Ekspansi Kredit Sulit Tembus Double-Digit
JAKARTA – Perbankan merespons positif rilis pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2016. Meski pertumbuhan ekonomi melambat di angka 5,02 persen, perbankan melihat efeknya positif terhadap sektor riil.
CEO Citi Indonesia Batara Sianturi menyatakan, pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen membuat UMKM dan korporasi besar tetap optimistis. ’’Nanti berimbas ke perbankan. Misalnya, dari sisi pembiayaan,’’ katanya kemarin (8/11).
Karena sentimennya masih lemah, Batara menilai industri perbankan sulit agresif. Pertumbuhan kredit diperkirakan masih
tahun ini. Batara berharap program amnesti pajak mampu menjadi pertumbuhan kredit. ’’Sudah banyak dana tebusan dan repatriasi yang masuk. Kalau sektor riil bergerak setelah itu, tentu bank ikut tumbuh, baik dari sisi DPK (dana pihak ketiga, Red) maupun kredit,’’ ujar Batara.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan, pertumbuhan kredit hingga September lalu masih 6,4 persen atau di bawah harapan BI. Hingga akhir tahun, BI menargetkan pertumbuhan kredit mencapai 9–11 persen. Namun, melihat tren yang terjadi sekarang, tampaknya pertumbuhan kredit hanya 7–9 persen. ’’Sampai akhir tahun memang kelihatannya akan lebih rendah,’’ ungkapnya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Darmansyah Hadad menilai industri keuangan harus bekerja keras untuk merealisasikan targettarget pada awal tahun. Apalagi, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2018 sebesar 6 persen. Mulia berharap perbankan dapat berfokus menekan angka kredit macet.
’’Pertumbuhan ekonomi masih belum terlalu fantastis. Tapi, tren positif sudah mulai kelihatan. NPL ( Red) turun, sedangkan kredit naik. (Sektornya) hampir merata, terutama di ritel,’’ terangnya.
Kredit bermasalah perbankan nasional sempat menurun dari 3,22 persen pada Agustus menjadi 3,1 persen pada September 2016. ’’Mudah-mudahan risiko kreditnya sudah menyusut karena NPL turun lagi. Pertumbuhan kredit mulai menggeliat dan mudah-mudahan ini sudah mantul ke atas,’’ tuturnya.
Sementara itu, upaya peningkatan literasi dan inklusi keua- ngan terus dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga tersebut membentuk 37 tim percepatan akses keuangan daerah di 25 provinsi dan 12 kabupaten/kota. (rin/c14/c20/noe)