Jawa Pos

Temukan Jenazah Seorang Kadet

-

GRESIK – Tangis Juprianto langsung pecah kemarin (3/11). Kadet kapal general cargo Dewaruci Perkasa yang selamat itu menangis ketika melihat sosok temannya, Andri Ari Laksamana –biasa dipanggil Andre Saragih– membujur kaku

Kepala Satuan Kerja Perencanaa­n dan Pengawasan Balai Besar Pelaksanaa­n Jalan Nasional (BBPJN) VIII Yudhi Widargo mengatakan, berdasar detail engineerin­g design (DED) awal, total anggaran yang dibutuhkan untuk membangun underpass sepanjang 860 meter itu adalah Rp 350 miliar.

” Tapi, karena dinilai terlalu mahal, kami meminta konsultan untuk menghitung ulang. Secant pile underpass kami buat kecilkecil supaya biayanya lebih murah,” terang Yudhi. Nah, pada Agustus lalu, BBPJN VIII mengajukan proyek underpass bundaran Dolog ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 dengan anggaran Rp 273 miliar.

Meski begitu, Direktorat Jenderal Bina Marga tetap menilai proyek underpass tidak prestisius. Terlalu mahal. Karena itu, lanjut Yudhi, BBPJN VIII akan berkoordin­asi dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharin­i untuk mengubah proyek underpass menjadi flyover. ”Dulu kami pernah mengusulka­n flyover sebagai solusi crossing kendaraan di bundaran Dolog. Tapi, wali kota meminta underpass,” tuturnya.

Nah, berhubung proyek underpass dinilai terlalu mahal, BBPJN VIII akan kembali mengusulka­n pembanguna­n flyover di bundaran Dolog. ”Esensinya sama. Samasama mengurai macet karena crossing. Hanya bentuknya yang berbeda. Kalau underpass terowongan, flyover jembatan melayang,” beber Yudhi.

Menurut dia, proyek terowongan memang mahal. Sebab, di kawasan bundaran Dolog, ada goronggoro­ng sedalam 3 meter. Padahal, atap terowongan setidaknya dibangun dengan jarak 5,1 meter dari permukaan. Artinya, dengan adanya gorong-gorong, underpass tersebut harus digali hingga kedalaman 8,1 meter.

Sementara itu, terang Yudhi, membangun flyover di bundaran Dolog lebih mudah. ” Tinggal memasang tiang pancang, lalu membangun jembatanny­a,” jelasnya. Selain itu, pengerjaan flyover lebih cepat. Sekitar 18 bulan. Sedangkan pembanguna­n underpass membutuhka­n waktu 30 bulan atau 2,5 tahun.

Namun, untuk mengubah konsep underpass menjadi flyover, BBPJN VIII harus berkoordin­asi dengan wali kota. ”Harapan kami, wali kota setuju juga dengan flyover,” ujar Yudhi. Sebab, lanjut dia, pembanguna­n jalan baru untuk mengurai crossing di bundaran Dolog sangat mendesak untuk dilakukan.

Saat ini kemacetan panjang kendaraan sering terlihat di bundaran Dolog. Selain karena banyaknya volume kendaraan, kemacetan terjadi karena crossing antara kendaraan dari Sidoarjo menuju Jalan Jemursari dan kendaraan dari Surabaya ke Sidoarjo. Padahal, idealnya jalan nasional harus bebas hambatan. Termasuk hambatan crossing kendaraan yang akan melaju ke jalan kelas II.

Selain pembanguna­n infrastruk­tur jalan, pemkot masih mengupayak­an angkutan masal cepat (AMC). Wali Kota Surabaya Tri Rismaharin­i menemui perwakilan Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkeretaa­pian Kementeria­n Perhubunga­n (Kemenhub) di Hotel SwissBelin­n kemarin. Pada pertemuan tertutup itu, Risma mempertany­akan kemajuan proyek trem.

Kali ini ada titik terang pada proyek tersebut. Pemerintah pusat melalui Kemenhub mendapat dana pinjaman dari Jerman sebesar USD 100 juta. Awalnya, ditjen menawarkan dana tersebut untuk proyek jaringan kereta api di Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbang Kertosusil­o) yang terhubung dengan Surabaya.

Proyek trem dinilai paling memungkink­an. Sebab, sudah ada perjanjian antara Pemkot Surabaya, Ditjen Perkeretaa­pian, dan PT KAI. DED bahkan sudah disusun Ditjen Perkeretaa­pian pada 2015. Pemkot Surabaya juga menyiapkan park and ride. Salah satunya di Mayjen Sungkono. Sementara itu, PT KAI telah melakukan sosialisas­i ke masyarakat yang terdampak proyek angkutan umum tersebut.

Risma menerangka­n, rencana awal anggaran untuk trem menggunaka­n dana APBN. Tetapi, hingga kini proyek hanya menjadi wacana. Munculnya pinjaman dari Jerman itu sebenarnya bukan hal baru. Pemerintah pusat telah menyepakat­i kerja sama, tapi dana tidak terpakai. ”Sekarang saya perjuangka­n dua-duanya. APBN dan loan (pinjaman) dari Jerman,” ujar wali kota perempuan pertama Surabaya tersebut.

Soal dana APBN, Risma masih menunggu peraturan presiden (perpres). Bila perpres dari Presiden Jokowi turun, kendala anggaran proyek trem dipastikan bisa teratasi.

Untuk merealisas­ikan proyek itu, Risma mencari berbagai cara. Sebelumnya, dia menerima perwakilan Bank Dunia atau World Bank di rumah dinasnya. Program Leader Bank Dunia untuk Indonesia Taimur Samad menawarkan pinjaman untuk merealisas­ikan proyek tersebut pada Sabtu (22/10).

Risma mengatakan belum memutus hubungan dengan Bank Dunia. Segala kemungkina­n masih ada. Hanya prosesnya memakan waktu. Dia menerangka­n, pinjaman itu harus melewati Badan Perencanaa­n Pembanguna­n Nasional (Bappenas). ”Kalau Bank Dunia, saya masih merayu,” jelas alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember itu.

Bank Dunia menawarkan dana hibah dan pinjaman. Namun, sistem pembayaran­nya berbeda. Untuk pinjaman dari Jerman, yang menanggung pemerintah pusat. Sedangkan pinjaman World Bank dibebankan ke Surabaya.

Proyek pembanguna­n pertama bakal dimulai dengan depo trem di Joyoboyo. Pembanguna­n itu dilakukan secara paralel dengan membuka jalur trem yang memanjang ke utara hingga Tanjung Perak.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Ditjen Perkeretaa­pian Kementeria­n Perhubunga­n Zulfikri irit berbicara setelah pertemuan dengan Risma. Saat ditanya soal lamanya kepastian dari pusat akan proyek trem, dia berkelit. Menurut dia, dana APBN masih dalam proses. ”Ditunggu saja,” ujarnya.

Soal pendanaan proyek, dia mengaku tidak memiliki kewenangan. ”Bisa ditanyakan ke Menko Perekonomi­an,” ujar Zulkifri, lalu masuk ke mobilnya. (rst/sal/c7/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia