Jawa Pos

Tante Telolet Tante

-

Ada uang abang disayang Tak uang abang ditendang...

UNGKAPAN itu masih bisa diperdebat­kan. Jangan anggap angin lalu adanya perempuan tipe lain. Mereka tetap menyayangi abangnya dalam keadaan suka dan duka, dalam keadaan punya berlembar-lembar gambar pasangan Bung Karno-Bung Hatta maupun tidak. Yang tak bisa diperdebat­kan lagi meniko: Mau bergambar apa pun lembaran berharga itu, dan mau versi baru atau versi lama penampakan lembaran itu, nasib uang zaman sekarang tetap saja memprihati­nkan. Mereka sudah tidak ada lagi yang dislempitk­an di beha ibuibu kayak zaman dahulu kala.

Sepertinya perkara amat penting itulah yang sekarang sedang dipikirpik­ir oleh Sabdo Palon. Tokoh spiritual ini kaget ketika Bagong dapat menebak pikirannya lalu bertanya, ’’Berarti, Bung Sabdo, perempuan zaman sekarang sudah tidak ada yang pakai beha?’’ Waduh! Menarik kesimpulan secara sembrono model begini bisa bikin runyam. Salahsalah malah menjadi biangnya cek-cok. Kok untungnya tentang beha, bukan tentang yang lain-lain. Coba kalau tentang Tuhan?

Sebabnya begini, lho. Menurut Budak Angon, dulu sekali hampir saja ada perkelahia­n masal di antara dua kubu masyarakat gegara yang satu bilang bahwa mereka bisa memiliki apa yang tidak dimiliki oleh Tuhan.

’’Heh! Jangan sembarang ngebacot kalian, ya! Tuhan itu Maha Segalanya. Masa’ Dia tak bisa memiliki apa yang kalian miliki..!!!???”

Ternyata yang dimaksud oleh kelompok itu bahwa Tuhan tidak memiliki istri. ’’Sedang kami semua punya istri. Tuhan tidak punya anak. Kami punya anak. Malah kami punya orang tua juga. Tuhan?”

Akhirnya kedua kotak warga itu berangkula­n dan saling tertawa. Parang yang sudah diasah tak ada gunanya lagi. Pisau yang sudah terhunus pun disarungka­n kembali. Roti kalung, linggis, bambu runcing, dan lain-lain mangkrak. Mbok Jamu menyaksika­n semua itu sembari mesam-mesem.

Mari balik lagi ke perkara yang dikenakan oleh Mbok Jamu, yaitu beha...

Ponokawan Petruk meralat pertanyaan Bagong. ’’Berarti, Pak Sabdo, Sampeyan sekarang sudah terlalu lama tinggal di kota? Jarang pergi ke dusun-dusun? Beberapa uang di sana mungkin nasibnya masih lumayan baik. Ayolah sekali-sekali ke daerah. Sampeyan ini sudah kayak wartawan saja. Seolaholah pilkada hanya ada di ibu kota. Pilkada di luar Jakarta dianggap lebih sepi dari kuburan.”

*** Masih tentang uang. Banyak yang Natalan dan tahun baru-an tanpa baju baru tapi mengantong­i uang dengan penampakan baru.

Masih juga tentang uang, ini pesanpesan Sabdo Palon, Budak Angon, dan juga saudagar Ong King Hong ke Mbok Jamu:Dalammemim­pinmasyara­katnanti jangan sampai kedekatan warga terhadap Sampeyan cuma seperti karibnya uang ke Sampeyan. Tiap hari lengket di badan. Tiap hari Sampeyan lekatkan di batin, tapi tega-teganya Sampeyan sampai ndak tahu tulisan apa saja yang tertera pada lembaranny­a. Tanda tangan siapa saja yang ada di situ. Jangan seperti itu! Jangan sampai Sampeyan ndak sempat membaca isi hati rakyat. Tiap hari rakyat hanya kalian hitungi jumlahnya tapi tidak dibaca aspirasiny­a.

Lebih khusus lagi Ong King Hong mengimbuhi, ’’Bukan cuma tulisan. Bahkan banyak sekali yang tidak tahu sebenarnya gambar siapa yang ada di lembaran uang. Soekarno-Hatta kebetulan saja ngetop banget. Orang melihat lembaran uang sekelebat saja sudah langsung tahu beliau. Bagaimana dengan gambar yang selain Soekarno-Hatta?” Bumi gonjang ganjing ...

Setelah membabar nasihat-nasihatnya ketiga tokoh itu seketika berubah ke wujud aslinya: Batu!!! Mbok Jamu sesekali membersihk­an lumut-lumut yang tumbuh pada tubuh patung mereka.

Menjelang pembersiha­n yang kesekian selama kurun beberapa tahun terbersit pikiran di benak Mbok Jamu: Sama-sama kertas tapi seburukbur­uknya nasib uang tak lebih buruk daripada nasib tisu.

’’Orang-orang tidak tersinggun­g dibilang sedang melakukan pengalihan uang ketika mereka melakukan pemindahan uang. Tapi orang-orang yang melakukan hal yang sama, yang melakukan pemindahan tisu dari meja yang satu ke meja lainnya lantas disebut melakukan pengalihan tisu, kok tersinggun­g!? Mereka meradang jangan sebut kami melakukan pengalihan tisu... Tidak!!! Kami tak melakukan pengalihan tisu... Kami cuma melakukan pemindahan tisu, pergerakan tisu, pergeseran tisu... atau, ah, ya apa sajalah sebutannya pokoknya jangan sebut-sebut kami melakukan pengalihan tisu!!!”

*** Lama tercenung di depan arca Sabdo Palon, Budak Angon dan Ong King Hong, timbul firasat lain pada Mbok Jamu. ’’Jangan-jangan lumut ini yang merantak ke wilayah permukaan tubuh mereka tidak semuanya masuk secara legal. Sebagian masuknya bisa saja secara ilegal, yaitu bukan karena sebabakiba­t resmi dari hukum alam seperti faktor kelembaban dan lain-lain,” pikir Mbok Jamu sambil mengelus-elus rambut yang jatuh di keningnya.

Agar tak menimbulka­n isu-isu tidak jelas, Mbok Jamu tak mau asal menduga. Ia usung patung-patung itu ke ahli lumut. Konon ahli-ahli lumut itu masuk ilegal ke negara Mbok Jamu, tapi konon legal. Yang pro pendapat bahwa mereka pekerja legal bilang, ’’Jangan asal njeplak. Jumlah pekerja ilegal asing itu tak ada datanya.” Yang pro bahwa mereka pekerja ilegal membalas, ’’Lho, yang namanya ilegal pasti tidak tercatat dong!” Ah, embuh, wis. Mana yang benar. Mestinya aparat negara jangan raguragu memihak yang benar. Ini agar para pemimpin terbebas dari sangkaan ’’pemindahan tisu”. Di suatu negara, yang boleh ragu-ragu cuma perawan pas dipinang. Jika aparat negara saja sudah ragu, akan tambah bagaimana lagi nanti keraguan para perawan pas akan dipinang? Terus bagaimana masa depan para peminang?

Tapi, ah, sudahlah! Pokoknya Mbok Jamu terus mengemudi bus yang lama terparkir di pinggir jalan. Pemiliknya entah ngacir ke mana. Dengan bus warna merah-putih itu ia angkut ketiga patung lumutannya.

’’Om telolet Om... Om telolet Om...,” teriak anak-anak di suatu persimpang­an sejarah. Tak direspons, anak-anak itu sambil mengacung-acungkan uang dan makin kencang berseru, ’’Om telolet Om...”

’’Hush! Aku tante... Bukan Om! Emang orang yang pakai beha ndak bisa pegang kemudi!!!?” pekik Mbok Jamu sebelum akhirnya mematung, kembali menjadi batu, menamatkan serial Sabdo PalonBudak Angon. (*) Sujiwo Tejo tinggal di www.sujiwotejo.net / twitter @sudjiwoted­jo / instagram @president_jancukers

 ?? ILUSTRASI BUDIONO/JAWA POS ??
ILUSTRASI BUDIONO/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia