Pengembang Siasati Kenaikan Biaya
SURABAYA – Harga rumah sejahtera tapak (RST) dipatok naik 5 persen setiap tahun. Tahun ini harga rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tersebut mencapai Rp 116,5 juta. Pada 2017, harganya naik menjadi Rp 123 juta.
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim Soepratno mengakui, pengembang sulit meminta persentase kenaikan harga rumah yang lebih tinggi dari 5 persen. Besaran kenaikan itu sudah diatur dalam ketentuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang ditetapkan untuk lima tahun hingga 2018. Tarifnya berlaku progresif dengan kenaikan 5 persen per tahun.
’’Sebenarnya pengembang ingin yang lebih fleksibel,’’ katanya kemarin (4/11).
Menurut dia, karena persentase kenaikan sudah diatur, keuntungan pengembang sangat tipis. Apalagi, pengembang harus menyesuaikan dengan biaya yang ditanggung. ’’Tapi, kami juga tidak ingin besaran kenaikan menyusahkan para pembeli. Bisa-bisa malah tidak laku,’’ jelasnya.
Karena itu, Soepratno meminta pemerintah tidak hanya mengatur kebijakan yang meringankan para MBR dalam membeli rumah, tapi juga mendorong perekonomian di tingkat bawah. Dengan demikian, pendapatan masyarakat bisa meningkat.
Terkait dengan biaya pembangunan rumah yang terus membengkak, kata dia, pihaknya juga berupaya melakukan subsidi silang. ’’Kami berusaha menyiasati sehingga bisa seefisien mungkin,’’ ujarnya.
Soepratno lantas mencontohkan ongkos tenaga kerja. Di daerah tertentu, upah pekerja bangunan relatif lebih murah jika dibandingkan dengan membangun rumah di daerah-daerah penyangga. ’’Jadi, seperti subsidi silang,’’ jelasnya.( res/c5/agm)