Kenali Karakter untuk Mendidik Siswa
Peran guru telah bergeser. Mereka tidak lagi jadi satusatunya sumber informasi dengan metode pengajaran satu arah. Saat ini para pendidik harus bisa menyesuaikan dengan kondisi siswa. Guru lebih banyak menjadi fasilitator.
”GURU bukan hanya jadi pendongeng, guru tidak lagi seperti dulu yang melulu menuturi,” ucap Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Sidoarjo Mustain Baladan setelah membuka acara workshop dan lomba penulisan di SMKN 1 Sidoarjo pada Minggu (20/11). Mustain menyebutkan, guru kini harus berfungsi sebagai fasilitator siswa. Mereka memfasilitasi segala kebutuhan pengetahuan peserta didik dengan cara melakukan pendampingan.
Karena itu, guru harus selalu hadir di tengah siswa. Mereka membimbing langsung anak didik dengan mencontohkan hal yang dipelajari. Guru diharapkan lebih tahu karakter masing-masing siswa. Apakah siswa cenderung bisa belajar secara kinestesis, visual, atau auditori.
Dengan mengetahui karakter siswa, guru akan mempunyai gambaran yang jelas untuk mendidik. Sebab, perlakuan anak dengan kecenderungan auditori berbeda dengan kinestesis. ”Dulu waktu masih jadi guru fisika, saya minta anak didik ke halaman sekolah. Saya berikan bola kepada mereka dan meminta mereka menendangnya,” cerita pria kelahiran Sidoarjo, 11 Maret 1965, itu.
Hanya sekali tendangan, mereka lalu menunggu bola tersebut berhenti. Setelah beberapa menit di halaman, para siswa diajak kembali ke kelas. Mereka membahas kegiatan yang baru dilakukan. Hal itu jadi bahan ajar. Ada pengaruh gaya apa? Apa ada pengaruh gravitasi? ”Misalnya lagi, kalau mau belajar agama, anak didik langsung digiring ke masjid. Sebab, anak sekarang belajar di kelas dua jam saja sudah bosan,” jelas Mustain tentang teknik mengajar murid saat ini.
Sementara itu, SMKN 1 Sidoarjo melakukan survei terhadap murid baru setiap tahun pelajaran baru. ”Kami sebut itu survei gali kecerdasan siswa. Ahli psikologi didatangkan langsung,” jelas guru pendidikan jasmani, kesehatan, dan olahraga SMKN 1 Sidoarjo Abdul Majid Hariadi.
Sejumlah rangkaian tes harus dilakukan siswa untuk mengetahui kecenderungan mereka. Hasilnya, mayoritas kecerdasan 1.244 anak adalah kinestesis. Para murid cenderung lebih mudah menyerap ilmu dengan metode praktik langsung. Mereka terlibat langsung dalam hal yang dipelajari. Karena itu, guru yang hanya mengajak belajar di kelas serta mendikte jelas akan ditinggalkan siswa. ”Hari gini hanya didikte,” celetuk Majid saat menirukan guyonan siswanya.
Lantaran SMK, mereka banyak melakukan praktik. Namun, pelajaran umum ternyata lebih mudah diserap jika praktik langsung. Misalnya, pelajaran sejarah, mereka lebih mudah menerima ilmu dengan berperan. Misalnya, membuat film tentang sejarah tertentu. Selain itu, mereka mementaskan drama dengan tema sejarah tertentu. ”Mereka akan mempelajari sejarah tersebut dan lebih awet ingat,” ujar Waka Kesiswaan SMKN 1 Sidoarjo Slamet Darwanto.
Namun, pasti ada karakter siswa yang berbeda. Agar tetap terfasilitasi, strategi pembelajaran harus dilakukan variatif dan mampu mengayomi segala jenis karakter siswa. Misalnya, pembelajaran budaya literasi. Salah satu strategi belajar adalah mengikuti lomba yang berkaitan dengan literasi. ”Kami menyelenggarakan lomba penulisan untuk SD, SMP, dan SMA se-Sidoarjo. Baik menulis puisi, cerpen, maupun esai. Ada 177 siswa yang ikut. Hal itu jadi bentuk belajar bagi semua yang ikut baik dari sini atau lain. Temanya adalah isu peduli lingkungan yang selalu jadi bahasan hangat,” jelasnya. ( uzi/c16/dio)