1.250 Rumah Milik Rohingya Dibakar
Pemerintah Myanmar Larang Jurnalis Masuk
YANGON – Puluhan ribu etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar, terlunta-lunta. Rumah-rumah mereka rata dengan tanah setelah diserang oleh pasukan pemerintah setempat. PBB menyebut setidaknya 30 ribu orang kehilangan tempat tinggal sejak tentara menyerbu enam minggu yang lalu. Namun, separo jumlah tersebut kehilangan tempat tinggalnya dalam dua hari terakhir gara-gara militer melakukan serangan besar-besaran menggunakan helikopter tempur.
Berdasar analisis gambar satelit yang dirilis Human Rights Watch (HRW) kemarin (21/11), ada sekitar 1.250 bangunan milik etnis Rohingya di Rakhine yang dibakar hingga rata tanah. Sebanyak 820 bangunan di lima desa dirusak pada 10–18 November lalu. Direktur HRW Asia Brad Adams menyebut gambar satelit yang didapatkan tersebut sudah sampai taraf mengkhawatirkan.
Terlebih, sensor di satelit milik HRW itu juga mendeteksi adanya kebakaran di beberapa desa lainnya. ’’Pemerintah Myanmar harus menyelidiki dan menghukum mereka yang bertanggung jawab atas tindakan tersebut,’’ tegas Adams.
Jumlah kerusakan rumah warga yang dipaparkan HRW di atas tersebut jauh dari pernyataan pemerintah. Sebelumnya pemerintah Myanmar mengklaim kurang dari 300 rumah yang rusak akibat bentrokan di desa-desa yang dihuni etnis Rohingya. Pelakunya pun menurut pemerintah bukan pasukan militer, melainkan militan yang ingin membuat pemerintah dan penduduk salah paham.
Pemerintah juga menuding penduduk Rohingya membakar rumah-rumah mereka sendiri untuk menarik perhatian dunia internasional. Namun, paparan penjelasan pemerintah tersebut meragukan. Sebab, jurnalis dan beberapa lembaga lainnya yang ingin memverifikasi pernyataan HRW di atas tidak diberi akses untuk memasuki lokasi. Pengamat internasional yang ingin datang ke lokasi kejadian juga ditolak.
Pemerintah tidak hanya menutup akses untuk melihat kondisi etnis Rohingya. Mereka juga menuding HRW dan para aktivis sebagai bagian dari konspirasi untuk merusak image Myanmar. ’’Alih-alih menanggapi tudingan dengan gaya era militer dan penyangkalan, pemerintah seharusnya cukup melihat fakta-fakta yang ada,’’ tegas Adams. ’’Jika tidak ada yang disembunyikan pemerintah, mereka seharusnya tidak masalah memberikan ak- ses ke jurnalis dan penyelidik HAM,’’ tambahnya.
Selain rumah-rumah yang rata dengan tanah, setidaknya ada 100 orang yang tewas dan 400 orang ditangkap. Namun, para aktivis mengklaim jumlah etnis Rohingya yang tewas jauh dari angka 100 tersebut. Para aktivis dan saksi melaporkan bahwa pasukan militer tidak hanya membunuh warga. Mereka juga memerkosa para perempuan dan menjarah rumah-rumah sebelum akhirnya membakarnya.
Etnis Rohingya di wilayah Rakhine bisa dibilang stateless alias tidak memiliki kewarganegaraan. Jumlah mereka mencapai 1,1 juta orang. Myanmar tidak mau mengakui mereka sebagai warga dan menudingnya sebagai penduduk Bangladesh. Di sisi lain, Bangladesh juga tidak mengakui mereka. (AP/BBC/ DW/sha/c17/any)