Pansel Tutup Pendaftaran
Seleksi Komisioner KPU dan Bawaslu
JAKARTA – Pendaftaran calon komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berakhir kemarin. Jumlah pendaftar tercatat 512 orang. Terdiri atas 304 calon komisioner KPU dan 208 calon anggota Bawaslu.
Ketua Tim Seleksi (Timsel) KPUBawaslu Saldi Isra menyatakan, meski jumlahnya masih jauh dibanding periode sebelumnya, pihaknya memutuskan tidak memperpanjang pendaftaran. Dia meyakini nama-nama yang masuk sudah cukup memenuhi aspek yang diharapkan.
’’Kalau sebelumnya ada yang berspekulasi ada perpanjangan, sekarang kami putuskan tidak ada,’’ ujarnya di sekretariat timsel KPU-Bawaslu, Jakarta, kemarin.
Nama-nama yang masuk sangat beragam. Dari segi wilayah, sebarannya pun merata, mulai Aceh hingga Papua. Begitu pula latar belakang profesinya. Akademisi, aktivis pemilu, hingga orang-orang yang bergelut di penyelenggara pemilu dari berbagai level juga mewarnai.
Di level nasional, beberapa nama komisioner KPU juga kembali maju. Misalnya, Ida Budhiati, Ferry Kurnia, dan Arief Budiman. Menariknya, dua anggota Bawaslu pusat justru ingin menyeberang ke KPU. Sebut saja Ketua Bawaslu Muhammad dan anggotanya, Nelson Simanjuntak.
Saldi menambahkan, dengan sudah ditutupnya masa pendaftaran, pihaknya akan melakukan verifikasi dokumen. Bagi yang memenuhi syarat, mereka akan mengikuti serangkaian tes seperti tes kesehatan hingga tes tulis. Pihaknya juga sudah menyediakan tahapan khusus untuk menerima masukan dari masyarakat. Informasi yang berkaitan dengan rekam jejak calon dari masyarakat akan ditampung dan dijadikan bahan evaluasi menilai seseorang. ’’BIN (Badan Intelijen Negara) dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) juga akan kita minta mentracking,’’ imbuhnya.
Sementara itu, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil meminta janji proses tahapan yang transparan benar-benar dilakukan. Dia juga meminta timsel menghindari pendekatan representasi untuk menentukan nama-nama yang akan terpilih. Melainkan benar-benar atas dasar kebutuhan untuk menghadapi tantangan pemilu ke depan.
Jika menggunakan pendekatan representasi, pihaknya yakin yang muncul adalah pertimbangan politik. ’’Tidak perlu komposisi harus dari wilayah mana, akademisinya berapa, atau masyarakat sipilnya berapa,’’ ujarnya kepada Jawa Pos. (far/c17/fat)