Perusahaan Wajib Susun Skala Upah
Kompetensi Rendah, Dibayar Sesuai UMK
GRESIK – Penyusunan struktur skala upah menjadi perbincangan hangat di kalangan pengusaha. Kemarin (3/11) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Gresik menggelar diskusi mengenai skala upah yang harus segera diterapkan. Tujuannya memberikan upah yang proporsional kepada karyawan.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Apindo Jawa Timur Harianto menyatakan, menyusun struktur skala upah menjadi tanggung jawab perusahaan. Sebab, penerapan skala upah bisa memotivasi karyawan. ’’Bagaimanapun, karyawan tetap butuh apresiasi,’’ ujarnya saat ditemui setelah memberikan materi kemarin (3/11).
Harianto mengatakan, SK menteri terbaru terkait dengan skala upah memang belum turun. Namun, perusahaan diharapkan bisa menyelesaikan susunan skala upah secepatnya. ’’Paling lambat Oktober 2017. Lebih cepat lebih baik,’’ katanya.
Menurut dia, penerapan skala upah bisa memberikan hak yang proporsional bagi karyawan. Sebab, ada beberapa hal yang dipertimbangkan dalam hal pengupahan. Selain UMK, perusahaan harus mempertimbangkan lama kerja, kompetensi, dan prestasi karyawan. ’’Jadi, karyawan yang kompeten dan berprestasi berhak dapat upah yang besar,’’ paparnya. ’’Intinya, karyawan akan mendapatkan lebih jika mau bekerja keras,’’ terangnya.
Selama ini, kata Harianto, pelaksanaan skala upah belum berjalan secara maksimal. Karena itu, pihaknya mendorong perusahaan yang belum memiliki struktur skala upah agar segera menyusunnya. ’’Cepat lambat harus dilaksanakan,’’ tuturnya.
Ketua Apindo Gresik Tri Andhi Suprihartono menyatakan, skala upah merupakan amanah undang-undang. Namun, banyak pengusaha yang telat melaksanakan. ’’Sudah diingatkan lagi di keputusan menteri (kepmen) dan peraturan pemerintah (PP),’’ paparnya.
Pria yang akrab disapa Andhi itu menjelaskan, upah merupakan pertukaran produktivitas. Jadi, jika kompetensi karyawan rendah, upah yang diberikan masuk kategori minimum (UMK). ’’Kalau sudah berpengalaman, tidak mungkin digaji UMK. Paling tidak lebih. Karena itu, perlu diberlakukan skala upah,’’ ujarnya.
Meski begitu, Andhi menilai penetapan UMK yang terlalu tinggi bisa merusak struktur skala upah. Sebab, gaji antara karyawan dan atasan tidak akan beda jauh. ’’Misalnya, manajer digaji Rp 5 juta. Anak buahnya Rp 3–4 juta. Beda tipis. Padahal, fungsi dan tanggung jawabnya berbeda,’’ terangnya.
Andhi mengatakan, pemberlakuan UMK merusak skala upah sejak 5–6 tahun lalu. Hal tersebut berdampak pada rendahnya produktivitas perusahaan hingga kompetisi yang menurun. Akibatnya, banyak perusahaan yang hengkang dan memilih wilayah dengan UMK yang lebih rendah.
Menurut dia, survei kebutuhan hidup layak (KHL) masih berada di bawah UMK. Yakni Rp 2,5 juta per bulan. ( adi/c19/ai)