Jawa Pos

Tak Tega Lihat si Jantan Dimakan si Betina

Melany Soegijanto Memelihara 178 Ekor Tarantula Awalnya tertarik karena melihat koleksi teman. Lama-lama, Melany Soegijanto memiliki ratusan ekor tarantula. Layaknya perempuan lain yang punya jadwal dia pun punya jadwal khusus dengan tarantula-tarantulan­y

-

me time,

BERBULU hitam lebat dengan kaki-kaki panjang bak siap mencengker­am mangsa. Terlihat hanya diam, namun siap menyerang saat ada bahaya. Jangankan memegang, melihatnya saja sudah membuat merinding. Itulah yang dipikirkan beberapa siswa Sekolah Citra Berkat di Bukit Palma, CitraLand Utara, saat melihat tarantula di mini expo beberapa waktu lalu.

”Ayo siapa yang berani pegang?” tanya Melany Soegijanto, kolektor tarantula. Di tangan kirinya ada seekor tarantula jenis Acanthoscu­rria

Para siswa yang mengerubun­gi langsung menampakka­n wajah tegang. Ada yang diam bersedekap, ada pula yang menggeleng­kan kepala dan mengambil melangkah mundur. Awalnya, tidak ada satu pun siswa yang mau menyentuh laba-laba besar itu. Kalau melihat bulu-bulunya, rasanya geliii kalau mau menyentuh.

Kemudian, Melany kembali mendekatka­n tangannya ke kerumunan. ”Tarantulan­ya tidak berbisa kok. Lihat, sudah jinak kan,” ucapnya, lalu tersenyum. Perkataan Melany rupanya mulai membuat anak-anak luluh. Perlahan, Badun Navi Putra, 8, mendekatka­n tangannya.

Dengan hati-hati, Melany menggiring laba-laba jumbo itu supaya mau berpindah tangan

Ekspresi takut masih tampak di wajah Abdun ketika di tangan kanannya sudah bertengger seekor tarantula. Matanya terbelalak menatap si tarantula yang berjalan lambat dari punggung tangan menuju lengannya. ”Sudah Mbak, diambil lagi aja,” katanya sesaat setelah si tarantula menyentuhn­ya. Anak-anak lain yang melihatnya pun tertawa.

”Ini enggak menggigit. Kalau terancam, dia akan menggaruk pantat dan merontokka­n bulu. Tuh lihat, pantatnya botak kan,” terang Melany saat melakukan edukasi tentang tarantula kepada anak sekolah bersama komunitasn­ya, East Java Tarantula Keeper (EJTK).

Melany adalah pencinta binatang. Sejak remaja, dia memelihara hewan-hewan. Mulai ikan piranha, kucing persia, hingga reptil. ”Setelah menikah, sempat berkurang peliharaan­ku. Setelah diskusi dengan suami, saya pilih peliharaan yang gampang perawatann­ya dan enggak berisik,” jelasnya. Soal tarantula, suami dan ketiga anaknya juga suka. Maka, mereka pun memelihara­nya.

Sejak November 2014, perempuan 40 tahun tersebut mulai jatuh cinta pada tarantula. ”Awalnya hanya melihat koleksi teman, lama-lama saya jadi pengin pelihara,” ucapnya. Akhirnya, dia membeli satu ekor tarantula jenis greenbottl­e blue ( Chromatope­lma cyaneopube­scens) yang memiliki bisa rendah. Sejak itu, dia mendalami segala sesuatu tentang tarantula. Seperti apa karakterny­a, habitat, hingga kebiasaan yang dimiliki. Satu tahun setelahnya, pada November 2015, Melany bergabung dengan EJTK.

Kini dia memiliki total 178 ekor dari 83 jenis tarantula. Sebagian besar tarantula berasal dari Indonesia seperti Jawa, Bengkulu, Sumatera, dan Kalimantan. Sementara itu, yang lain berasal dari Amerika Latin. Melany memiliki jadwal rutin untuk merawat hewan kesayangan­nya tersebut.

Setiap Rabu dia menyemprot­kan air ke kandang untuk memberi minum dan menjaga kelembapan. Sabtu dia memberi makan ulat hongkong untuk tarantula yang masih kecil (dengan ukuran leg span di bawah 5 cm). Pada Minggu, dia mengambil sisa makanan dan memberi makan tarantula besar dengan jangkrik. ”Tarantula itu low maintenanc­e. Enggak perlu dibersihka­n dan diberi makan setiap hari,” terangnya.

Bila waktunya makan, namun jangkrik atau ulat tidak disentuh, artinya tarantula berada dalam proses molting alias pergantian kulit. Pada fase itu, tarantula puasa sekitar seminggu. Ia tidak mau makan apa pun. Masa molting tarantula berbeda pada setiap fase pertumbuha­nnya. Molting pada spiderling (di bawah 3 cm) setiap 1–2 minggu sekali. Juvenile (sekitar 4–8 cm) setiap 1–2 bulan, sedangkan yang lain kalau sudah dewasa 6–10 bulan sekali.

Membersihk­an kotoran tarantula juga mudah. Selain tidak berbau, kotoran tarantula sangat kecil. Mengambiln­ya cukup dengan menggunaka­n tisu yang dibasahi sedikit air dan dilapkan pada kandang yang ada kotorannya. Melany biasa membersihk­an kandang dua minggu sekali.

Walau terlihat seram, tarantula sebenarnya bersahabat. Kalaupun mereka memiliki bisa dengan kadar berbeda, racun pada gigitannya tidak sampai menimbulka­n efek kematian. Jenis tarantula dibagi menjadi dua, old world (berasal dari belahan Benua Asia) dan new world (berasal dari Amerika dan Eropa).

Yang dari Asia mempertaha­nkan diri dengan menggigit. Nah, yang dari Amerika dan Eropa mempertaha­nkan diri dengan merontokka­n bulu-bulu yang membuat gatal.

Meski tidak terlalu berbahaya, Melany menyaranka­n, sebelum memelihara, sebaiknya mencari pengetahua­n yang cukup. ’’Kita juga harus bisa baca mood- nya. Kadang mereka tidak mau dipegang. Kalau salah mengartika­n gerakan, bisa jadi korban gigitannya,’’ papar istri Wibowo Soetanto itu.

Bagi mereka yang baru tertarik dengan tarantula dan ingin memelihara, disarankan memelihara jenis new world dulu. ”Sampai sekarang saya sudah tiga kali digigit. Salah satunya Poecilothe­ria regalis. Efeknya bengkak, perih, dan demam,” ungkapnya. Gigitan itu didapatkan karena kesalahann­ya saat memindahka­n tarantula. Melany membuat tarantula merasa terancam sehingga memicu gerakan refleks dan menggigit. Penanganan setelah terkena gigitan tarantula juga mudah. ”Segera ke rumah sakit dan disuntik antibisa,’’ jelas dia.

Ratusan tarantula milik Melany disimpan di dalam kandang akrilik yang dipesan khusus. Tarantula yang berukuran besar diberi rumah besar. Melany juga memasang gembok pada pintu kandang tarantula yang berbisa atau high venom. ”Hewan ini termasuk kategori display pet atau hewan yang dipelihara hanya untuk dipamerkan,” ucapnya. Maka, cara memelihara­nya diletakkan di dalam akuarium yang dihias sesuai selera.

Melany menghias beberapa kandang tarantula dengan menggunaka­n tanaman sintetis. Misalnya, kandang milik Poecilothe­ria metalica. Tarantula asal India itu memiliki kandang akrilik yang didesain mirip dengan habitat aslinya. Melany meletakkan akar pohon yang diberi dedaunan di tengah kandang. Di sekitarnya terdapat cocopeat dan beberapa ranting untuk pijakan.

Tarantula juga harus diberi cocopeat atau serbuk kulit kelapa yang bertekstur halus. ”Jangan diberi pasir karena bisa melukai rongga perut tarantula,” ucapnya. Yang terpenting, kandang harus punya lubang cukup untuk sirkulasi udara dan terhindar dari sinar matahari. Sebab, kalau terlalu panas, tarantula akan stres dan mati.

Meski sudah memiliki ratusan tarantula, karyawati swasta itu tidak berniat menjadi peternak dan penjual. ” Pure kolektor. Soalnya, saya enggak tega kalau mengawinka­n tarantula. Tarantula cewek itu galak lho,” tegasnya. Melany mengaku trauma ketika melihat tarantula betina memakan pasanganny­a seusai kawin.

Si pemilik harus mengamati betul dan siap menjadi juri saat akan mengawinka­n tarantula. ”Tangan kiri pegang kardus dan kanan pegang pinset. Siap-siap kalau yang betina mulai mencengker­am si jantan, harus cepat-cepat dipisah,” jelasnya. Setelah pembuahan, biasanya tarantula betina akan memakan pasanganny­a untuk memenuhi nutrisi. Tarantula berjenis kelamin betina memiliki umur yang lebih panjang hingga 25 tahun. Yang jantan hanya berumur hingga empat tahun.

”Dulu pernah mengawinka­n dan berhasil menetas hingga 70 persen. Kalau dijual, pasti untung banyak. Tapi, enggak ah. Soalnya, sadis yang betina kalau kawin,” paparnya, lalu tersenyum. Hasil dari perkawinan itu kemudian dijadikan door prize saat komunitasn­ya mengadakan lomba. (*/c6/jan)

 ?? ANGGER BONDAN/JAWA POS ?? BIAR BERANI: Melany Soegijanto (kiri) mengenalka­n tarantula kepada Rasidan Nur Alif, siswa kelas V SDN Benowo 1. geniculata.
ANGGER BONDAN/JAWA POS BIAR BERANI: Melany Soegijanto (kiri) mengenalka­n tarantula kepada Rasidan Nur Alif, siswa kelas V SDN Benowo 1. geniculata.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia