Jawa Pos

Dua ABK WNI Diculik Lagi

Di Perairan Sabah, Dibawa ke Filipina

-

JAKARTA – Anak buah kapal (ABK) asal Indonesia benar-benar menjadi sasaran empuk penculikan. Kemarin (21/11) Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi melapor kepada presiden bahwa dua ABK telah diculik di perairan Sabah, Malaysia. Peristiwa itu hanya berselang dua pekan dari penculikan dua ABK asal Indonesia lainnya yang juga terjadi di perairan negeri jiran.

Penculikan dua ABK Indonesia itu terjadi Sabtu (19/11) sekitar pukul 18.30 waktu setempat. Sekelompok pria bersenjata menaiki kapal berbendera Indonesia, kemudian menculik dua orang, yakni kapten kapal Safaruddin, 43, dan asistennya, Sawal, 36. Keduanya berasal dari Desa Tallu Banua, Kecamatan Sendana, Majene, Sulawesi Barat.

Kejadian itu berselang dua pekan setelah penculikan serupa pada 8 November lalu dengan korban ABK asal Buton, Sulawesi Tenggara. Mereka adalah La Utu bin La Raali, 56, dan La Hadi, 46. Keduanya dipastikan diculik kelompok Abu Sayyaf. Dengan begitu, kini total ada 4 WNI yang menjadi korban penculikan dalam sebulan.

Komitmen pemerintah ketiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Filipina, ternyata tidak menjamin berakhirny­a penculikan. Masalah itu kian menyedihka­n karena yang menjadi korban adalah warga negara asal Indonesia saja. Penculik ogah menjadikan warga negara Malaysia maupun Filipina sebagai sasaran penculikan.

Pakar hubungan internasio­nal Universita­s Padjadjara­n Teuku Rezasyah menyatakan, ada pertanyaan besar sehingga warga negara Indonesia menjadi langganan korban penculikan. Ada indikasi, selama ini pemerintah menutup-tutupi sesuatu.

’’Bukan tidak mungkin selama ini para tawanan itu ditebus,’’ kata Teuku Rezasyah. ’’Mungkin saja selama ini di kalangan teroris ada informasi yang sama bahwa pemerintah Indonesia bisa diperas,’’ lanjutnya.

Memang, pada dasarnya, pemerintah Indonesia tidak mau berunding dengan teroris. Namun, tidak ada statemen lebih detail di luar itu. ’’Bisa jadi pemerintah mendiamkan sekiranya masyarakat melakukan inisiatif sendiri (membayar tebusan, Red),’’ lanjutnya.

Dalam masalah penculikan WNI, pemerintah Indonesia seolah hanya bisa menjadi ’’pemadam kebakaran’’. Hanya bereaksi setelah muncul kasus. Reaksi itu pun kurang bisa menimbulka­n efek jera kepada para penculik.

Menlu Retno menyatakan telah mengontak Menlu Malaysia dan penasihat Presiden Rodrigo Duterte dua hari lalu terkait dengan masalah tersebut. ’’Intinya, kembali lagi saya mintakan perhatian karena isu inilah yang saya bawa saat kunjungan terakhir ke Kuala Lumpur, Kinabalu, dan Sandakan,’’ ujarnya kemarin.

Retno juga sudah bertemu dengan para ABK asal Indonesia dan meminta pemerintah Malaysia meningkatk­an pengamanan di perairan wilayah mereka yang berdekatan dengan Filipina. Rencananya, besok (23/11) menteri pertahanan ketiga negara kembali bertemu untuk membahas pengamanan kawasan. Kali ini pembahasan akan menyentuh hal-hal yang lebih teknis.

Berbeda dengan Retno, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyesalka­n masih berlayarny­a kapal Indonesia ke kawasan tersebut. ’’ Kan sudah dibilang, jangan ke situ (perairan Filipina, Red), masih saja ke situ,’’ tegasnya.

Dia juga masih meragukan efektivita­s pemasangan alat deteksi karena posisi kapal tetap di tengah laut. Disinggung mengenai efektivita­s patroli bersama ketiga negara, Ryamizard tampak jengkel. ’’Siapa bilang gagal? Ngarang. Buktinya, Abu Sayyaf sudah 400 (anggotanya) mati. Yang diculik sudah dibebaskan,’’ ujarnya dengan nada tinggi. (byu/tyo/c5/ang)

 ?? GRAFIS: RIZKY JANU/JAWA POS ??
GRAFIS: RIZKY JANU/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia