Jawa Pos

Relasi Makanan dengan Politik, Sosial, dan Budaya

Lewat Jejak Rasa Nusantara, Sejarah Makanan Indonesia, Fadly Rahman akan mengajak kita bertualang, menyusuri hingga ke lorong sejarah paling purba sejarah perkembang­an makanan di Indonesia. Makanan Nusantara dikonstruk­si sejak abad ke-10.

- ARIF YUDISTIRA Penulis adalah tuan rumah Pondok Filsafat Solo, kontributo­r di bukuonline­store.com

BISA dibilang, orang sekarang terlampau naif memersepsi­kan antara makanan modern dan makanan tradisiona­l dengan hanya berdasar nama semata. Tanpa merujuk pada sejarah makanan di negeri kita. Inilah pandangan yang perlu kita luruskan.

Makanan bertaut erat dengan sosial, ekonomi, dan politik. Perkembang­an peradaban ikut serta memengaruh­i cara kita memperlaku­kan dan mengurusi makanan.

Kita bisa menengok jauh ke belakang saat ketela menjadi makanan ringan. Seiring dengan berkembang­nya cara penyajian dan teknologi, ketela pun berubah.

Kini, di sekitar kampus, misalnya, banyak menu makanan berbahan dasar ketela yang diolah dan dikemas menjadi macammacam menu dengan berbagai kreasi. Ada Q-tela, ada ketela keju, aneka getuk, maupun makanan ringan lain.

Lewat bukunya, Jejak Rasa Nusantara, Sejarah Makanan Indonesia, Fadly Rahman akan mengajak kita bertualang menyusuri hingga ke lorong sejarah paling purba sejarah perkembang­an makanan di Indonesia.

Di awal buku, Fadly mengisahka­n dengan kalimat tanya yang menggeliti­k dari seorang Schuurmans ketika mengolok-olok makanan Indonesia: ’’Di manakah adiboga Indonesia?’’ Dari latar belakang itulah, Fadly merasa tertantang untuk menelisik serta mendedah kepustakaa­n lampau. Hasilnya, dia menemukan, sejarah makanan kita tidak bisa dilepaskan dari unsur politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Makanan Nusantara sebenarnya dikonstruk­si semenjak abad ke10 seiring masuknya pengaruh cita rasa Tionghoa, India, dan Arab. Pada abad yang sama pula, mulai muncul kolonialis­me yang mengangkat simbol gold, glory, and gospel. Salah satu yang mereka cari hingga sampai ke Nusantara adalah rempah-rempah. Selain membawa pengaruh ke Eropa, rempah-rempah di Nusantara kala itu mendapatka­n pengaruh dari India.

Abad ke-16 menjadi penanda penting dalam pergeseran budaya makan di Nusantara menuju cita rasa baru. Saat itu muncul tanaman seperti sukun di Indonesia Timur yang dijadikan makanan pengganti nasi.

Pelan-pelan zaman bergerak, pada abad ke-18, selera makan dan makanan kita tidak lepas dari pengaruh unsur politik. Kolonialis­me di era Daendels dan Raffles, misalnya, mengubah bagaimana orang Jawa mengonsums­i makanan.

Jawa yang begitu kaya makanan tiba-tiba disempitka­n untuk mengonsums­i makanan tertentu.

Ada yang menarik di abad ke-19. Yakni, dimulainya tradisi cetak dalam urusan makanan. Yakni, pembukuan makanan melalui Serat Centhini yang menghimpun khazanah klasik Jawa. Mulai soal Islam, sejarah, sampai urusan kuliner.

Salah satu makanan unik di Serat Centhini adalah sekul lemeng. Makanan ini digambarka­n seperti ketan yang telah ditanak, ayam panggang dicacah diberi santan kental, ditaruh di atas daun kelapa muda yang dianyam berbentuk seperti piring besar, sambal windu dari kemiri linemeng dalam bumbung petung (hal 69). Di abad ini pula semakin banyak muncul resep masakan yang ikut memengaruh­i bagaimana pembaca dipengaruh­i dalam menentukan kualitas rasa kuliner mereka.

Sementara itu, pada awal abad ke-20, di era Soekarno muncul istilah makanan nasional melalui penulisan buku resep nasional, Mustika Rasa. Di era 50-60-an itulah terjadi tonggak perubahan dalam hal kuliner.

Membaca buku ini akan memperkaya pengetahua­n kita tentang sejarah kuliner dan makanan yang ada di negeri kita. Harapannya, kesadaran kuliner itu ikut membentuk cara kita di dalam mengolah, memasak, sampai menyajikan aneka kuliner menjadi lebih kreatif dan inovatif. (*)

 ??  ?? JUDUL Jejak Rasa Nusantara, Sejarah Makanan Indonesia PENULIS Fadly Rahman PENERBIT Gramedia Pustaka Utama CETAKAN Pertama 2016 TEBAL 396 halaman
JUDUL Jejak Rasa Nusantara, Sejarah Makanan Indonesia PENULIS Fadly Rahman PENERBIT Gramedia Pustaka Utama CETAKAN Pertama 2016 TEBAL 396 halaman
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia