Tren Partisipasi Pemilih Menurun
KPU Ajak Calon dan Parpol Aktif Sosialisasi Pilkada
JAKARTA – Minimnya partisipasi masyarakat untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada pilkada 2015 menjadi evaluasi bagi penyelenggara pemilu. Agar partisipasi pemilih di pilkada 2017 meningkat, KPU meminta calon dan partai politik lebih aktif mengajak masyarakat berpartisipasi pada hari pemungutan suara.
” Tidak hanya memaparkan visi-misi programnya. Minimal dia (calon) juga harus menyampaikan bahwa 15 Februari harus datang (ke TPS),” ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah di kantor KPU pusat, Jakarta, kemarin (21/11).
Ferry menegaskan, KPU tidak akan lepas tangan begitu saja. Berbagai upaya strategis juga sudah dilakukan. Dari sisi regulasi, pasangan calon sudah diperbolehkan kembali memproduksi alat peraga. Bahkan, jumlahnya bisa 150 persen dari yang ditetapkan KPUD masing-masing. Hal tersebut berbeda dengan pilkada 2015 yang sepenuhnya diproduksi KPU.
”Kami juga melakukan komunikasi dengan relawan demokrasi, kelompok difabel, pemilih pemula, tokoh perempuan, agama, dan marginal. Kita ajak semua,” kata mantan ketua KPU Jawa Barat tersebut.
Tingkat partisipasi pemilih pada pilkada 2015 memang jeblok di angka 64,02 persen. Jumlah tersebut jauh di bawah target yang dipatok KPU, yakni 77,5 persen. Bahkan, di beberapa daerah angkanya di bawah 50 persen. Misalnya, Kota Medan (18 persen) dan Kabupaten Lamongan (28 persen).
Jika dirunut ke belakang, partisipasi pemilih memang cenderung menurun. Pada Pemilu Legislatif 1999, partisipasi pemilih mencapai 92,60 persen. Setelah itu, menurun menjadi 84,10 persen pada Pileg 2004, turun lagi menjadi 70,90 persen pada Pileg 2009, dan sedikit naik menjadi 75,11 persen pada Pileg 2014.
Untuk pilkada serentak tahun depan, target yang dipasang KPU belum berubah dari sebelumnya. Yakni, 77,5 persen. ”Mudah-mudahan tidak meleset,” tuturnya.
Sementara itu, rendahnya partisipasi kerap disebabkan sikap apatisme yang muncul akibat calon dinilai tidak men- janjikan. Di Kota Medan, misalnya, angka partisipasi yang hanya 18 persen diyakini disebabkan kasus korupsi yang menyeret wali kota dalam beberapa periode. Karena itu, hal tersebut menjadi tantangan calon ataupun partai untuk meyakinkan kapasitas jagoan yang diusung.
Belajar dari kasusu di atas, kemarin KPU Banten me- laun
ching lomba pembuatan aplikasi digital berisi informasi yang menyangkut calon gubernur peserta pilkada Banten. Ketua KPU Banten Agus Supriyatna mengatakan, partisipasi masyarakat di wilayah Banten relatif minim. Berkaca dari pilkada Kabupaten Serang, Pandeglang, dan Kota Tangerang Selatan 2015, angkanya di bawah 60 persen. ”Cuma Kota Cilegon yang di atas 60 persen. Itu pun hanya 62,9 persen,” kata Agus di kantor KPU pusat, Jakarta, kemarin.