Ketua-Ketua Partai Protes Perwali RT-RW
SURABAYA – Peraturan Wali Kota (Perwali) 38/2016 yang melarang ketua RT, RW, dan LKMK menjadi anggota parpol memantik protes dari kalangan politisi. Mereka menganggap aturan tersebut menghilangkan hak politik warga.
Pada 24 Oktober lalu, pemkot menetapkan perwali tentang mekanisme pemilihan ketua serta pengurus RT, RW, dan LKMK seSurabaya. Aturan baru tersebut menyusul habisnya masa tugas para pengurus RT, RW, dan LKMK pada Desember 2016. Dalam perwali itu dinyatakan bahwa salah satu persyaratan calon ketua RT, RW, maupun LKMK adalah tidak pernah terlibat dalam keanggotaan partai politik.
Ketua DPD Partai Golkar Surabaya Blegur Prijanggono menyatakan, larangan tersebut sangat berlebihan. Menurut dia, lembaga sekelas RT dan RW tidak terkait langsung dengan pemerintah daerah. ’’Mereka kan bukan SKPD (satuan kerja perangkat daerah, Red),’’ katanya.
Selain itu, ketua RT dan RW bukan PNS yang digaji negara. Kegiatan warga juga dilakukan dengan urunan sendiri. ’’Lain kalau dibiayai APBD, maka pemda berhak mengatur,’’ tuturnya.
Blegur menambahkan, larangan tersebut akan membuat parpol tercerabut dari akarnya di masyarakat. Padahal, selama ini basis kekuatan Golkar amat kuat di tingkat RT dan RW. ’’Struktur kita itu sampai RT dan RW,’’ ujarnya.
Hal senada diungkapkan Sekretaris DPC PDIP Surabaya Syaifuddin Zuhri. Dia mengatakan, keputusan pemkot tersebut akan berdampak langsung pada partai politik di Surabaya. ’’Saya rasa tidak cuma PDIP, tapi semua partai bakal merugi,’’ tuturnya.
Namun, Ipuk tidak menyalahkan pemkot soal perwali tersebut. ’’Per mendagrinya yang harus dikoreksi itu,’’ tegasnya. (tau/c7/oni)