DPRD Larang Sekolah Selenggarakan Bimbel
SIDOARJO – Rencana penarikan biaya tambahan belajar di SMPN 1 Sidoarjo akhirnya pupus. DPRD Sidoarjo telah melarang seluruh sekolah untuk menggelar bimbingan belajar (bimbel) di sekolah. Hal itu ditegaskan sebagai bentuk komitmen menuju pendidikan gratis di Kota Delta.
Kemarin (8/11) rombongan anggota komisi D DPRD Sidoarjo yang dipimpin langsung oleh ketuanya, Usman, datang ke SMPN 1 Sidoarjo. Mereka mengklarifikasi rencana penarikan biaya untuk tambahan belajar siswa menjelang ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Dalam pertemuan itu, juga hadir Kepala Bidang Pendidikan Menengah (Dikmen) Dinas Pendidikan (Dispendik) Sidoarjo Tirto Adi dan Kepala SMPN 1 Sidoarjo Zainul Afani.
Usman menyatakan, tambahan belajar untuk meningkatkan penguasaan materi dalam menghadapi ujian nasional (unas) sebenarnya sangat penting. Yang menjadi masalah, ketika tambahan belajar tersebut membutuhkan dana yang cukup besar sehingga tidak bisa ditangani melalui dana bantuan operasional sekolah (BOS) reguler maupun bantuan operasional sekolah daerah (bosda).
’’Ketika sebagian wali murid setuju membayar dan yang lain tidak, ini yang menjadi masalah,’’ katanya. Karena itu, tutur dia, komisi D sepakat agar bimbingan belajar (bimbel) ditiadakan dari sekolah. Namun, jika orang tua wali dirasa masih membutuhkan pengayaan materi, anak mereka bisa mengikuti bimbel di luar sekolah.
’’Keputusannya, sekolah tidak usah mengadakan bimbel. Tetapi, untuk guru yang mau membuka bimbel di rumah di luar jam sekolah, tidak ada larangan,’’ ungkapnya. Usman menyebutkan, keputusan tersebut merupakan bentuk komitmen pemkab dalam mewujudkan pendidikan gratis 9 tahun di Sidoarjo.
Usman juga menjelaskan, ada beberapa hal yang harus dipenuhi agar pendidikan gratis di Kota Delta berjalan dengan baik. Antara lain, DPRD akan mengakomodasi sarana-prasarana (sarpras) sekolah. Selain itu, pemkab akan menaikkan bosda sesuai standar bantuan operasional satuan pendidikan (BOSP). Jika dua hal tersebut sudah terpenuhi, sekolah harus tetap menjaga komitmen. ’’Kalau melanggar, akan kami beri sanksi,’’ tuturnya.
Hadi Subiyanto, anggota komisi D dari Partai Golkar, menuturkan bahwa saat ini bosda SD masih Rp 20 ribu per siswa tiap bulan. Pihak eksekutif mengusulkan kenaikan bosda SD pada APBD 2017 menjadi Rp 25 ribu. Namun, komisi D akan memperjuangkan dana bosda SD bisa mencapai Rp 29 ribu per siswa tiap bulan.
Sementara itu, dana bosda SMP saat ini masih Rp 37 ribu per siswa tiap bulan. Eksekutif mengusulkan kenaikan bosda menjadi Rp 50 ribu per siswa tiap bulan. Namun, komisi D akan memperjuangkan kenaikan bosda SMP mencapai Rp 70 ribu per siswa tiap bulan. ’’Kami akan usulkan sesuai dengan BOSP. Nanti kami bahas dengan banggar (badan anggaran DPRD, Red),’’ ucapnya.
Meski sekolah tidak boleh membuka tambahan belajar lagi, komisi D meminta guru tetap memberikan pembelajaran yang terbaik kepada muridnya. Tugas sekolah saat ini, memaksimalkan jam pembelajaran. ’’Jangan sampai guru menjadi tidak maksimal mengajar. Guru juga masih boleh membuka tambahan belajar di rumah agar tidak terjadi kesenjangan sosial di sekolah,’’ jelasnya.
Rekomendasi komisi D tersebut diterima oleh SMPN 1 Sidoarjo. Zainul Afani mengungkapkan, pihaknya masih dalam tahap diskusi bersama wali murid. Bahkan, tidak ada maksud untuk memaksa wali murid agar ikut tambahan belajar. Namun, solusi dari komisi D adalah yang terbaik. Pihaknya tetap akan memasang target kelulusan dan nilai unas yang terbaik tahun depan. ’’Sekolah akan tetap memberikan pembelajaran yang maksimal kepada anak didik,’’ ujarnya.
Tirto Adi menyampaikan, pihaknya juga akan menyampaikan keputusan komisi D untuk meniadakan tambahan bimbel di sekolah kepada Kepala Dispendik Mustain Baladan. ’’Kami akan sampaikan. Tentunya, kami juga meminta komisi D membantu menyampaikan ke sekolah,’’ katanya.
Menurut dia, penentuan kebutuhan BOSP sangat penting untuk melaksanakan pendidikan gratis. Sebab, jangan sampai sekolah yang ingin meng- upgrade kualitas pendidikannya menjadi terkendala lantaran penggunaan bosda yang sangat kaku. ’’Sidoarjo ini sudah menjadi barometer pendidikan nasional. Jadi, jangan sampai sekolah kesulitan meng-upgrade kualitas karena biaya sangat terbatas,’’ ungkapnya. (ayu/c20/pri)