pria yang hobi berenang tersebut. (sal/c7/oni)