Mahaguru Dimas Kanjeng Dititipkan ke LPSK
SURABAYA – Proses hukum penipuan dengan tersangka utama Dimas Kanjeng Taat Pribadi terus berlanjut. Kemarin (8/11) polisi menetapkan satu tersangka baru. Sementara itu, tujuh mahaguru yang sebelumnya diperiksa dua hari di Ditreskrimum Polda Jatim dititipkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Sebelumnya mereka berada di Mapolda Jatim setelah diamankan dari rumah masing-masing pada 6 November lalu. Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Raden Prabowo Argo Yuwono menyatakan, tujuh mahaguru itu dipindahkan supaya aman. Sebab, mereka saat ini menjadi saksi kunci. ”Agar mereka aman, terhindar dari intimidasi dan intervensi pihak luar,” ujarnya.
Pihak Polda Jatim menganggap LPSK sebagai tempat paling aman untuk melindungi mereka. Alasannya, mereka dijaga petugas. Selain itu, polda menilai penyidik akan lebih mudah melakukan pemantauan. ”Karena orang yang berkunjung harus dikenal atau dari pihak keluarga,” ucap lulusan Akpol 1991 itu.
Argo melanjutkan, tidak tertutup kemungkinan ada pihak lain yang berusaha mengatur keterangan tujuh mahaguru tersebut. Keterangan mereka masih dibutuhkan penyidik. Karena itu, jika sewaktu-waktu diperlukan, mereka bisa didatangkan.
Status mereka sampai saat ini masih saksi. Diperkirakan, sulit menetapkan mereka sebagai tersangka. Sebab, dalam keterang- annya, mereka selalu menyatakan tidak mengerti apa-apa. Tidak ada unsur kesengajaan juga. ”Mereka tidak tahu apa-apa. Ngakunya diajak Karmawi, ngikut saja,” ungkap pria asli Jogjakarta tersebut.
Sementara itu, Karmawi langsung ditetapkan sebagai tersangka. Sebab, dia dengan sadar melakukan persekongkolan dengan S.P. Maranathan alias Vijay dan Dimas Kanjeng. Karmawi bertugas merekrut mahaguru tersebut dengan kriteria yang sudah ditetapkan Dimas Kanjeng melalui Vijay. ”Kelihatan tua dan berjenggot,” lanjut Argo.
Pada saat bersamaan, penyidik juga memeriksa Mahmudiono. Sebelumnya tim pe- nyidik memanggil tukang jahit jubah Dimas Kanjeng yang lain bernama Zulaiha, warga Kraksaan, Probolinggo. Zulaiha adalah istri Dollah yang sudah meninggal.
Menurut Zulaiha, suaminya pernah mendapatkan order menjahit jubah Dimas Kanjeng. Jumlahnya mencapai tujuh jubah. Tapi, karena Dollah meninggal dunia, order selanjutnya diberikan kepada Mahmudiono. Dia sempat menjahit tujuh jubah. Satu berwarna hijau, satu merah, dan lima hitam. ”Menurut kedua penjahit, pemesanan jubah biasanya bertahap dan penjahit mendapat bayaran lebih dari pemesan pada umumnya,” jelas Argo. (aji/c9/ang)