Kisah Beredar Viral
SATU hal yang mengganggu pikiran Rahmah ketika sang suami divonis menderita tumor otak adalah biaya rumah sakit di AS. ”Suami punya asuransi, tapi berupa travel insurance yang tidak mencakup tumor ganas,” beber Rahmah. Namun, dengan keputusan bersama, keduanya yakin untuk melakukan pengobatan tanpa perlu pulang ke Indonesia.
Total tagihan sementara sampai saat ini USD 127 ribu atau setara Rp 1,6 miliar. Itu sudah mendapat potongan 40 persen dari financial aid University of New Mexico. Kemudian, Rahmah dibantu untuk mengajukan permohonan emer gency medical services alliance (EMSA) yang memberikan bantuan perawatan medis emergency untuk warga negara asing di AS. ”Alhamdulillah, aplikasi kami diterima. Program itu akan membayar USD 99 ribu untuk biaya selama suami dirawat inap sepuluh hari,” urai Rahmah.
Artinya, masih kurang USD 28 ribu lagi. Rahmah mencicilnya per bulan sebesar USD 25–50, sesuai dana yang ada. Kemampuannya memang hanya segitu. Sejak suami masuk RS sampai selesai dioperasi, otomatis dia tidak bisa bekerja. Praktis, buat kebutuhan sehari-hari, keluarga itu mengandalkan uang saku beasiswa Rahmah yang idealnya hanya cukup untuk satu orang.
Ketegaran Rahmah begitu menginspirasi. Berjibaku dengan studi di negeri orang, merawat dua anak yang masih balita, lalu diterpa ujian bahwa sang suami menderita tumor otak. Namun, di tengah ujian itu, banyak hikmah yang dirasakan Rahmah. Selain doa dan dukungan yang tak henti mengalir, berbagai kemudahan didapatkan, juga kampanye penggalangan dana melalui kitabisa.com.
Kampanye tersebut diprakarsai teman-teman sesama penerima beasiswa. Sebagian di antara mereka sudah menyelesaikan studi dan kembali ke tanah air. Karena itu, mereka mempertimbangkan penggalangan dana di Indonesia. Kisah perjuangan Rahmah dan suami menjadi viral di Facebook serta web situs crowdfunding tersebut. Banyak pula yang menyampaikan perhatian dan semangat melalui e-mail.
”Mungkin inilah jawaban Allah SWT dari doa-doa kami. Melalui uluran tangan para donatur dan keringanan yang kami dapatkan. Kami sangat terharu dan berterima kasih,” ungkapnya.
Saat melihat semangat suami dalam menjalani pengobatan, Rahmah pun kembali bersemangat menyelesaikan kuliah. Begitu suami selesai dioperasi, Rahmah kembali aktif menulis untuk ujian komprehensif. September dia dinyatakan lulus ujian itu. Desember mulai menjalankan seminar proposal. Semua mata kuliah sudah diselesaikan. ”Setelah ini, insya Allah saya melakukan penelitian untuk disertasi di Indonesia. Awal Februari 2017, rencananya, kami pulang dan melanjutkan pengobatan suami di tanah air,” ucapnya. (nor/c11/ayi)