Trump Berjaya di Swing States
Itu pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab Trump selama empat tahun ke depan. Yang jelas, kemenangannya itu tidak akan jauh dari kontroversi, dari cibiran-cibiran, baik dari dalam negeri maupun dari berbagai penjuru dunia.
Trump pun sadar betul bahwa kampanyenya telah membuat publik Negeri Paman Sam terbelah. Untuk itu, dalam pidato kemenangannya, dia mengajak semua warga Amerika untuk kembali bersama. ”Kini saatnya Amerika membalut luka. Kita harus melakukannya bersama,” kata Trump di Hotel Hilton Midtown, New York, di depan para pendukung dan keluarganya pada Rabu dini hari (9/11) waktu setempat.
Trump juga berjanji bersikap ramah kepada negara-negara lain. ”Kami akan bersepakat secara adil dengan semua orang dari seluruh negara. Kami akan berkerja sama, bukan konflik. Mencari tempat bersama, bukan memusuhi,” katanya.
Taipan properti dan bintang reality show tersebut menyampaikan pidato kemenangan setelah ditelepon dan mendapat ucapan selamat dari rivalnya, Hillary Clinton. Dia pun menempatkan apresiasi kepada Hillary Clinton pada awal pidatonya. ”Hillary telah bekerja sangat lama dan melewati periode sulit untuk waktu yang lama pula. Kita berutang rasa syukur atas tugas pelayanannya selama ini untuk negara kita,” kata Trump yang disambut tepuk tangan meriah dari para pendukungnya. ”Aku mengungkapkan ini dengan tulus.”
Trump mengajak warga Amerika untuk fokus pada agenda bersama. Termasuk menggandakan pertumbuhan ekonomi sehingga kembali menjadi kekuatan yang diperhitungkan dunia. ”Saya telah menghabiskan seluruh hidup saya dalam bisnis dan melihat potensi yang belum dimanfaatkan dalam proyek-proyek di seluruh dunia,” ujarnya. ” Yang sekarang ingin saya lakukan adalah untuk negara kita. Potensi yang luar biasa,” lanjut Trump.
Hillary Clinton menyampaikan pidato kekalahan di Ballroom New Yorker Hotel. Dengan terbata-bata, Clinton bilang bahwa hasil ini memang menyakitkan. Dia juga meminta maaf tidak bisa memenangkan kontelasi melawan Trump. ”Aku berharap dia (Trump) sukses. Saya merasa bangga dan terhormat,” katanya.
Dia juga bilang bahwa transisi kekuasaan mesti berjalan dengan baik. ”Donald Trump akan jadi presiden kita,” kata Clinton yang didampingi Bill dan anaknya, Chelsea.
Running-mate Clinton, Tim Kaine, memuji koleganya itu. Menurutnya, Clinton sudah membuat banyak sejarah. “Dia juga memenangkan popular vote warga Amerika. Ini luar biasa,” kata Kaine.
Kemenangan Trump itu me- mang benar-benar mengejutkan. Sebelum pemungutan suara, berbagai polling mengarah ke kemenangan Hillary Clinton. Namun, Trump membuat kejutan dengan berjaya di beberapa swing states alias sejumlah negara bagian yang bisa dibilang imbang. Misalnya, Florida, Pennsylvania, dan Ohio.
Trump tidak perlu menang banyak di wilayah abu-abu itu. Cukup menang tipis. Itulah yang dia lakukan. Dengan begitu, total electoral vote- nya mencapai angka 276, mengunci kemenangan. Hillary Clinton hanya mengumpulkan 218 suara.
Hingga berita ini diturunkan, masih ada Minnesota, Michigan, dan New Hampshire, dan satu distrik di Maine yang belum menentukan pemenang final. Namun, votes dari negara-negara bagian itu sudah tidak lagi menentukan siapa yang akan menjadi presiden terpilih.
Kemenangan Trump di sejumlah battleground juga menyakitkan bagi Hillary Clinton. Di Florida, misalnya. Dukungan besar dari Latinos yang menjadi ras paling dihina dalam kampanye Trump tak mampu memberi Hillary Clinton kemenangan di negara bagian dengan 29 electoral votes itu. Padahal, meski Florida adalah basis GOP –sebutan Partai Re- publik– Barack Obama dua kali merebutnya pada Pilpres 2008 dan 2012.
Yang paling mengejutkan adalah Pennsylvania. Negara bagian yang sejak 1992 selalu dimenangi Demokrat itu direbut Trump kali ini. Kekalahan di Pennsylvania itu pula yang membuat Hillary Clinton akhirnya menyerah kalah dan memberikan ucapan selamat kepada Trump.
Hillary Clinton didukung sebagian besar ras Afrika-Amerika, Latinos, serta disokong kelompok mayoritas kulit putih berpendidikan tinggi. Perempuan juga lebih banyak memilihnya. Sebaliknya, Trump didukung mayoritas kulit putih yang tak pernah kuliah serta berdomisili di pinggiran atau kota kecil. Yang mengejutkan, Trump juga memperoleh banyak dukungan dari kelas pekerja.
Dalam exit polls yang diakukan Edison Research disebutkan, sedikitnya tiga di antara lima pemilih mengatakan bahwa AS telah benar-benar berada dalam jalur yang salah. Di antara para voters yang berpendapat itu, 69 persen mendukung Trump. Sedangkan 25 persen memilih Hillary Clinton. Hampir seperempat voters merasa marah terhadap pemerintahan federal. Mereka itulah yang menjadi pendukung utama Trump. (*/c10/ca)