Wawali Temui Sekkab Bahas Kewenangan
SURABAYA – Berbagai macam cara dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya agar SMA/ SMK tetap gratis. Mulai melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga melobi Gubernur Jatim Soekarwo. Tapi, itu masih belum berhasil.
Kali ini Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana akan menemui Sekretaris Kabinet Pramono Anung untuk meminta kewenangan SMA/SMK tetap di Surabaya
Wisnu mengatakan, upaya itu dilakukan karena gubernur belum memberikan lampu hijau kepada Surabaya untuk mengelola SMA/ SMK. Pakde Karwo, sapaan Soekarwo, tidak berani memberikan kewenangan SMA/SMK ke Surabaya. Jika dilakukan, dia melangkahi instruksi UndangUndang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Aturan itulah yang mendelegasikan kewenangan SMA/SMK ke provinsi.
Pada 1 Desember lalu, Pakde Karwo memerintah Kabag Hukum Pemkot Surabaya membuat formulasi anggaran supaya SMASMK tetap gratis. Formulasi tersebut akan dikonsultasikan dengan Kabiro Hukum Provinsi Jatim, lalu dibawa ke Kementerian dalam Negeri (Kemendagri). ”Sejauh ini belum ada titik temu,” ujar Wisnu di lobi Balai Kota Surabaya kemarin (20/12).
Karena upaya itu alot, Surabaya bakal memohon ke pemerintah pusat. Dia mengatakan, Risma telah mendatangi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Senin (19/12). Hari ini (21/12) giliran Wisnu bersafari ke Jakarta. ”Saya ditugaskan ke Jakarta untuk bertemu sekretaris kabinet,” ujar alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tersebut.
Pria kelahiran 22 Oktober 1974 itu meminta pemerintah pusat ikut mencari solusi. Harapannya, ada perlakuan khusus bagi Surabaya. Kedatangannya dilakukan untuk mendorong diskresi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. ”Mungkin bisa lewat perpres (peraturan presiden) atau surat edaran menteri,” ujarnya.
Wisnu yakin masih ada kemungkinan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bisa didiskresi. Dia mencontohkan peralihan kewenangan terminal tipe A ke pemerintah pusat yang ditunda setelah ada perpres. ”Ada kemungkinan itu. Maka, melobi ke pusat. Sampai titik darah penghabisan,” ucapnya, lalu bergegas masuk ke lift.
Pakar hukum tata negara Universitas Airlangga Radian Salman berpandangan lain. Menurut dia, undang-undang tidak bisa didiskresi dengan aturan di bawahnya. Surat edaran menteri yang diminta hanya berisi aturan agar bantuan keuangan dari kota ke provinsi memungkinkan. ”Saya kira substansi surat edaran bukan tentang kewenangan. Tapi, tentang partisipasi antarjenjang pemerintahan,” paparnya.
Menurut dia, satu-satunya opsi yang bisa diambil agar SMA/ SMK tetap gratis hanya bantuan keuangan. Namun, belum ada kasus saat kota atau kabupaten memberikan bantuan keuangan ke provinsi. Gubernur Jatim pun menolak mekanisme itu karena menganggap Pemprov Jatim mampu menjalankan SMA/SMK sesuai aturan. Nah, di situlah surat edaran tersebut berfungsi. Mempertegas boleh tidaknya bantuan keuangan.
Radian menambahkan, perpres juga bukan solusi selama permintaan Surabaya adalah kewenangan. ”Kewenangan lahir dari undang-undang. Jadi, ya tidak bisa. Aturan di bawahnya hanya tentang mekanisme,” ujarnya.
Pemkot Surabaya dikejar waktu. Sebab, APBD Surabaya bakal disahkan pada 31 Desember. Hanya tersisa 10 hari lagi. Jika kebijakan tidak ditemukan, wali murid SMA/SMK dipastikan bakal membayar biaya sekolah per 1 Januari 2017. (sal/c6/dos)