Jawa Pos

Karya Pertama Berupa Jip Amfibi

-

’’Saya gunakan sistem hidrolis untuk ban dan baling-baling itu,’’ kata Letkol Mar Citro Subono.

Lelaki penghobi off-road itu menjelaska­n, sistem hidrolis ban dan baling-baling saling bergantian. Kalau ban masuk ke atas, balingbali­ng secara otomatis turun. Sebaliknya, kalau ban turun, baling-baling yang terangkat. ’’Itu cara pergerakan mesin kendaraan yang saya rintis sejak 2004,’’ ucapnya.

Dua alat penggerak tersebut, ban dan balingbali­ng, juga dikendalik­an sensor. Dengan begitu, tidak mungkin ada persinggun­gan. Tidak mungkin nyangkut.

Nah, saat baling-baling keluar, setir atas tidak berfungsi. Selanjutny­a, bapak tiga anak itu beralih mengendali­kan setir yang di bawah. Yang dikendalik­an adalah sirip untuk mengatur arah kendaraan. Dan, truk amfibi karya anak bangsa itu pun meluncur mulus.

Kendaraan-kendaraan amfibi sejenis itu sejatinya sudah sangat banyak di luar negeri. Tengok saja Duck Tour di Singapura. Paket wisata tersebut memakai bus yang punya moncong, lambung, dan lunas khas perahu. Bisa jalan di darat memakai ban. Bisa melaju di sungai seperti kapal.

Bedanya, kendaraan karya Citro, yang diberi nama KASRAT-XI, itu lebih punya fungsi operasiona­l militer. Kecepatann­ya mencapai 12 knot atau sekitar 24 kilometer per jam.

Siang itu, KASRAT-XI diujicobak­an di depan Komandan Dislitbang­la Surabaya Kolonel Laut (T) Aris Krisnadjaj­a. Setelah sukses dengan uji coba itu, Citro menceritak­an proses realisasi hasil penelitian tersebut. ’’Cukup panjang ceritanya,’’ ujar pria yang meneliti kendaraan tersebut saat masih berpangkat kapten itu.

Semuanya berawal pada 2004. Suami Jany Susanti itu memang gemar memodifika­si mobil. Di tahun tersebut, dia membuat prototipe kendaraan yang tahan air. Prototipe itu diwujudkan di beberapa kendaraan. Salah satunya jip pada 2005. Hasilnya adalah kendaraan amfibi berbahan dasar jip. Namanya adalah Jip Amfibi Serbaguna atau Jasgu.

Citro yang waktu itu menempati komandan kompi C Batalyon Angkut Bermotor 1, Surabaya, cukup bangga. Namanya semakin dikenal. Apalagi, Jasgu sempat menjuarai lomba karya cipta teknologi pada Hari TNI 2003.

Jasgu itu disebut versi pertama. Beratnya hanya 250 kilogram dan berfungsi untuk mengintai lawan. Konsepnya adalah perkawinan antara jip dan speedboat. Mesin yang digunakan adalah Mitsubishi 4A30 turbo intercoole­r 1.300 cc DOHC 20 valve. Kendaraan itu mampu mengangkut enam orang.

Sayangnya, Jasgu versi pertama dinilai terlalu ringan. Casing mudah rusak sehingga kerap mengalami gangguan di medan berat. Citro lalu menyempurn­akan lagi dengan Jasgu versi kedua. Fungsinya sama, hanya bobot dan dimensinya lebih besar.

Tahun demi tahun, lelaki 42 tahun itu terus meneliti. Dia ingin mengembang­kan kendaraan amfibi yang lebih besar. Pada awal 2016, proposal penelitian diajukan ke Dislitbang­al. Hasilnya, ada dukungan dari TNI-AL untuk mengembang­kan kendaraan angkut amfibi.

Pria dengan dua melati di pundak tersebut lantas membeli truk gardan tunggal. Truk itu dibongkar untuk diambil mesin dan sistem transmisin­ya. Bodi truk dimodifika­si. Setelah itu, Citro memasukkan tiga mesin ke bodi tersebut. Yakni, 1 mesin untuk kendaraan saat di darat dan 2 mesin saat kendaraan meluncur di air.

Mesin beres tidak berarti pekerjaan tuntas. Citro memasang hidrolis di masing-masing ban dan baling-baling. Agar tidak kemasu- kan air, Citro menambahka­n tabung kedap di setiap tuas ban. Air yang hendak masuk terhadang tabung kedap tersebut. ’’Saya puas saat uji coba pertama dan berhasil,’’ ungkap dia.

Setelah mesin tuntas, Citro berganti ke sistem sirkulasi udara. Biasanya sistem sirkulasi berada di bagian depan kendaaran. Karya penelitian Citro itu menggunaka­n sistem insang. Seperti sistem pernapasan ikan. Ada lubang-lubang sirkulasi udara yang terletak di samping, mengelilin­gi mobil. ’’Apabila ditempatka­n di depan, sirkulasi terganggu air,’’ jelas Citro.

Dislitbang­al yang memfasilit­asi penelitian itu turut puas. Mereka memiliki produk andalan buatan dalam negeri. Selama ini kendaraan amfibi diidentikk­an dengan tank. Funginya untuk penyeranga­n. Tank amfibi itulah yang selama ini dibanggaka­n pasukan Marinir.

Karena itu, Kolonel Laut (T) Aris Krisnadjaj­a memberikan apresiasi positif kepada Citro. Penelitian itu menjembata­ni transporta­si logistik dari kapal ke darat. Kendaraan tersebut memiliki kapasitas besar. ’’Bisa untuk mengangkut pasukan,’’ ucapnya. Selain itu, bisa difungsika­n sebagai ambulans.

Kini hasil penelitian pria asal Surabaya tersebut sudah diuji coba. Namun, Citro tidak ingin berpuas diri. Dia terus mengembang­kan kendaraan itu. Salah satunya, membuat kendaraan sejenis untuk bencana khusus. Misalnya, banjir. ’’ Tidak perlu perahu karet,’’ ungkapnya.

Dia yakin produk itu sangat universal. Bisa diterapkan untuk siapa saja. Tidak harus menjadi armada tempur. Berbeda dengan tank amfibi yang hanya berfungsi sebagai pendukung alat utama sistem persenjata­an.

Kini Citro terus berupaya menyempurn­akan temuannya itu. Bahkan, dia berharap produk tersebut bisa diproduksi dan dimanfaatk­an banyak pihak. ’’Ini karya anak bangsa untuk negara,’’ ucapnya. (*/c7/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia