Terlalu Patuh Bukan Tanda Bagus
Awas Salah Mendidik Anak Menjadi orang tua tidak hanya harus melimpahi anak dengan kasih sayang. Ayah dan bunda juga wajib mendidik untuk membentuk karakter positif yang kuat.
Tidak mempunyai waktu cukup bersama anak. Jarang menyediakan waktu mengobrol, menemani belajar, atau mengajaknya bermain karena sibuk bekerja.
PARENTING juga bisa menjadi sarana transfer atau regenerasi sifat dari orang tua ke anak lewat nasihat dan perilaku nyata,. Demikian penjelasan yang disampaikan Astrid Wiratna, psikolog dari Siloam Hospitals Surabaya.
Membentuk karakter tidaklah mudah. Orang tua harus terusmenerus memberikan contoh nyata dan mengamati pembentukan karakter. Karakter dan kualitas yang baik harus diajarkan dengan pendekatan yang lebih bersahabat terhadap anak. ’’Orang tua harus punya waktu dan komitmen untuk bisa mencapainya,’’ kata Astrid.
Panjangnya proses dan ketelatenan sering membuat beberapa orang tua malas memperkaya diri dengan berbagai saran parenting. Akhirnya, anak diasuh sekenanya tanpa mempertimbangkan dampak psikologis buah hati. Umumnya, orang tua hanya mengikuti pola asuh pendahulu. Padahal, pola asuh zaman dulu yang serbaotoriter sudah tidak relevan dengan zaman sekarang.
Memang, pola asuh zaman dulu terkesan cukup simpel. Asumsinya, dengan teriakan atau bentakan keras, anak akan langsung menurut. Padahal, anak menurut atau patuh bukan esensi utama dari parenting. ’’Cuma ya tadi. Karena malas belajar, akhirnya orang tua ambil simpel aja,’’ ungkap Astrid.
Bentakan dan teriakan keras bisa jadi justru mengakibatkan anak merasa minder, marah, atau kecewa dengan lingkungan sekitar. Selain karena ingin simpel, orang tua biasanya melakukan kesalahan dengan tidak mau memberikan contoh nyata. ’’Karakter nggak cukup kalau hanya teori. Harus ada pembiasaan dengan contoh langsung dari orang tua,’’ tutur Nuri Fauziah, psikolog perkembangan anak dan keluarga dari Triple C Daycare Surabaya.
Bad parenting atau pola asuh yang buruk akan membuat anak dibagi menjadi dua golongan. Pertama, anak menjadi superiority complex. Artinya, anak menjadi sosok yang merasa berkuasa dan mementingkan diri sendiri. Mereka cenderung kasar dan mudah marah. Itulah efek dari gaya parenting yang penuh dengan sikap memanjakan dan terlalu permisif.
Yang kedua sebaliknya, anak inferior. Tandanya, tidak percaya diri, takut, minder, terlalu introver, dan kerap mengasihani diri sendiri. Itulah hasil dari pola asuh yang penuh dengan kekerasan, baik fisik maupun verbal.
Memang, setiap anak terlahir dengan potensi mandiri, cerdas, dan berakhlak baik. Tidak ada anak yang nakal atau berperilaku negatif sejak lahir. ’’Menjadi anak yang baik atau tidak pada kemudian hari bergantung dari pola asuh orang tuanya,’’ terang Nuri. (len/c14/ayi)