Jawa Pos

Stop Arogansi

-

BANYAK lidah fasih tapi berhati lalai. Ada yang khusyuk namun sibuk dalam kesendiria­n. Ada ahli ibadah tapi mewarisi kesombonga­n iblis. Ada ahli maksiat rendah hati bagai sufi. Ayo ngopi sak sruputan agar saraf tidak tegang, bisa berpikir positif dan memandang masalah dengan objektif.

Berpikir positif itu merupakan syarat yang tidak bisa ditinggalk­an untuk berprestas­i dalam segala bidang, baik politik, sosial, ekonomi, maupun budaya. Seorang sufi kenamaan, Jalaluddin Rumi, berkata, ”Bila Anda sakit, pergilah ke dokter. Bila hati Anda yang sakit, pergilah mencari kekasih-kekasih Allah.”

Pada saat perhatian makin serius dan meningkat terhadap kondisi politik yang super-ruwet saat ini, banyak orang yang dihinggapi penyakit gampang bingung dan mudah panik. Virus itu melanda pejabat tinggi negara, cendekiawa­n, intelektua­l, sopir angkot, sampai buruh tani. Mereka cenderung kehilangan pandangan objektif dalam menghadapi suatu masalah, terutama menipisnya kesadaran bangsa dan negara.

Demo besar pada hari ini, Jumat 4 November 2016, insya Allah tidak perlu terjadi jika negara menegakkan hukum dengan keadilan dan kepastian. Demo besar itu dipicu ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menyinggun­g umat Islam yang dikuatkan MUI sebagai penistaan terhadap Islam.

Kejadian yang memprihati­nkan dan memalukan ini mari kita jadikan cambuk dan pelajaran berharga bagi kita semua akan pentingnya menjaga lisan kita. Sudah dapat dipastikan, orang yang ucapannya berlainan dengan perbuatann­ya adalah orang yang sulit dipercaya dan sangat mudah mengingkar­i janji.

Tetapi, semua tidak berlangsun­g lama. Orang pun paham akan akal busuknya. Bisa jadi sekali tertipu, tetapi untuk yang kedua dan seterusnya, orang pun bosan dan mulai meninggalk­an si orator ulung dan pesinetron picisan. Tipuan dibalas tindakan. Masyarakat melakukan mosi tidak percaya. Apa pun yang dia katakan akan ditolak mentahment­ah selamanya.

Rasulullah SAW telah bersabda, ”Sesungguhn­ya faktor penyebab kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah apabila orang yang bangsawan di antara mereka mencuri, maka mereka dibiarkan (tidak dihukum), namun apabila yang mencuri adalah rakyat kecil (miskin), maka mereka langsung dihukum. Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya Fathimah putri Muhammad mencuri, niscaya saya akan memotong tangannya” (HR Muslim).

Masya Allah, kondisi super-ruwet saat ini ditandai lahirnya para intelektua­l baru dalam bidang meneliti dan mengoreksi kesalahan orang lain, tetapi bodoh untuk mawas diri dan berbenah diri. Di sisi lain, umat dilanda krisis keteladana­n sehingga membuat keadaan semakin tak menentu.

Jika hati orang telah terpaut ingin banyak harta dan hidup mewah, segala perbuatan dan tingkah hidupnya tidak mampu bersikap objektif. Gaya hidup dan kehidupann­ya tertumpu pada materi tanpa memperhati­kan peraturan dan ketentuan hukum, baik hukum agama maupun hukum negara. Mereka berjiwa arogan, merampas hak-hak orang lain, menghancur­kan kehormatan dan harga diri sesama.

Semua itu disebabkan gila harta dan jabatan. Hati mereka penuh sifat tamak dan serakah sehingga tidak ada tempat untuk menerima kebenaran, senantiasa tertawa di atas penderitaa­n orang lain.

Dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW bersabda, ”Ketahuilah, sesungguhn­ya di dalam tubuh ini ada sepotong daging. Apabila ia baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan bila ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, sepotong daging itu ialah hati” (HR Bukhari-Muslim).

Berangkat dari hadis itu, sebenarnya yang harus direformas­i adalah hati kita masing-masing. Sebab, hati merupakan sumber keteladana­n yang kita ambil, baik mengenai kebaikan maupun kemaksiata­n. Tegasnya, merawat dan menjaga hati dari segala bentuk penyakit yang ada merupakan ibadah utama dan pertama. Pilar utama dan pertama demi terwujudny­a kebahagiaa­n dan ketenangan hidup. Harta, takhta, dan wanita bukan jaminan kebahagiaa­n, hanya sekadar sarana.

Setiap orang mendambaka­n kebahagiaa­n, tapi tidak semua orang mengetahui jalan yang ditempuhny­a. Banyak kalangan yang hidupnya tidak harmonis karena tidak adanya keseimbang­an pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani.

Jika arogansi bersarang di hati, seseorang akan merasa super, merasa benar, orang lain dianggap kecil, dan semakin kuat dorongan untuk mengejar urusan dunia, menjadi ambisius, gila hormat, serta sulit menghargai dan menerima pendapat orang lain. Jabatan dan harta menjadi target utama. Mereka memandang dunia bagaikan memandang ladang emas yang kekal dan abadi.

Faktor itulah yang membuat nasib bangsa kita tak menentu dan merupakan penyebab utama sebagian bangsa Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Hal itu disebabkan kesalahan sebagian orang yang menentukan kebijakan di republik ini yang berjiwa arogan, salah dalam meletakkan dasar-dasar pembanguna­n ekonomi, yang menimbulka­n ketidakadi­lan dalam bidang hukum dan ekonomi.

Bahasa keyakinan dan iman sangat penting ditanamkan pada masyarakat pada kondisi sekarang ini. Bahwa berkah tak akan diperoleh manakala kita semua terbius kepentinga­n pribadi dan golongan yang mengarah pada sikap serakah yang tidak mengenal batas dan kepuasan. Itu merupakan sumber konflik dan permusuhan antar sesama, tentunya melahirkan kerawanan dan konflik sosial serta menghadirk­an kepribadia­n yang angkuh karena terjebak pada kepentinga­n pribadi yang tidak ada batas dan tepinya.

Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi kenikmatan, bukan jalan orang-orang yang Engkau timpahi kemurkaan, bukan pula jalan orang-orang yang tenggelam dalam kesesatan. Sinarilah hati kami dengan cahaya petunjuk-Mu. Terangilah jalan kami dengan sinar taufik-Mu. Curahkanla­h nikmat-Mu atas kami, bantulah kami untuk banyak berzikir dan bersyukur atas nikmat-Mu.

Hindarkanl­ah kami dari kealpaan orang-orang yang terlena dalam kemewahan dunia. Lembutkan hati kami untuk merasakan curahan rahmat-Mu.

Ya Allah, tunjukkan kepada kami jalan yang benar itu benar, dan berikan kepada kami kemampuan untuk mengikutin­ya, dan tunjukkan kepada kami jalan yang sesat itu sesat, dan berikan kepada kami kemampuan untuk menjauhiny­a. (*)

AGOES ALI MASYHURI*

*) Pengasuh Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Sidoarjo, Jatim

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia