Sekali-Sekali Beri Efek Entakan
Lahir dari keluarga guru tidak lantas membuat Hamdiyatur Rohmah ingin menjadi salah satunya. Menghindar sedemikian rupa, anak ke-3 di antara lima bersaudara itu akhirnya tidak bisa jauh dari dunia pendidikan. Lebih Dekat dengan Ustadah Gaul SAIM Hamdiyatu
ANAK autis adalah tantangan pertama yang harus dihadapi Hamdiyatur Rohmah ketika pertama mengajar kelas II di Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM). Sebagai alumnus Siasah Jinayah (politik pidana) IAIN Sunan Ampel, materi mengajar tentu tidak pernah didapatnya. Jangankan untuk mengajar anak berkebutuhan khusus, di kelas reguler pun dia tidak mempunyai pengalaman.
Pekerjaan menjadi guru didapatnya setelah dua bulan lulus kuliah pada 2003. Awalnya, dia ingin bekerja di kantor kehakiman. Kesempatan tersebut tidak kunjung tiba. Sementara itu, Hamdiya, sapaan Hamdiyatur Rohmah, tidak bisa berdiam diri terlalu lama. Akhirnya, tawaran dari SAIM dia ambil.
Meski menyukai anak-anak, dia tetap kewalahan saat menghadapi anak autis. Namun, Hamdiya tetap berusaha sabar. Dia harus berdamai dengan dirinya dulu sebelum menghadapi anak didiknya. ”Kalau sudah emosi, saya keluar kelas me- nenangkan diri dulu 5–10 menit, baru setelah itu masuk lagi,” ungkapnya.
Perempuan kelahiran Lamongan, 26 Mei 1978 tersebut juga mengobservasi tingkah laku siswanya. Itu seperti pengalamannya ketika mengajar siswa autis dari Prancis. Diperhatikannya berapa detik, anak tersebut bisa duduk diam. Kemudian, dia melihat hal-hal yang menarik perhatiannya.
Tak hanya itu, Hamdiya berusaha melakukan kontak dengan siswanya. Dia mengungkapkan rasa sayangnya kepada murid tersebut dan berjanji terus mendampingi. Akhirnya, anak-anak itu pun luluh, bahkan menjadi sangat dekat dengannya. ” Ok, I’m your teacher and I love you very much,” ujarnya kepada para siswa.
Untuk menjadi dekat dengan anak-anak, Hamdiya harus memainkan banyak peran. Tak jarang, dia bertingkah seperti anak-anak agar bisa berbaur. Pada kondisi tertentu, dia juga bertindak layaknya orang tua. Termasuk berangkat ke sekolah lebih pagi hanya untuk menunggu anak-anak di depan gerbang sambil menyapa mereka satu per satu dengan ceria.
Pola pengajarannya tidak biasa. Suatu ketika, dia pernah membalikkan seluruh meja dan kursi di kelas. Sontak, murid-muridnya terkejut dengan hal itu. Setelah kebingungan dengan kondisi kelas, Hamdiya mengajak para siswa membereskan bangku. ”Anak-anak harus diberi efek entakan saat masuk kelas supaya lebih responsif,” ucapnya.
Sebagai pendidik, Hamdiya tidak melulu berusaha dekat dengan anakanak. Dia juga mengenal seluruh wali murid di kelasnya. ”Alhamdulillah, orang tua murid juga mendukung,” tuturnya.
Untuk mendukung pekerjaannya, pada 2013 Hamdiya mengambil S-2 jurusan psikologi Universitas 17 Agustus 1945. Uang kuliah dia dapatkan dari dana TPP. ”Ini amanah,” ungkapnya.