Pelaksanaan Brexit Terhambat Pengadilan
LONDON – Rencana Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May untuk mulai mengaktifkan pasal 50 Traktat Lisbon pada akhir Maret mendatang terancam batal. Kemarin (3/11) pengadilan tinggi memutuskan bahwa segala hal tentang British exit alias Brexit harus disertai restu parlemen. Karena itu, parlemen harus mengadakan voting sebelum Inggris benar-benar meninggalkan Uni Eropa (UE).
Keputusan itu jelas membuat May dan pemerintahannya kaget. Sesuai dengan pemahaman mereka, referendum telah mewakili aspirasi semua orang. Baik itu rakyat biasa maupun parlemen. Hasil referendum pun otomatis menjadi keputusan mutlak yang harus segera ditindaklanjuti. Namun, ternyata masukan sekelompok warga lewat petisi membuat pengadilan berseberangan dengan May.
’’Kami tidak akan mengizinkan siapa pun menghambat (Brexit, Red). Tidak ada alasan bagi pengadilan untuk menunda penerapan pasal 50,’’ tegas juru bicara kantor PM. Dia menyatakan bahwa pemerintahan May akan menggugat putusan pengadilan tinggi di tingkat Mahkamah Agung. Saat gugatan dilayangkan, Downing Street bakal terus memproses agenda mereka terkait dengan Brexit.
Hari ini (4/11) May dijadwalkan membahas ganjalan di dalam negeri itu dengan Ketua Komisi Eropa Jean-Claude Juncker. ’’Mereka akan membicarakannya lewat telepon,’’ kata juru bicara Juncker. Pengganti David Cameron tersebut dipastikan tidak mengubah agenda pentingnya untuk segera merealisasikan Brexit. Sesuai dengan Traktat Lisbon, setelah penetapan tanggal ’’cerai,’’ Inggris punya waktu dua tahun untuk benar-benar berpisah dari UE. (BBC/ AFP/Reuters/hep/c14/any)