Sempat Kaget, Rangkul Dukun Beranak sebagai Partner
Mengabdi di pelosok dengan akses yang sulit tak membuat Hardinisa Syamitri monoton. Segala kekurangan ternyata memacunya berbuat luar biasa.
PROFESINYA adalah bidan. Namun, jika dibandingkan dengan bidan lain, Hardinisa Syamitri bisa mendapat perkecualian.
Dia adalah bidan desa yang bertugas di Jorong Luak Bega, Talang Anau, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota. Daerah tempatnya bertugas bisa dikatakan pelosok.
Di Jorong Luak Bega, belum ada listrik dan sinyal telekomunikasi. Jalan sudah ada. Namun, saat hujan, jalanan berubah menjadi kubangan lumpur dan sulit diakses. Jasa transportasi menuju ke sana hanya ojek.
Saat pertama dinas di daerah tersebut, Icha, sapaan karib Hardinisa Syamitri, sangat kaget dengan kondisi itu. Sebab, dia sudah terbiasa hidup di kota. ’’Dulu, untuk menelepon, saya harus mencari spot tertentu di kawasan itu untuk menemukan sinyal. Kalau ingin keluar, saya meminta diantar tukang ojek. Namun, kalau hujan, saya malas keluar karena jalannya buruk,’’ jelas Icha.
Selain itu, masyarakat di sana ternyata tak begitu menerima kehadirannya. Mengapa? Masyarakat daerah itu ternyata sudah terbiasa berobat kepada dukun. ’’Dalam hal melahirkan, mereka lebih percaya kepada dukun beranak daripada pengobatan medis,’’ kata Icha.
Karena itu, dia harus bekerja keras meyakinkan masyarakat bahwa kehadirannya bertujuan memastikan masyarakat mendapat pelayanan medis yang memadai. Icha tak jarang harus menahan tangis ketika ada orang melahirkan, namun yang dipanggil justru dukun beranak, bukan dirinya.
Namun, Icha tak patah arang. Perlahan tapi pasti, dia mendekati masyarakat setempat. ’’Saya mengikuti berbagai kegiatan masyarakat dan memberikan pencerahan kepada mereka. Tempat pemandian umum hingga warung pun menjadi tempat sosialisasi,’’ ungkapnya.
Dukun beranak yang dipercaya warga tak dijadikannya musuh. Namun, dia justru merangkul dan menjadikan dukun tersebut sebagai partner.
Perlahan-lahan, warga mulai menerima keberadaan Icha. Ketika ada beberapa kasus melahirkan yang tak bisa ditangani dukun beranak, dia hadir untuk menolong. ’’Masyarakat mulai percaya dan menerima saya,’’ ucap Icha.
Tak puas sampai di sana, Icha melihat banyak warga berusia lanjut di daerah itu. Jika tidak diantisipasi, para warga lanjut usia tersebut rawan terkena penyakit degeneratif yang bisa membebani keluarga mereka. ’’Saya membuat senam sehat lanjut usia dengan nama Seroja. Pesertanya adalah warga yang memasuki usia lanjut,’’ ujarnya.
Dalam perjalanannya, senam lansia itu memberikan manfaat yang besar dalam upayanya menjaga kesehatan masyarakat. Sejak ada senam lansia, kesadaran masyarakat akan kesehatan bertambah. Buktinya, jumlah warga yang mengunjungi posyandu lansia yang dirintis terus meningkat.
Icha juga mendirikan grup kasidah rebana untuk warga setempat. Untuk melaksanakan semua kegiatan itu, Icha tak jarang harus merogoh koceknya sendiri.
Di sisi lain, Icha juga memperhatikan bahwa sebagian besar warga di Talang Anau berprofesi sebagai pembuat gula enau. Namun, para warga belum bekerja secara higienis. Dia kemudian membina para pembuat gula enau tersebut agar mengetahui arti higienitas produk.
Sejak dikerjakan dengan memperhatikan higienitas, produk warga itu ternyata lebih mudah diterima pasar dan harganya juga semakin tinggi.
Atas kerja kerasnya tersebut, Icha memperoleh penghargaan Satu Indonesia Award yang disponsori pihak swasta pada 2013. Hingga saat ini, dialah satu-satunya orang asal Sumatera Barat yang menerima penghargaan itu.
Sejak mendapatkan Satu Indonesia Award, pekerjaannya menjadi lebih ringan. Sebab, ada pembinaan berkelanjutan dari swasta. (*/JPG/c5/diq)