Jawa Pos

Pesimistis Tebusan Tax Amnesty

Periode Kedua Hanya Rp 5,8 Triliun

-

JAKARTA – Periode kedua program amnesti pajak atau tax am

nesty segera berakhir. Dimulai pada 1 Oktober dan berakhir 31 Desember. Itu berarti hanya sepekan lagi. Sayang, hasilnya kurang memuaskan. Pemerintah sejak awal memang tidak yakin periode kedua ini akan sesukses periode pertama yang berakhir September lalu.

Hingga kemarin (25/12) jumlah uang tebusan yang telah terdata Rp 103 triliun. Jumlah tersebut sudah termasuk tebusan pada periode pertama Rp 97,2 triliun. Jadi, tambahan pada periode kedua hanya Rp 5,8 triliun.

Wakil Presiden Jusuf Kalla ( JK) menilai hal itu terjadi karena sebagian besar pengusaha kelas kakap telah berpartisi­pasi dalam program tax amnesty tahap pertama. Penyebabny­a, tarif dana tebusan lebih ringan. Hanya 2 persen untuk repatriasi atau deklarasi dalam negeri dan 4 persen untuk luar negeri. ”Jadi, tahap kedua Oktober sampai Desember ini memang tidak banyak lagi yang sisa,” ujar JK.

Yang tersisa adalah pengusaha yang lebih kecil. Tentu saja nilai tebusan mereka pun kecil. Maka tidak mengherank­an kalau nilai tebusan pada periode kedua ini hanya pada kisaran Rp 5 triliun. ”Itu sejak awal diprediksi begitu. Karena pengusaha besar sudah membayar semua tebusan,” katanya.

Selain itu, JK mengakui bahwa sejak awal data asumsi jumlah kekayaan yang dipatok tersebut terlalu besar. Bahkan, target Rp 165 triliun yang dimasukkan sebagai sumber pendapatan di APBNP 2016 juga terlalu tinggi. ”Mengira dana di luar itu terlalu besar. Tapi, realitasny­a tidak sebesar itu,” ucapnya.

Namun, data-data baru dari amnesti pajak tersebut bisa dipergunak­an untuk memperluas basis data perpajakan di Indonesia. JK menekankan pentingnya penggunaan teknologi informasi untuk akses data pajak itu. Dengan demikian, data yang didapatkan pemerintah pun bisa lebih valid.

”Memang dibutuhkan reformasi pajak lagi yang khususnya menyangkut tentang IT lebih modern dalam bidang perpajakan. Sehingga semua transaksi bisa diketahui dan sebagainya,” tutur dia.

Lebih lanjut JK mengungkap­kan, penerimaan negara dari sektor pajak belum seluruhnya tercapai. Pajak, jelas dia, didapatkan dari keuntungan para pengusaha. Sedangkan ekonomi memang sedang lesu. ”Soal realisasi pajak memang kita menyadari karena ekonomi lesu, dunia ini, termasuk Indonesia,” tambahnya.

Hingga 20 Desember, realisasi penerimaan pajak baru Rp 1.032,2 triliun atau 76,17 persen dari target APBNP 2016 sebesar Rp 1.355,2 triliun. Melihat kondisi tersebut, terang JK, sudah tidak mungkin bisa menggenjot penerimaan dari pajak hingga pergantian tahun. Sebab, orang sudah disibukkan liburan akhir tahun. ”Bagaimana mungkin lagi mau tarik pajak kiri kanan akhir tahun? Sudahlah, tunggu tahun depan saja,” tutur dia. (jun/c9/ca)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia