Mewujudkan Ekonomi Berkeadilan di Jatim
NOVEMBER ini kita memperingati Hari Pahlawan, sebuah hari bersejarah yang sangat menentukan bagi masa depan perjalanan republik ini. Kota Surabaya menjadi saksi bagaimana arek-arek Jawa Timur (Jatim) dengan gagah berani, berbekal ”senjata” seadanya, bertempur dengan pasukan sekutu yang bersenjata lengkap dan jauh lebih berpengalaman di medan perang. Sebuah perlawanan yang hanya bisa tercipta karena semangat berkorban nan bergelora di dada para pejuang di masa itu.
Pertanyaan besarnya: apakah perjuangan para pahlawan tersebut berhenti dengan selesainya pertempuran di Kota Surabaya? Rasanya tidak. Sebab, setiap masa memiliki tantangannya dan setiap tantangan pasti akan melahirkan pahlawannya. Tugas kita ialah membaca tantangan bangsa bagi generasi kita di masa ini agar berikutnya mampu menghadirkan solusi bagi setiap tantangan tersebut.
*** Cita-cita besar para pejuang republik ini adalah setiap anak negeri bisa menikmati kemandirian di semua sisi kehidupan. Salah satunya adalah mandiri dari segi ekonomi. Sangat menarik mengkaji apakah cita-cita yang diperjuangkan 71 tahun yang lalu itu sudah terwujud hari ini. Sudahkah kue ekonomi dinikmati secara adil oleh seluruh anak negeri.
Rasio Gini Jatim tahun 2016 mencapai 0,42 (data BPS), yang mengindikasikan bahwa distribusi kesejahteraan sudah masuk ke dalam kategori timpang. Data lainnya menunjukkan angka pengangguran sebesar kurang lebih 900 ribu atau 0,42 persen dari total angkatan kerja Jatim. Sementara itu, angka kemiskinan pada periode yang sama menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 4,7 juta jiwa atau 12,05 persen dari total penduduk Jatim. Angka-angka tersebut dengan gamblang menunjukkan bahwa masih ada begitu banyak rakyat Jatim yang belum menikmati hasil perjuangan para pahlawan.
Kemiskinan dan kesenjangan distribusi pendapatan adalah fenomena gunung es. Ada sebuah hal mendasar di sisi hulu yang harus lebih dulu diperbaiki agar masalah di hilir dengan sendirinya teratasi. Hulu dari masalah kesenjangan ekonomi tersebut adalah kesenjangan akses terhadap modal. Misal- nya modal dalam bentuk dana segar atau modal dalam bentuk kepemilikan tanah. Di dalam sistem ekonomi yang sangat menguntungkan para pemilik modal seperti di Indonesia ini, kunci awal agar kesejahteraan bisa dinikmati sebanyakbanyaknya warga negara adalah membuka seluas-luasnya akses terhadap aset-aset ekonomi tersebut.
Akses terhadap sumber daya finansial perlu diperluas dengan cara mengurangi hambatan-hambatan yang selama ini bersifat administratif. Legal formal tersebut tidak mampu dipenuhi banyak orang di lapisan terbawah yang justru lebih membutuhkan akses finansial. Lebih jauh, persoalan yang selama ini menjadi kendala dalam akses permodalan adalah adanya syarat jaminan aset bagi calon debitor.
Kondisi tersebut tentu saja sangat bertolak belakang dengan semangat mengentaskan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan. Sebab, masyarakat kurang mampu tidak akan dapat memenuhi persyaratan jaminan itu. Di sinilah pemerintah perlu turut andil memberikan insentif agar perbankan bersedia menyalurkan dananya untuk masyarakat lapisan bawah yang selama ini tidak memenuhi persyaratan kredit perbankan (tidak bankable).
Menilik lebih dalam data kemiskinan, kita akan menjumpai bahwa mayoritas penduduk miskin adalah masyarakat yang berprofesi petani. Di sektor pertanian inilah pekerjaan besar menunggu untuk diselesaikan. Saat ini semakin sedikit generasi muda yang berminat menjadi petani karena insentif finansial yang relatif rendah di sektor tersebut dibanding bekerja di sektor lain.
Maka, yang harus dilakukan agar sektor pertanian ini mampu memberikan kesejahteraan bagi para pelakunya adalah menerapkan langkah-langkah peningkatan pro- duktivitas dan nilai tambah di sektor tersebut. Langkah itu antara lain bisa ditempuh dengan pengolahan lebih lanjut atau mengemas hasil pertanian agar nilainya meningkat di pasaran. Di sinilah pemerintah perlu memberikan dukungan. Sehingga, selain akses modal di awal, petani didukung untuk meningkatkan nilai hasil produksinya.
*** Masih banyak langkah yang bisa ditempuh untuk mewujudkan distribusi kue ekonomi yang lebih berkeadilan. Adalah tugas kita melanjutkan perjuangan para pahlawan. Yakni perjuangan agar seluruh anak negeri bisa hidup mandiri di semua sisi. Tugas kitalah bersama seluruh elemen pemerintahan dan masyarakat yang lain bahu-membahu mewujudkan cita-cita besar yang sudah dicanangkan 10 November 71 tahun yang lalu, saat arek-arek Suroboyo bertempur melawan sekutu. Namun, sekali lagi, musuh kita bukan lagi pasukan bersenjata. Musuh kita saat ini adalah sumber-sumber ketidakadilan di semua bidang. (*) *) Ketua Fraksi PKS DPRD Jawa Timur