Observasi ke Makam
Tantangan tampil sendiri dalam monolog sangat besar. Sang aktor harus bisa mengaktualisasi diri secara maksimal. Sebuah pertunjukan jadi pertaruhan.
ROHMATULLOH tidak main-main dalam memerankan tokoh. Salah satunya ketika menyajikan karya Mayat ’’
Terhormat karya Agus Noor dan Indra Tranggono. Rohmat melatih fisiknya sedemikian rupa. Dia juga melakukan observasi mendetail untuk mendapatkan feel. Bukan hanya feel, latihan dan observasi itu dilakukan demi sebuah ’’ pencarian’’ tentang sosok yang akan dimainkan.
Disutradarai Welly Suryandoko, dosennya di Prodi Pendidikan Sendratasik Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Rohmat harus menggali empat sosok yang dimainkan. Yakni, badut, narapidana, penjaga kuburan, dan korban penganiayaan. Yang susah memang pencariannya,’’ katanya.
Betapa tidak. Badut digambarkan sebagai tokoh yang atraktif. Narapidana atau napi tentu ditampilkan sebagai sosok pesakitan yang dianiaya sipir penjara. Adapun penjaga kuburan digambarkan sebagai sosok yang ditinggal mati sahabat-sahabatnya. Sementara itu, pada korban penganiayaan, Rohmat harus memerankan korban tragedi 1998.
Pencarian empat sosok tersebut tidak mudah. Apalagi memerankan badut yang atraktif, kemudian berganti menjadi napi. Sangat bertolak belakang.
Mencari feel- nya dari stimulus sutradara dan observasi,’’ ucapnya.
Laki-laki yang kuliah di jurusan sendratasik konsentrasi drama itu melakukan observasi ke kuburan untuk mendapatkan feel sebagai penjaga kuburan. Saat pulang kampus suatu malam, dia sengaja mampir ’’ dan masuk ke area makam. Ternyata merindingnya kayak gini, takutnya seperti apa itu yang saya bawa ke panggung,’’ jelasnya.
Adapun badut lebih pada gerak atraktif dan suara atau vokal yang unik. Dia mencari sendiri karakter vokal yang sesuai. Lantas, Rohmat berkonsultasi kepada Welly Suryandoko yang juga dosen pendampingnya. Keberhasilan memerankan empat tokoh itu tidak lepas dari bimbingan dosen pendamping lain, Indar Sabri. Untuk memerankan napi, Rohmat belajar dengan menonton video penjara Guantanamo ’’ melalui YouTube. Karena belum bisa akses atau observasi langsung ke penjara,’’ ungkapnya.
Memerankan tokoh keempat, korban penganiayaan, diakui Rohmat cukup sulit. Meski tidak banyak dialog dalam tokoh tersebut, dia mengatakan minim sumber. Apalagi, korban tragedi 1998 itu dibunuh secara tragis.
Agar tampil total, Rohmat menyiapkan fisik dan mentalnya. Dia rajin berlari keliling kampus. Saat berlari, dia menggunakan jaket tebal dan menambahkan beban 5 kg di kakinya. Langkah tersebut bertujuan mengolah pernapasan. Dia akan melakukan hal serupa jika ada kesempatan tampil di lain waktu.
Monolog Mayat Terhormat itu sukses ditampilkan dalam Pekan Seni Mahasiswa Nasional 2016 di Kendari pada 11–17 Oktober. Jika tidak ada aral melintang, tim Unesa tersebut bersiap menuju Festival Teater Sedunia di Bosnia pada Juli tahun depan. (puj/c15/nda)