Industri Perhiasan Masih Berkilau
JAKARTA – Pemerintah menilai industri perhiasan memberi kontribusi besar terhadap perekonomian. Selain mendongkrak penciptaan lapangan kerja karena berbasis usaha kecil dan menengah (UKM), industri perhiasan menjadi salah satu pendorong ekspor nonmigas.
Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih menyatakan, jumlah industri perhiasan dan aksesori di dalam negeri mencapai 36.636 perusahaan. Nilai produksinya menyentuh Rp 10,45 triliun per tahun. Tenaga kerja yang terserap mencapai 43.348 orang.
Industri perhiasan dan permata juga mampu menghasilkan devisa USD 3,31 miliar atau sekitar Rp 43 triliun. ’’Negara tujuan ekspor produk perhiasan Indonesia adalah Singapura, Hongkong, Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Emirat Arab. Juga, ke sejumlah negara Eropa seperti Inggris, Belanda, Denmark, serta Swedia,’’ jelas Gati kemarin (4/11).
Kondisi perekonomian dunia yang belum stabil tidak terlalu memengaruhi permintaan ekspor IKM perhiasan di Indonesia. Hal itu terlihat dari nilai ekspor perhiasan dan permata sebagai komoditi yang terus memberikan nilai positif pada nilai ekspor nonmigas setiap bulan.
’’Pada Maret 2015, nilai ekspor perhiasan dan permata mencapai USD 538,4 juta atau meningkat 24,15 persen jika dibandingkan dengan Februari 2015,’’ katanya.
Untuk meningkatkan daya saing di pasar ekspor, Kemenperin mem- bentuk lembaga sertifikasi yang bertugas memberikan sertifikat global terhadap perhiasan dan permata asal Indonesia.
Pelatihan utamanya diberikan agar ukuran dan bentuk perhiasan dapat homogen, potongan bisa facet, serta batu mulia dapat diukir dengan menggunakan teknologi modern.
Untuk meningkatkan iklim usaha, Gati menilai industri perhiasan membutuhkan peninjauan kembali pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dan pengenaan pajak penghasilan (PPh) terhadap penjualan produkproduk perhiasan. Selain itu, perlu diberikan disinsentif ekspor batu mulia melalui pungutan ekspor (PE) dalam upaya pengamanan pasokan bahan baku dalam negeri. (dee/c5/noe)
– Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan pembiayaan korporasi terus meningkat pada tahun ini. Namun, sumber pembiayaan diperkirakan tidak hanya mengandalkan kredit perbankan.
Pembiayaan juga menggunakan sumber lain seperti emisi obligasi korporasi, penerbitan saham baru, atau surat utang jangka menengah ( medium term notes/ MTN). Kendati demikian, BI yakin pertumbuhan kredit perbankan sebagai salah satu sumber pembiayaan korporasi akan tetap positif.
’’Pertumbuhan kredit masih di bawah 7 persen. Sampai akhir tahun memang kelihatannya akan lebih rendah. Tadinya kami perkirakan 9–11 persen, kemungkinan hanya 7–9 persen,’’ terang Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo kemarin (4/11).
Untuk meningkatkan pertumbuhan kredit, Perry mengimbau perbankan menurunkan suku bunga kredit menyesuaikan langkah bank sentral. BI sepanjang tahun ini sudah menurunkan suku bunga acuan sebesar 150 basis points (bps). BI seven days reverse repo rate pun dipatok 4,75 persen. Meski demikian, perbankan belum menurunkan suku bunga kredit secara signifikan.
Bunga kredit hingga Oktober lalu baru turun 60 bps, padahal bunga deposito sudah turun 108 bps. Perry pun berharap perbankan lebih meningkatkan daya saing agar tidak tergeser oleh sumber-sumber pem-