Baru 71 Persen Ibu Berikan ASI Eksklusif
Problemnya Salah IMD dan Kurang Dukungan
SURABAYA – Air susu ibu (ASI) menjadi makanan utama bagi anak usia di bawah dua tahun. ASI memiliki banyak kandungan yang berfungsi untuk membantu tumbuh kembang. Sayangnya, menurut konselor ASI RSUD dr Soetomo dr Risa Etika SpA(K), di Jawa Timur baru 71 persen ibu yang memberikan ASI eksklusif (data Dinkes Jatim 2016). ”Seharusnya, bisa mencapai 90 persen,” katanya.
Inisiasi menyusui dini ( IMD) merupakan awal pengenalan antara ibu dan bayinya saat pertama menyusui. Menurut dia, kerap terjadi masalah IMD yang akhirnya membuat ASI tidak cepat keluar pasca melahirkan.
”Satgas ASI kami sering melihat kesalahan yang sering dilakukan. Bahkan, di rumah sakit pun ada,” Risa.
Dokter yang menjabat kepala Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr Soetomo itu membeberkan, kesalahan bisa terjadi oleh tenaga medis maupun pihak keluarga. Kesalahan yang sering kali dilakukan tenaga medis adalah membersihkan seluruh badan bayi, baru diletakkan ke perut ibu. ”Tangan dan kaki bayi semestinya tidak dibersihkan dulu setelah lahir,” jelasnya. Tangan bayi yang masih basah berfungsi untuk membantunya merambat ke puting ibu.
Kesalahan lainnya bisa karena ibu merasa stres ASI-nya belum keluar pada hari pertama setelah persalinan. Menurut Risa, tidak lancarnya ASI pada tiga hari pertama sangatlah wajar. Si bayi pun masih memiliki cadangan makanan dan kondisi lambungnya masih kecil. Hal tersebut membuat bayi masih bisa bertahan hingga hari ketiga. ”Namun, selama tiga hari itu harus dirangsang terus. Misal, dengan tetap menyusui walaupun tidak keluar,” ucapnya.
Bagaimana pemberian susu formula? Risa menerangkan boleh diberikan ketika bayi tidak kunjung pipis. Jika dalam kurun waktu 16 jam setelah kelahiran tidak buang air kecil, harus diberikan cairan. Hal itu terkait dengan kesehatan ginjal bayi.
Ibu menyusui sebaiknya rileks. Rasa tidak tenang itu ternyata tidak hanya terjadi pada awal ibu menyusui. Risa sering mendapati ibu yang merasa tertekan memberikan ASI, padahal telah menyusui berbulan-bulan. ”Biasanya, karena bayi menyusu terus, sementara ibu sangat capek karena tidak bisa tidur nyenyak,” tutur Risa.
Sebenarnya, hal itu bisa ditanggulangi dengan bantuan keluarga. Misalnya, suami yang membantu pekerjaan rumah tangga si istri. Dukungan keluarga memang berpengaruh besar dalam proses pemberian ASI eksklusif.
Kondisi stres pada ibu menyusui bisa mengakibatkan hormon prolaktin berkurang. Padahal, hormon tersebut diperlukan untuk mengeluarkan ASI. ”Lingkungannya harus dibuat menyenangkan bagi si ibu,” tutur Risa.
Pengajar di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Ira Suarilah mengatakan, memberikan ASI membutuhkan komitmen. Sebab, terkadang tidak mudah. Terutama bagi ibu bekerja. Ada saja kendala untuk memompa ASI.
Ira yang juga pernah menjadi donor ASI menyebutkan, situasi terkadang tidak mendukung untuk bisa memompa ASI. Sebagai ibu bekerja, aktivitas pekerjaan tidak bisa dihindari. Padahal, sudah waktunya pumping ASI.
”Meski kemauan ada, tapi kalau lingkungan tidak support, agak susah. Karena harus didukung oleh lingkungan,” jelasnya. (puj/c6/jan)