Tarik Ulur Penetapan UMK
Pengusaha Patok Rp 3.290.800
SIDOARJO – Pembahasan upah minimum kabupaten (UMK) Sidoarjo pada 2017 hingga kemarin (2/11) belum menemui titik temu. Dua pihak yang langsung berkepentingan, yakni pengusaha dan serikat buruh, belum satu kata. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sidoarjo mematok nilai UMK Rp 3.290.800. Pekerja menuntut UMK mencapai Rp 3.600.000.
Menurut Ketua Apindo Sidoarjo Sukiyanto, dalam penentuan UMK, pihaknya menggunakan formula yang sudah ditetapkan pemerintah. Yakni, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam PP itu sudah jelas disebutkan bahwa UMK mengacu tingkat inflasi nasional ditambah pertumbuhan ekonomi nasional
’’Nah, hasil penjumlahan itu dikalikan dengan nilai UMK terakhir di daerah setempat,’’ kata Sukiyanto yang didampingi sejumlah pengurus Apindo Sidoarjo dalam keterangannya di Perumahan Kahuripan Nirwana kemarin (2/11).
Berdasar data yang didapatkan Apindo Sidoarjo, nilai persentase inflasi nasional sebesar 3,07 persen. Persentase pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18 persen. Hasil penjumlahan keduanya adalah 8,25 persen (3,07 + 5,18). Angka 8,25 persen itu dikalikan UMK tahun ini. Setelah itu, hasilnya ditambahkan ke UMK terakhir. UMK Sidoarjo tahun ini mencapai Rp 3.040.000. ’’Dari aturan itu, UMK usulan dewan pengupahan dari unsur Apindo sebesar Rp 3.290.800,’’ papar Sukiyanto.
Dia menegaskan, nilai UMK Rp 3.290.800 itu sudah fix. Tidak bisa diganggu gugat. Sebab, proses perhitungannya sudah sesuai dengan ketentuan PP. Data inflasi dan pertumbuhan ekonomi juga sudah mengacu data dari pemerintah pusat. ’’ Jadi, besaran itu sudah sesuai dengan aturan,’’ jelasnya.
Sebenarnya pengusaha tidak sependapat terhadap kenaikan UMK. Sebab, kebijakan itu sangat memberatkan. Kelesuan ekonomi dan kondisi politik yang serba tidak menentu menambah beban pengusaha. Namun, karena sudah ada aturan langsung dari pemerintah, pengusaha tidak bisa berbuat banyak. ’’Kenaikan UMK itu jelas berdampak pada efisiensi perusahaan,’’ katanya.
Sukiyanto mengakui, sejumlah perusahaan di Kota Delta saat ini merancang cara agar tidak terbebani dengan kenaikan UMK. Misalnya, mengurangi uang makan dan transpor pekerja. ’’Setiap perusahaan tentu punya cara beda-beda untuk efisiensi,’’ katanya.
Sekretaris Apindo Sidoarjo Samsul Arifin menyatakan, besaran UMK Rp 3.290.800 memang sudah pakem. Tidak bisa berubah lagi. Pemkab dan serikat pekerja tidak dapat tiba-tiba menurunkan atau menaikkan angka tersebut. Sebab, perhitungannya sudah sesuai dengan aturan. ’’Seharusnya nilai itu diusulkan pemkab ke Gubernur Jatim,’’ terangnya.
Jika ada perubahan nilai, lanjut dia, hal itu tidak dibenarkan. Misalnya, serikat pekerja terus berdemonstrasi mendesak bupati atau gubernur untuk menaikkan nilai UMK. Karena merasa terdesak, kepala daerah akhirnya menuruti permintaan pekerja. Nah, kalau permintaan itu dituruti, bisa dipastikan kepala daerah sudah melanggar aturan yang di te tapkan presiden. ’’Namun, kami percaya Bupati berkomitmen dengan aturan yang ada,’’ jelasnya.
Samsul menjelaskan, besaran perhitungan UMK dari usulan Apindo itu segera dikirimkan kepada bupati. Dia berharap bupati menyepakati perhitungan tersebut. ’’Harapan kami, tidak ada perubahan,’’ ucapnya.
Sementara itu, UMK yang diajukan buruh lebih besar. Nilainya mencapai Rp 3,6 juta. Sekretaris SPSI Sidoarjo M. Soleh menuturkan, dalam penentuan UMK, pekerja tidak menggunakan PP 78/2015. Namun, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dipilih sebagai dasar penentuan. Dalam regulasi itu, penentuan UMK menggunakan kebutuhan hidup layak (KHL). ’’Ada 60 item di dalam KHL. Di antaranya, pendidikan dan pangan,’’ jelasnya.
Angka Rp 3,6 juta usulan pekerja tersebut bukan asal hitung, tetapi didapatkan dari survei. Seluruh kebutuhan buruh dihitung satu per satu, lalu dikalikan dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. ’’Hasilnya ketemu angka itu,’’ ucapnya. Pekerja tidak menggunakan PP 78/2015 lantaran bertentangan dengan UU 13/2003. Saat ini pekerja mengajukan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). (aph/c14/hud)