Sinergikan Kampus untuk Bangun Eks Dolly
SURABAYA – Program campus social responsibility (CSR) yang digagas Dinas Sosial Kota Surabaya kini tidak hanya berfokus pada pengentasan anak putus sekolah dan menjaga anak-anak yang rawan putus sekolah. Fungsi program itu akan diperluas untuk pemberdayaan masyarakat. Salah satu target yang diincar adalah eks lokalisasi Dolly.
Direktur CSR Dinsos Atiyun Najah Indhira mengungkapkan hal tersebut dalam workshop campus social responsibility yang diadakan Pusat Studi Potensi Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) Lembaga Pengabdian dan Pelayanan Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya di ITS kemarin (15/11)
Ayun memaparkan, forum ketua LPPM akan menggandeng berbagai kampus swasta dan negeri di Surabaya untuk turut berkontribusi membangun kawasan Dolly. Tentunya dalam koordinasi dinsos. ”Pada 2017, kami tunggu action dan grand design masing-masing kampus. Apa yang akan mereka gagas untuk Dolly,” katanya.
Dalam diskusi tersebut, dihadirkan Ketua Komunitas Gerakan Melukis Harapan (GMH) Mahadika F. Rois dan Slamet Soegiono, tokoh masyarakat setempat. Juga hadir berbagai kelompok studi di ITS seperti Sosial dan Hukum (Soshum) dan Kelompok Kajian Inovasi Daerah.
Menurut Ketua PDPM-LPPM ITS Setiawan, sasaran utama program pengabdian masyarakat di ITS terdiri atas dua ring. Ring pertama adalah tiga kelurahan di sekitar kampus ITS. Ring kedua adalah masyarakat di daerahdaerah eks lokalisasi. ”Jadi, kami ingin masyarakat merasakan keberadaan kami,” tuturnya.
Para dosen maupun mahasiswa yang akan melangsungkan kegiatan pengabdian masyarakat harus mengikuti desain dan kajian yang telah ditetapkan LPPM. Dengan begitu, program yang dijalankan tidak tumpang tindih.
ITS sudah mempunyai beberapa program pengabdian masyarakat khusus Dolly yang siap dijalankan mulai tahun depan. Di antaranya, membantu kerajinan batik yang sudah dirintis masyarakat setempat. ”Kualitas batik Dolly masih belum sepadan dengan harganya. Jadi, sulit bersaing di pasar,” katanya.
Untuk mencapai itu, Setiawan mengaku telah menemui dan berkonsultasi dengan para ahli batik dari berbagai daerah. Intinya, yang perlu dimaksimalkan oleh industri batik di Dolly adalah motif dan metode pewarnaan. Dua hal tersebut perlu diajarkan kepada warga Dolly.
LPPM ITS akan membantu mengumpulkan dan menyusun berbagai motif batik yang bisa dikembangkan untuk kemudian dijadikan semacam katalog motif batik. Selain itu, akan didatangkan berbagai metode pewarnaan baru yang lebih modern. ”Saya belajar kepada ahli batik. Pewarnaan itu adalah hal yang menentukan,” terang Setiawan. (tau/c6/git)