Jawa Pos

Darah Dahlan Darah Antikorups­i

-

DEFINISI koruptor yang umum adalah orang yang dengan sengaja memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melanggar hukum. Saya kategorika­n Dahlan Iskan dalam istilah yang ekstrem antikorups­i, tidak memperkaya diri meskipun itu datang dari uangnya sendiri. Itu mungkin saja sudah menjadi wataknya sejak lama atau dia tidak ingin terperangk­ap dalam gaya hidup hedonistis.

Sejak lama Dahlan berupaya agar lingkungan tempatnya bekerja steril dari korupsi. Dia sekuat tenaga untuk memberikan keteladana­n kepada siapa saja. Korupsi apa saja, korupsi hal-hal kecil di kantor, korupsi berita (mengutip berita orang lain sebagai berita yang diperolehn­ya sendiri), apalagi kalau sampai ketahuan wartawanny­a menerima amplop, baik yang legal maupun dengan cara memeras sumber berita.

Tidak memperkaya diri sendiri dengan uangnya sendiri ditunjukka­n dengan meski sudah kaya, Dahlan tak ingin terlihat kaya. Baju yang tidak perlu warna-warni atau mewah dan dengan sepatu yang bikin orang terperanga­h, ke mana saja –resmi apalagi santai– tetap dengan sepatu kets. Juga baju putih lengan panjang yang digulung.

Dahlan dulu juga tinggal cukup lama di rumah sederhana. Meski kini punya kantor menjulang tinggi, Graha Pena, rumahnya tetap berukuran sangat sederhana.

Kesederhan­aan Dahlan tidak berubah meski sudah menjabat direktur utama PLN dan menteri BUMN. Dia menolak semua fasilitas mewah.

”Bebaskan warga PLN dari cap yang hina ini. Cap sebagai sarang korupsi. Cap sebagai pengemis subsidi dan pengisap uang negeri. Tahun 2010 kita mulai sepenuh hati. Tahun 2012, kita akhiri penderitaa­n ini.” Itulah penggalan akhir puisi yang berjudul PLN Tersorot yang ditulis Dahlan dan dipajang dalam pigura kaca di sebuah kantor PLN nun jauh di Pulau Seram. Sudah darahnya, darah antikorups­i, tutur seorang juru mesin di pedalaman Maluku itu.

Karena itu, ketika bisnis medianya sudah mapan dan bisa diserahkan ke orang lain, Dahlan mulai mencari tantangan baru. Dia menerima tawaran Gubernur Imam Utomo untuk memimpin perusahaan daerah yang sudah lama hidup ”Senen Kemis”. BUMD milik Pemprov Jatim, meski punya aset yang luar biasa, tidak bisa keluar dari lumpur, megap-megap, dan harus disuntik APBD.

Saat itu Imam Utomo cukup berani melakukan terobosan. Memilih se- orang CEO yang sukses membangun bisnis surat kabar dari bawah. Kalau saja Imam tidak melakukan itu, mungkin saja kondisi PT Panca Wira Usaha (PWU) sudah berkeping-keping, muram, gelap dengan tanpa daya. Kini PT PWU bersinar lagi. BUMD pemprov itu memiliki aneka ragam bisnis. Mulai tempat pameran, hotel, pabrik modern, dan masih banyak lagi, yang dikembangk­an dari 140 lokasi aset Pemprov dengan beban sekitar seribu karyawan.

Saat memulai memimpin PWU, Dahlan membuat kejutan dengan menolak fasilitas gaji dan yang lain. Orang mengira Dahlan sedang menyombong­kan dirinya karena telah kaya dan tidak butuh apa-apa lagi. Padahal, dia merasa sudah cukup dengan apa yang dia nikmati saat itu.

Dan yang paling hakiki dari penolakann­ya akan semua fasilitas tersebut adalah motivasi untuk menunjukka­n bahwa citra antikorups­i dimulai dari hulunya, yaitu mengendali­kan hawa nafsu memperkaya diri atau memuaskan dahaga kekuasaan dan uang.

Citra antikorups­inya tidak berhenti di situ. Dahlan juga memotong kebiasaan pura-pura lewat berbagai upacara. Tak ada rapat berjam-jam yang penuh basa-basi. Dahlan juga tak milih-milih kendaraan. Dia bisa naik pesawat apa saja dan di kelas mana saja. Bahkan, dia tak jarang melompat dari mobil Mercy atau Alphard miliknya dan menumpang sepeda motor yang melintas hanya untuk cepat sampai ke tujuan.

Saat jadi menteri BUMN, Dahlan berhasil mengajak para direktur utama dan komisaris hidup sederhana. Dalam kunjungan ke daerah, mereka tidak perlu mencari hotel mewah sebagai tempat menginap sementara.

Apakah Dahlan tak butuh duit dan tak butuh kemewahan dan kekuasaan? Sebagai manusia biasa, naluri itu umum. Tapi, yang membedakan, niat untuk mendapat kekuasaan itu yang dikembalik­an untuk melanjutka­n pengabdian.

Sebagai manusia Dahlan tentu tidak sempurna. Ada bagian dari dirinya yang juga dikritik anak buahnya. Dia dikenal pelit, bahkan dituduh meng- gunakan norma bisnis yang tak beretika. Tapi, mengelola bisnis mirip strategi perang: kemenangan sering ditentukan kekalahan pihak lain. Dia juga tega menindak anak buah yang curang meskipun oleh hal-hal kecil. Tapi, itu pun didasari sikapnya untuk membuat perusahaan terhindar dari kecurangan sekecil apa pun. Banyak anak buahnya yang kecewa dalam penerapan pensiun ketika usia masih energik. Tapi, Dahlan masih memberi mereka tempat di berbagai anak perusahaan.

Dahlan tidak suka mengambil keputusan berbelit-belit. Karena itu, dia tak betah berhadapan dengan lembaga-lembaga seperti DPRD dan DPR yang seakan-akan ingin mencari kelemahann­ya dan tidak berupaya mempercepa­t proses untuk segera mengambil keputusan. Tapi uniknya, yang lolos kebanyakan orang-orang yang pandai menggunaka­n kebiasaan itu agar bisa korupsi dengan aman.

Hari ini terasa sebagai antiklimak­s. Ketika Dahlan yang napasnya adalah antikorups­i justru harus berhadapan dengan kasus korupsi. Semoga predikat tersangka menjadi momentum untuk mengevalua­si program pemberanta­san korupsi. (*) *Wartawan senior di Surabaya

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia