Jawa Pos

Wapres Anggap Butuh, DPR Dorong Pansus

-

WAKIL Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menuturkan, pemerintah tetap membutuhka­n tenaga kerja asing ( TKA). Sebab, banyak kendala teknis yang tidak bisa diatasi tenaga kerja lokal. Misalnya, petunjuk manual peralatan yang umumnya menggunaka­n bahasa Mandarin. ’’Orang Bugis melihat bahasa Mandarin. Bagaimana caranya bekerja?’’ kata pria asal Sulawesi Selatan tersebut, lantas tersenyum.

Selain itu, banyak pekerjaan infrastruk­tur yang diserahkan kepada kontraktor. Misalnya, pembangkit listrik. Kebanyakan investor, bisa jadi termasuk pemerintah, hanya terima beres. Di lapangan, ternyata berbagai peralatan yang harus dipasang itu memerlukan keahlian khusus. ’’Anda semua juga menuntut infrastruk­tur selesai dan listrik cepat selesai. Nah, kalau melatih dulu, baru bekerja, kapan itu selesainya? Listrik itu contohnya,’’ jelas JK.

Dalam perhitunga­n kasar JK, jumlah pekerja asing yang masuk Indonesia sekitar 17 ribu orang. Lebih sedikit daripada hitungan resmi pemerintah, yakni 21 ribu pekerja asing. Tentu, jumlah tersebut jauh lebih besar ketimbang penduduk tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang lebih dari 2 juta orang.

Modus yang digunakan TKI itu tidak semuanya melewati cara-cara legal. Banyak yang memakai visa tourism, lantas bekerja. Misalnya, di Malaysia diperkirak­an hingga 50 persen pakai visa turis. ’’Tapi, orang Malaysia tidak berkeberat­an karena memang butuh. Jadi, memang orang kalau perlu ya kadang-kadang (menggunaka­n cara ilegal, Red),’’ ujar JK.

Namun, bila ketahuan ada pelang- garan, tentu TKI seperti itu akan dideportas­i. Begitu pula kalau ada TKA di Indonesia yang melanggar aturan keimigrasi­an. Tentu mereka bakal dideportas­i pula.

Berbeda dengan pemerintah yang relatif tenang, kalangan DPR terus memberikan sorotan tajam terhadap fenomena membanjirn­ya TKA asing, terutama yang ilegal, belakangan ini. Ketua Komisi IX Dede Yusuf sudah berancang-ancang melobi rekan-rekannya lintas fraksi dan komisi untuk membentuk panitia khusus (pansus).

Menurut politikus Partai Demokrat tersebut, pansus penting dibentuk agar hasil yang dikeluarka­n bisa memiliki daya tekan lebih kuat. Termasuk secara hukum. ’’Kalau panja seperti yang sudah pernah kami (komisi IX, Red) buat, hasilnya hanya rekomendas­i. Oleh pemerintah, itu dianggap angin lalu saja,’’ papar Dede.

Dia menjelaska­n, beberapa waktu lalu komisi yang dipimpinny­a membahas intensif maraknya TKA ilegal asal Tiongkok lewat panja. Rekomendas­i panja adalah meminta pemerintah merevisi Permenaker No 35 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan TKA. Salah satu yang didorong dalam rekomendas­i, pengaturan bahwa setiap TKA harus mampu berbahasa Indonesia. Tujuannya, terjadi transfer of technology (ToT).

’’Nah, ini kan komisi I sudah bikin panja dan sedang buat rekomendas­i. Komisi III juga. Kenapa tidak sekalian dibikin pansus? Ini yang sekarang sedang kami bicarakan dengan temanteman lain karena ini sudah mengkhawat­irkan,’’ tandas mantan wakil gubernur Jabar tersebut. (jun/dyn/c14/fat)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia