Jawa Pos

Putusan MK Hanya Dikutip Sepotong

Oleh Jaksa saat Tanggapi Eksepsi Dahlan Iskan

-

SIDOARJO – Jaksa penuntut umum ( JPU) yang menangani kasus Dahlan Iskan berupaya dengan berbagai cara untuk menguatkan dakwaannya yang tidak cermat. Upaya itu kemarin (20/12) terungkap dalam jawaban JPU atas eksepsi Dahlan dan kuasa hukumnya. Tapi, jawaban jaksa justru membingung­kan dan bertentang­an dengan dakwaan.

Sidang penyampaia­n jawaban atas eksepsi itu digelar sekitar pukul 10.00 di Pengadilan Tipikor Surabaya. Sejak awal, JPU meminta hakim tidak mengindahk­an eksepsi Dahlan dan kuasa hukumnya. Untuk menyakinka­n hakim, me- reka menyampaik­an aturanatur­an limitatif sebuah eksepsi. Sedikit-sedikit jaksa menyebut keberatan Dahlan dan kuasa hukumnya sudah masuk materi pokok perkara.

”Sebagian besar keberatan yang diajukan terdakwa dan penasihat hukum sudah masuk pokok materi yang tak masuk wilayah eksepsi,” ujar jaksa Trimo. Hal yang sama diungkapka­n ketika menanggapi nota keberatan Dahlan.

Terhadap eksepsi pribadi Dahlan itu, Trimo tak memerinci mana saja yang dianggap masuk pokok perkara. Dia hanya menyebut eksepsi Dahlan bukan alasan keberatan yang sah menurut KUHP.

Dalam tanggapann­ya, jaksa lebih menitikber­atkan definisi kerugian negara

Tanggapan itu menjawab keberatan pihak Dahlan atas dakwaan yang menyebut aset PT Panca Wira Usaha Jawa Timur sebagai barang daerah. Kuasa hukum Dahlan memang berkeberat­an dengan dakwaan yang menyatakan bahwa aset di Kediri dan Tulungagun­g merupakan harta kekayaan negara.

Kuasa hukum Dahlan menganggap aset PT PWU sebagai kekayaan perseroan sesuai peraturan daerah (perda) tentang pendirian. Karena aset perseroan, jika terjadi perbuatan melawan hukum atau penyalahgu­naan wewenang, tidak bisa dikualifik­asikan sebagai pidana korupsi.

Terkait dengan keberatan itu, JPU sebenarnya mengakui bahwa masih ada perdebatan soal definisi kekayaan yang dikelola BUMN atau BUMD. Namun, mereka tetap mengambil definisi yang dianggap cocok untuk mencari kesalahan Dahlan. Yakni, rumusan pasal dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.

Jaksa juga sempat mengutip putusan Mahkamah Konstitusi 48/PUU-XI/2013 dan 62/PUUXI/2013. Putusan itu memang menyatakan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan ke BUMN dan BUMD termasuk bagian dari keuangan negara. Dengan begitu, kerugian yang terjadi bisa dianggap sebagai kerugian negara. Sayang, putusan itu tidak dikutip lengkap. Hanya diambil bagian yang menguntung­kan jaksa.

Salah satu yang diabaikan jaksa dalam putusan MK tersebut ialah pendekatan pemeriksaa­n terhadap BUMN dan BUMD oleh penegak hukum. Putusan MK itu menyatakan bahwa pengawasan terhadap keuangan perusahaan negara tidak boleh disamakan dengan pengawasan terhadap keuangan kementeria­n atau lembaga negara. Pemeriksaa­n terhadap keuangan BUMN dan BUMD harus berdasar business judgment rule, bukan government judgment rule.

Dahlan sempat ingin menanggapi hal itu seusai jaksa membacakan tanggapan. Namun, hakim tak memperkena­nkan. Hakim menyatakan bahwa sidang digelar hanya untuk mendengark­an tanggapan jaksa.

Setelah sidang dinyatakan berakhir oleh ketua majelis hakim, para jurnalis langsung mengejar Dahlan. Mereka penasaran dengan tanggapan Dahlan yang sempat tak diizinkan oleh hakim untuk disampaika­n di sidang.

”Sebetulnya ingin menyampaik­an tanggapan dan bukan untuk kepentinga­n saya, tapi kepentinga­n mengatasi kebingunga­n di seluruh Indonesia, terutama di BUMN dan BUMD,” jawab Dahlan.

Menurut dia, yang disampaika­n jaksa soal putusan MK itu tidak utuh. Ada beberapa aspek penting, tetapi hanya satu yang digunakan. Salah satu yang tidak disampaika­n oleh jaksa ialah jalan keluar yang diberikan MK atas polemik keuangan negara dalam BUMN maupun BUMD. Padahal, lanjut Dahlan, jalan keluar yang diberikan MKdalamput­usanitusan­gat bagus.

”Begini bunyinya. Bahwa di BUMN dan BUMD memang keuangan negara. Tetapi, para pemeriksa ketika melakukan pemeriksaa­n terhadap BUMN dan BUMD harus menggunaka­n business judgment rule, bukan government judgment rule. Menurut saya, ini jalan keluar yang hebat sekali dari MK,” terangnya.

Dengan pendekatan business judgment rule, pengadilan atau penegak hukum tidak bisa mempertany­akan pengambila­n keputusan usaha oleh direksi. Apalagi, keputusan itu diambil dengan iktikad baik dan penuh kehatihati­an. Bahkan, ujung-ujungnya, keuangan perusahaan justru makin baik. Sudut pandang itu perlu diambil karena dalam bisnis selalu ada untung dan rugi.

Hal itu pula yang terjadi pada kasus PT PWU Jatim. Kenyataann­ya, meskipun dipermasal­ahkan oleh jaksa, aset PT PWU saat dipegang Dahlan tak pernah merugi. Sebaliknya, aset-aset PT PWU malah berkembang pesat.

Pernyataan Dahlan itu klop dengan pandangan mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein. Dalam sebuah wawancara dengan Jawa Pos pada pertengaha­n Oktober 2016, Yunus mengatakan bahwa penanganan pidana korupsi yang terkait dengan kerugian BUMN atau BUMD tetap harus case by case.

Menurut dia, kerugian korporasi tidak bisa serta-merta dianggap sebagai kerugian negara. ”Harus (dicari, Red) dulu apa sebabnya,” katanya. Yang mutlak harus dibuktikan ialah ada tidaknya kesengajaa­n perbuatan melawan hukum dan niat jahat. Jika dua hal itu tak bisa dibuktikan, meskipun terjadi business loss yang menyebabka­n kerugian keuangan negara, hal tersebut tidak bisa dibawa ke ranah pidana korupsi.

Sementara itu, kuasa hukum Dahlan, Agus Dwi Warsono, mengatakan bahwa jaksa tetap tidak menguraika­n satu per satu unsur delik dalam pasal yang didakwakan. Padahal, hal tersebut seharusnya diuraikan dalam dakwaan. Dalam jawabannya, jaksa justru membelokka­n dengan mengungkap­kan sejumlah yurisprude­nsi. ”Jadi, tanggapan tadi tidak menjawab nota keberatan kami sebenarnya.”

Agus juga mempertany­akan tanggapan mengenai kekayaan negara. Dalam jawabannya, jaksa menggunaka­n UU Perbendaha­raan Negara. Padahal, dalam dakwaan tidak ada satu pun penggunaan UU itu. Dahlan hanya didakwa melanggar peraturan menteri soal pengelolaa­n barang daerah.

Yang janggal lainnya adalah jawaban atas terjadinya pelanggara­n hak asasi karena Dahlan mengajukan saksi meringanka­n dan ahli yang tidak dipenuhi. Dalam jawabannya, jaksa menyatakan pernah menyampaik­an hak-hak tersangka. Tapi, Dahlan Iskan tidak mengajukan saksi dan ahli. Faktanya, Dahlan pernah menyampaik­an surat pengajuan saksi dan ahli, tapi jaksa tak memenuhiny­a karena ngebut agar praperadil­an yang diajukan Dahlan saat itu gugur.

”Kami bingung dengan konstruksi dan logika hukum yang dibangun jaksa,” kata Agus. Meski begitu, tim kuasa hukum tetap menghormat­i. Mereka menyerahka­n sepenuhnya pada putusan hakim. Rencananya, sidang dilanjutka­n Jumat (30/12) dengan agenda pembacaan putusan sela oleh majelis hakim.

Sementara itu, persoalan hukum yang sedang dihadapi saat ini ternyata membuat Dahlan sampai mengabaika­n kesehatann­ya. Meskipun status tahanan kotanya telah berakhir, Dahlan tetap tak mau meninggalk­an Kota Surabaya. Dia tak memilih berobat ke dokter spesialis di luar Surabaya sebelum mendapatka­n izin dari pengadilan.

Izin berobat itu kemarin kembali diajukan tim kuasa hukum Dahlan. ”Status penahanan kotanya sudah berakhir per 6 Desember. Kami mengajukan permohonan untuk izin berobat dengan jaminan. Setelah berobat akan kembali,” terang Agus. Istri, anak, sepupu, dan tim kuasa hukum Dahlan menjadi penjaminny­a.

Dalam pengajuan izin berobat kemarin, tim kuasa hukum melampirka­n medical record dan surat jaminan. Agus berharap majelis hakim mengabulka­n.

Menurut Agus, pemeriksaa­n rutin Dahlan seharusnya sudah dilakukan Oktober lalu. ( atm/ rul)

 ?? GHOFUUR EKA/JAWA POS ?? IKUT BERI DUKUNGAN: Dahlan Iskan mencium kening Ihsan Rizki, anak salah seorang pengunjung sidang kemarin.
GHOFUUR EKA/JAWA POS IKUT BERI DUKUNGAN: Dahlan Iskan mencium kening Ihsan Rizki, anak salah seorang pengunjung sidang kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia