Jawa Pos

Belasan Napi dan Tahanan Idap HIV/AIDS

-

SURABAYA – Pengidap HIV/AIDS masih ditemukan di penjara. Di Lapas Kelas I Surabaya (Porong), misalnya. Sejak Januari hingga saat ini, ada 14 napi yang terjangkit HIV/AIDS. Salah seorang di antaranya meninggal dunia pada April lalu.

”Sekarang napi berstatus ODHA tinggal 13 orang,” kata dr Hardjo Santoso, dokter Lapas Porong. Sebagian besar ODHA adalah napi kasus narkoba. Mereka ditempatka­n di blok rumah sakit (blok G).

Meski di dalam bui, pengobatan terhadap mereka tetap diberikan. Mereka rutin menjalani terapi antiretrov­iral (ARV). Hardjo menambahka­n, ada sembilan napi yang sampai saat ini masih mengonsums­i obat ARV. Tujuh orang mendapatka­n obat dari rumah sakit di Sidoarjo. Serta, masing-masing satu napi dari Surabaya dan Malang. ”Mereka tetap mendapat pengobatan,” katanya.

Di lapas, status ODHA para napi itu menjadi rahasia. Tim medis maupun petugas penjara tidak pernah menyebarlu­askan informasi tersebut.

Tapi, ada kalanya napi sendiri yang memberitah­u kondisinya ke teman-teman. Meski begitu, reaksi para napi tidak berlebihan. Bahkan, mereka tetap bergaul seperti biasa. Para napi sudah paham tentang hal-hal yang dapat menularkan penyakit berbahaya tersebut.

Penjara lain yang masih memiliki penghuni berstatus ODHA adalah Rutan Kelas I Surabaya (Medaeng). Mulai Januari hingga saat ini, sudah lebih dari 12 penghuni yang terdeteksi terkena HIV/AIDS. Dua di antaranya meninggal dunia. Mereka mengembusk­an napas terakhir saat berstatus sebagai tahanan. Proses persidanga­n belum tuntas dijalani.

Tingkat gejala ODHA di penjara tersebut berbeda-beda. Ada yang baru memasuki stadium infeksi primer, ada pula yang stadium dengan gejala, baik ringan maupun berat. Ada juga penghuni yang sudah stadium AIDS. Ciri-cirinya, berat badan menurun lebih dari 10 persen, demam terus-menerus, sampai diare kronis.

Misalnya, yang dialami Budi (nama samaran). Kondisi tahanan kasus narkoba itu sekarang drop. Dia sering mengeluh dadanya sesak dan batuk-batuk. ”Salah satu tanda ODHA juga sakit TB (tuberkulos­is),” ucap dr Moch. Arifin, dokter Rutan Medaeng.

Para ODHA tidak ditempatka­n di blok khusus. Mereka tetap berada di blok hunian pada umumnya dan bergaul dengan yang lain. Juga, menjalanka­n hak dan kewajiban seperti tahanan maupun napi lain tanpa ada pembedaan.

Secara rutin, tim medis rutan memberikan penyuluhan tentang HIV/AIDS. Mulai cara pencegahan, penularan, hingga pengobatan­nya. Dengan begitu, penghuni penjara paham bahwa penularan virus tidak terjadi hanya melalui kontak langsung dengan ODHA. ’’Penghuni mengidap HIV/ AIDS saat mereka di luar penjara,’’ tegas Arifin. Itu terjadi lantaran masa inkubasi penyakit tersebut cukup lama.

Penderita HIV/AIDS tersebut ada yang baru ketahuan setelah diperiksa di rutan. Ada juga yang mengetahui menjadi ODHA sebelum masuk penjara. Saat berada di bui, mereka tinggal melanjutka­n proses pengobatan.

Sebagian besar penghuni yang menjadi ODHA merupakan pelaku tindak pidana narkoba. Tapi, ada juga yang merupakan napi tindak pidana umum. Misalnya, pencurian dan perjudian. Mereka memiliki riwayat gaya hidup yang berisiko terkena HIV/ AIDS. Misalnya, berganti- ganti pasangan dan menggunaka­n narkoba melalui suntikan.

Para ODHA di penjara tidak hanya lakilaki. Ada juga yang perempuan. ”Ada salah satu penghuni wanita yang menjadi ODHA dan menularkan pada suaminya di luar penjara,” kata dia. ( may/c7/fal)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia