Pekerja Tuntut Kepastian BPJS
Kecilnya nilai KHL tersebut pun tidak memuaskan buruh. Ternyata, pekerja diam-diam me lakukan survei sendiri. Hasilnya, mereka mendapatkan angka Rp 4.078.000. ’’Itu angka dari mana?’’ ujar Joko.
Tarik ulur nilai UMK itu dikhawatirkan menghambat penetapan upah di Sidoarjo. Pemkab, Apindo, serta pekerja akan mempertahankan usul masingmasing. Karena itu, dewan pengupahan kembali mengundang serikat pekerja untuk rapat mem- bahas finalisasi UMK pada minggu depan.
Namun, jika rapat tersebut tetap tidak menghasilkan keputusan, pemkab akan mengusulkan nilai UMK yang sesuai dengan perhitungan yang didapatkan. ’’Sebeb, aturannya memang seperti itu. Kami tidak boleh melanggarnya,’’ jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPC Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sidoarjo Bidang Logam Elektrik dan Mesin M. Soleh menuturkan, hasil survei lapangan bersama dewan pengupahan kurang bisa diterima. Menurut dia, tiga unsur dewan pengupahan, yaitu Apindo, pemkab, dan akademisi, kurang cermat melakukan survei.
Dia mencontohkan harga bahan makanan pokok dan harga daging. Apindo, pemkab, dan akademisi memberlakukan tarif harga pokok yang sudah ditentukan pemerintah pusat. Sementara itu, serikat pekerja menggunakan harga pokok di pasaran. Daging sapi, misalnya. Pemerintah pusat menetapkan daging sapi harus dijual dengan harga kurang dari Rp 100 ribu per kilogram. Faktanya, daging berkualitas baik dengan harga sekian susah didapatkan. ’’Harga daging sapi di pasaran lebih tinggi beberapa persen jika dibandingkan dengan harga yang direkomendasikan pemerintah,’’ katanya.
Menurut Soleh, angka usulan UMK dari serikat pekerja yang lebih tinggi sekitar Rp 300.000 berfungsi sebagai jaminan asuransi. Sebab, hingga saat ini, masih banyak perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya ke badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) atau instansi asuransi lain. Karena itu, bila sakit, para pekerja cenderung menggunakan gaji pokok. ’’Padahal, gaji seharusnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,’’ ujarnya.
Soleh mengungkapkan, bukan hanya jaminan ketenagakerjaan dan asuransi kesehatan, namun ada beberapa hal yang dilanggar perusahaan. Misalnya, jaminan kesehatan bagi pekerja perempuan yang sedang melahirkan dan dana ekstra ketika perusahaan melakukan produksi ekstra. ’’Kalau memang prorakyat, perusahaan yang melanggar seharusnya diberi sanksi,’’ tegasnya. (aph/jos/c5/hud)