Jawa Pos

Berawal dari LeBron yang Terluka di Kepala

Pengalaman Memotret dari Pinggir Lapangan Arena-Arena Megah NBA (1) Kontributo­r Jawa Pos Bobby Arifin lagi-lagi mendapat kesempatan yang sangat istimewa, memotret dari pinggir lapangan tim NBA. Kemarin dia berada di Chesapeake Energy Arena, kandang Oklaho

-

SEBAGAI media yang terus berusaha menjadi yang terbaik di tanah air, Jawa Pos tentu harus berusaha semaksimal-maksimalny­a memanjakan pembacanya. Bagaimana caranya? Ha rus tampil eksklusif. Itu tidak bisa ditawar. Jika hanya ber modal berita dari internet dan foto dari situs-situs online, tentu banyak yang bisa melakukann­ya.

Tantangan yang harus dihadapi adalah tampil lugas, beda, lebih maju, dan mungkin jika perlu tampil against the stream. Supaya beda, mau tidak mau harus berada di lokasi pertanding­an. Berada langsung di sumbernya. Meliput langsung. Memotret langsung.

Proses akreditasi sebagai fotografer resmi NBA memang sulit. Dan itu menjadi lebih rumit sejak awal musim 2016–2017. Semua itu bermula pada 12 Juni 2015. Saat itu final NBA. Ketika itu, superstar Cleveland Cavaliers LeBron James terluka di kepalanya karena tidak sengaja menghantam kamera TV di pinggir lapangan saat mengejar lose-ball.

Sejak itulah, NBA mengeluark­an peraturan baru. Yakni, jumlah fotografer dan kamerawan TV dikurangi. Tujuannya, ada ruang yang cukup bagi pemain yang mengejar dan berjibaku mendapatka­n bola di baseline.

Alhasil, kontributo­r Jawa Pos yang sejak musim 2012 melenggang santai mendapat akreditasi fotografer dibikin pusing tujuh keliling. Pengalaman meliput NBA sejak 1998 serasa tidak digubris. Ini bicara soal safety pemain terbaik di dunia. Semua start mulai nol!

NBA Amerika, NBA Asia, semua mewanti-wanti saya untuk tidak berharap mendapatka­n spot di baseline lagi. ’’Anda boleh berharap, Anda boleh bermimpi. Tetapi, kami pastikan Anda hanya boleh memotret di platform atas di lantai satu. Tidak di floor lagi,’’ kata Mark Fischel, media credential­ing & special projects NBA, berkali-kali memperinga­tkan saya. Sebab, saya masih ngotot untuk memotret dari pinggir lapangan.

Mengapa? Untuk mendapat foto dengan momen yang terbaik, kita memang harus berada di pinggir lapangan. Itulah juga alasan penonton yang berkocek tebal mau membeli tiket seharga ribuan USD hanya untuk mendapat kursi di pinggir lapangan alias courtside.

Bukan hanya sekadar gaya. Tapi semuanya bisa lebih dinikmati jika Anda berada di courtside. Suara gedebak-gedebuk pemain. Umpatan pemain yang sedang kesal,wasityangm­emperingat­kan pemain, semuanya bisa didengar dengan sangat jelas.

Belum lagi jika ada pemain yang berbaik hati memberi salam kepada penonton di pinggir lapangan. Emosi penonton yang duduk di courtside lebih mudah diaduk-aduk. Sebab jarak antara penonton dan pemain begitu dekat.

Belum lagi jika cheerleade­r menyajikan tarian yang begitu menggairah­kan pertanding­an. Dengan pakaian yang sangat seksi, mereka harus tampil berani.

Bayangkan jika penari-penari itu hanya berjarak tiga meter dari mata penonton. Hmmm….. Bedalah ya... (bersambung)

 ??  ?? SEGAR: Penampilan Thunder Girls dance team memberikan hiburan kepada fans Thunder di Chesapeake Energy Arena.
SEGAR: Penampilan Thunder Girls dance team memberikan hiburan kepada fans Thunder di Chesapeake Energy Arena.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia