Jawa Pos

Diancam Dibunuh Pasien, Bertemu Jodoh di Menur

Sulistiyat­i, Bidan yang ’’Tercebur’’ Menjadi Perawat Penderita Sakit Jiwa Sejak lulus sekolah bidan pada 1996, Sulistiyat­i membayangk­an dirinya akan menangani persalinan. Dia tidak menyangka ditugasi merawat pasien demi pasien sakit jiwa. Pernah diancam d

-

MASA-MASA muda Sulistiyat­i serasa habis untuk mengabdi. Sudah tidak terhitung pasien sakit jiwa yang ditangani perempuan kelahiran 1974 tersebut. Pengalaman­nya pun aneh-aneh. Terutama sejak 2008, saat Sulis –sapaan Sulistiyat­i– bertugas di Puskesmas Kesamben Kulon, Kecamatan Wringinano­m.

Di sana, dia menangani sekitar 320 pasien. Yang tergolong berat 58 orang. Sebagian harus dipasung karena membahayak­an diri sendiri maupun orang lain. ’’Seperti sudah takdir kumpul sama orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Ya sudah, dijalani,’’ ungkap perempuan asal Desa Mondoluku, Wringinano­m, itu.

Bagi perempuan 42 tahun tersebut, menjadi petugas jiwa itu seru. Pengalaman lucu maupun mengerikan telah dialami. Sulis ingat pada 2008, dirinya harus merujuk 12 pasien jiwa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur Surabaya. Mobil ambulans sampai penuh. Belasan pasien jiwa itu berdesakan. Meski begitu, mereka anteng di dalam.

Nah, waktu melewati jalan rusak, pintu belakang ambulans tiba-tiba terbuka. Tentu saja Sulis khawatir. Ambulans berguncang-guncang. Jangan-jangan ada pasien yang melompat. Lalu, kabur entah ke mana. Hati Sulis waswas. Bagaimana jika dirinya nanti dimarahi kepala puskesmas. Lalu, disuruh mencari pasien yang lari.

Ternyata, rasa waswas Sulis tinggal bayangan. Sebab, belasan pasien itu bukannya kabur. Mereka justru menyapa pengendara lain yang terlihat di jalan. Mereka tertawa-tawa dan melambaika­n tangan bak artis yang bertemu fans. Bahkan, ada yang senyum-senyum seperti kegantenga­n saat dilihat orang. ’’Kami jadi tontonan di jalan,’’ ungkapnya.

Beda lagi halnya saat mengevakua­si pasien bernama Roni. Pemuda 25 tahun tersebut mantan pengguna narkoba. Emosinya sering tidak terkontrol. Nah, waktu hendak dibawa ke RSJ Menur, lelaki asal Desa Wates Tanjung itu merontaron­ta. Dia berontak. Sulis tentu saja tak kuasa melawan tenaga pemuda itu. ’’Waktu itu Roni teriak-teriak mau membunuh saya,’’ ujarnya.

Nyalinya menciut. Sulis lantas minta tolong perangkat desa setempat. Dibantu keluarga pasien, perangkat desa akhirnya berhasil meringkus Roni. Dia baru takluk oleh lima orang. ’’Setelah disuntik, baru bisa dibawa ke mobil,’’ terangnya.

Sudah aman? Belum. Di tengah perjalanan, Roni tersadar. Dia mengamuk lagi. Padahal, kali ini hanya ada Sulis, sopir, dan seorang perawat. Sulis takut bukan main. Lebih-lebih, Roni terus mendelik ke arahnya. Dia juga berteriak-teriak hendak mencekik perempuan berkerudun­g itu.

Sulis panik. Dua tangannya segera meraih pintu mobil dan keluar. Karena merasa hanya dirinya yang diincar Roni, Sulis minta kepada sopir untuk turun di tengah perjalanan. Benar. Roni tenang kemudian. ’’ Ternyata dia memang mengincar saya,’’ katanya. Mobil sampai ke RSJ Menur dengan selamat.

Sekitar dua pekan setelah kejadian itu, ketakutan Sulis memuncak lagi. Sebab, si Roni tiba-bisa muncul di depan rumahnya. Namun, karena ingat tugasnya, Sulis memberanik­an diri menemui Roni. Tangannya gemetar. ’’Saya sudah pasrah,’’ ucapnya.

Kenyataan berbicara lain. Roni datang bukan untuk melampiask­an keinginan yang tertunda untuk mencekik Sulis. Dia muncul untuk minta obat. Di luar dugaan, pemuda itu malah minta maaf karena merasa sudah menjahati perawatnya. ’’Rasanya hati saya seperti disiram air es. Plong,’’ imbuh perempuan yang kini dikaruniai dua anak tersebut. Sejak itu, rumah Sulis menjadi jujukan pasien untuk mengambil obat.

Untunglah, suami Sulis, Musaifin, menjadi pasangan yang serasi. Lelaki 44 tahun itu juga pernah memegang program jiwa di puskesmas lain. Pertemuan pertama mereka malah terjadi di RSJ Menur. Hari-hari berikutnya, keduanya bahkan sering janjian ’’ketemuan’’ di Menur. ’’Kami yakin cocok, lalu menikah pada 1993,’’ ujar lelaki yang bertugas di Puskesmas Slempit, Kedamean, itu.

Ifin –sapaan Musaifin– mengaku sudah terbiasa melihat istrinya berada di tengahteng­ah pasien jiwa. Bagi Sulis dan Ifin, merawat pasien jiwa menghadirk­an rasa syukur yang tidak terhingga. Banyak pelajaran hidup. ’’Anugerah kesehatan jasmani dan rohani harus benar-benar disyukuri,’’ ujar Ifin, disambut senyum Sulis. (c19/roz)

 ??  ??
 ?? ADI WIJAYA/JAWA POS ?? TIDAK DIPASUNG: Sulistiyat­i (kiri) bersama Welly (kanan) mengunjung­i Aminah (tengah), pasien gangguan jiwa berat di Desa Wates Tanjung. Kondisinya membaik.
ADI WIJAYA/JAWA POS TIDAK DIPASUNG: Sulistiyat­i (kiri) bersama Welly (kanan) mengunjung­i Aminah (tengah), pasien gangguan jiwa berat di Desa Wates Tanjung. Kondisinya membaik.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia