Jawa Pos

Sebagian Keuntungan Jualan Bandeng Diberikan untuk Bantuan

Cobaan yang dialami setiap orang berbeda. Tapi, dari Suyanto, 45, kita bisa belajar. Tak perlu menjadi orang yang kuat dan kaya raya untuk bisa menolong sesama. Bapak pasien anak kanker mata itu membantu para orang tua penderita kanker di RSUD dr Soetomo.

-

KANTIN Urika RSUD dr Soetomo adalah tempat janjian saya dengan Suyanto, Rabu (2/11). Tujuan kami adalah ruang Bobo 1, tempat Riskiyanto dirawat. Pukul 13.00, Yanto, sapaan akrab Suyanto, datang. Dia menggendon­g putri keduanya. ’’Istri saya empat hari lalu melahirkan,’’ katanya.

Tak lama kami mengobrol di Kantin Urika, Yanto mengajak saya ke ruang Riskiyanto. Sambil berjalan, dia menunjukka­n foto lengan Riski (nama panggilan Riskiyanto) yang bengkak dan menghitam. Riski merupakan pasien Kanker tersebut menyerang bagian lunak tubuh seperti otot.

Yanto sudah sangat akrab dengan lorong Instalasi Rawat Anak RSUD dr Soetomo. Setiap orang yang dilewatiny­a menyapa. Tidak terkecuali petugas medis. Satu dua kali sapaan itu berakhir dengan obrolan.

Pria asli Solo tersebut menanyakan kabar pasien yang dirawat dan pemenuhan obat hingga pertanyaan soal sudah makan atau belum. ’’Saya ngantar mbaknya dulu. Ojok bali, ngopi sik (jangan pulang, ngopi dulu, Red),’’ katanya kepada pria paro baya. Pria tersebut kemudian dikenalkan Yanto sebagai orang tua yang anaknya dirawat karena leukemia.

Ruangan Riskiyanto berada di lantai satu paling pojok. Dia dirawat bersama tujuh pasien anak lainnya. Tubuh pemuda 16 tahun itu kurus, hanya kulit yang membalut tulang. Kepalanya botak karena kemoterapi. Tulang pipinya menonjol. Demikian pula tulang dadanya.

Sudah setahun Riski dirawat di RSUD dr Soetomo. Orang tuanya, Supiyati dan Kasturi, meninggalk­an pekerjaan mereka karena harus menunggui putra sulungnya itu

Selama di Surabaya, keluarga asli Banyuwangi tersebut tidak bekerja. ’’Kalau ditinggal, harus ada yang bantu angkat badan Riski. Sebab, untuk memiringka­n badan sendiri saja sudah susah,’’ tutur Supiyati.

Yanto mengajak saya ke tempat Riski tidak hanya untuk menunjukka­n kondisinya. Dia juga memastikan apakah orang tua Riski sudah makan. Yanto seharihari bekerja serabutan. Paling sering dia menjual bandeng. Sehari dia mendapat keuntungan Rp 80 ribu–Rp 100 ribu.

Kemudian, uang tersebut dibagi dua. Mencukupi kebutuhan sehari-hari dan sisanya ditabung. Tabungan itu tidak dinikmatin­ya sendiri, namun dibagikan kepada orang tua penderita kanker lainnya. ’’Saya sering mendapat keluhan bahwa mereka tidak bisa beli diaper,’’ tuturnya.

Karena RSUD dr Soetomo merupakan rumah sakit tipe A dan rujukan Indonesia Timur, pasiennya tidak hanya berasal dari Surabaya dan sekitarnya. Tidak jarang pasien berasal dari luar pulau. Ketika ada anak yang terkena kanker, biasanya orang tuanya ikut menunggui. Belum lagi jika pasien sudah tidak mandiri, tentu orang tua harus berfokus menjaga dan merawatnya. Jika sudah demikian, banyak di antara mereka yang tidak bekerja.

’’Biaya perawatan sudah ditanggung BPJS Kesehatan. Tapi, yang repot itu akomodasi selama perawatan,’’ tutur Yanto menceritak­an kondisi teman-teman sepenanggu­ngannya.

Terkadang para orang tua pasien harus bekerja serabutan. Kalau anaknya butuh ditunggui, mereka tidak bekerja. ’’Saya sering disambati orang tua pasien yang hanya punya uang seribu. Pernah juga ada yang bilang harus makan gantian,’’ imbuhnya.

Yanto sering kesal ketika ada orang tua pasien yang curhat kepadanya. Bukan karena dia tidak peduli. Tapi, dia bingung harus memberikan solusi seperti apa. ’’Kalau ada donatur, saya berikan langsung. Kalau tidak ada, ya pakai uang pribadi. Tapi sedikit,’’ ungkapnya.

Belakangan ini, Yanto menemukan donatur untuk memberi makan orang tua pasien. Namun, dia sulit membawa makanan tersebut. ’’Saya ingin rumah sakit memberikan izin agar makanan bisa masuk. Kasihan orang tua pasien yang harus menunggui anaknya,’’ tegasnya.

Selain membantu materi, Yanto sering menolong dengan tenaga. Dia membantu keluarga pasien yang sulit memahami administra­si. Dia juga mengantrek­an pasien untuk kemoterapi. ’’Kalau ada yang minta bantuan untuk ngurus BPJS, juga saya temani. Pokoknya, kalau saya bisa bantu, akan saya bantu,’’ kata.

Dia mau berbagi dengan orang tua pasien kanker lainnya karena pengalaman. Pada 2014, Arina Naora Rosida, putri Yanto, terdiagnos­is mengalami retinoblas­toma alias kanker mata. Kala itu Yanto dan keluarga tinggal di Kalimantan. Demi pengobatan Arina, mereka sekeluarga boyongan ke Surabaya. Dia meninggalk­an usaha warung bakso di Kalimantan.

Dengan kondisi seperti itu, ’’kehidupan baru’’ Yanto di Surabaya serbaminim. Dia tinggal di kamar sewa. Kalau masak, harus di luar. Kamar tersebut ditempatin­ya bersama istri dan tiga anaknya. Istrinya tidak bekerja. Jadi, Yanto menjadi tulang punggung keluarga. Dia pun bekerja serabutan karena Arina harus menjalani operasi dan kemoterapi.

Namanya kerja serabutan, penghasila­n pun tak menentu. Bahkan, dia sempat tidak bisa membayar sewa kamar. ’’Saya pernah menjadi buruh panggul kalau ada truk yang bongkar muat,’’ tuturnya. Untung, ada donatur yang membiayain­ya. Dia pun diberi satu sepeda motor untuk usaha. Sepeda motor itulah yang kini digunakan untuk berjualan bandeng.

Walaupun kondisinya kekurangan, Yanto tidak mau memintamin­ta. Dia memilih untuk bekerja. Kerja apa pun dia lakukan. Semua itu dilakukan demi Arina dan keluarga. Putrinya yang berusia 5 tahun tersebut harus kehilangan mata kanannya lantaran digerogoti kanker.

Dua tahun lalu, ketika pertemuan pertama saya dengan Yanto dan Arina, bocah itu tidak memiliki rambut karena efek kemoterapi. Namun, sekarang setelah menjalani pengobatan, kondisi Arina semakin baik. ’’Tinggal enam kali kontrol ke dokter. Semoga hasilnya baik,’’ ucapnya.

Dari pengalaman itu, Yanto tahu betul bagaimana dunia terbalik ketika anak didiagnosi­s menderita kanker. Dia memahami perasaan para orang tua pasien yang harus meninggalk­an semua demi menunggui anak yang menjalani pengobatan kanker.

Karena itu, Yanto ingin meringanka­n beban mereka. Meski, kondisinya sendiri juga tidak lebih baik daripada mereka. ’’Kalau diselesaik­an bersama, akan menjadi ringan. Saya yakin pasti ada jalannya,’’ tegasnya. (*/c5/jan)

 ?? FERLYNDA/JAWA POS ?? JENGUK TEMAN: Dari kiri, Suyanto, Kasturi, dan Supiyati melihat kondisi Riskiyanto, yang berjuang melawan rhabdomyos­arcoma. rhabdomyos­arcoma.
FERLYNDA/JAWA POS JENGUK TEMAN: Dari kiri, Suyanto, Kasturi, dan Supiyati melihat kondisi Riskiyanto, yang berjuang melawan rhabdomyos­arcoma. rhabdomyos­arcoma.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia