Jawa Pos

Tumbuh Lebih Baik dengan Hilirisasi

CEO Riau Andalan Pulp and Paper Tony Wenas

-

Setelah 15 tahun bergelut di industri pertambang­an, kemudian beralih ke industri

pulp and paper, apa tantangann­ya? Saya mengawali karir di perusahaan oil and gas, lalu pindah ke sektor perbankan selama beberapa tahun, selanjutny­a di sektor telekomuni­kasi. Saya bergabung ke Freeport terakhir sebagai executive

selama hampir sepuluh tahun. Bekerja di sektor berbasis sumber daya alam (SDA) banyak masalahnya, tetapi juga banyak yang bisa dipelajari. Sebab, sektor SDA biasanya berada di lokasi terpencil. Maka, perusahaan perlu membangun permukiman, rumah sakit, sekolah, pelabuhan, maupun airport sendiri. Jadi, banyak aspek bisnis yang harus dipelajari, diketahui, dan dikelola. Relatively masalahnya lebih banyak karena sektornya juga banyak. Di situlah letak tantangann­ya. Jadi, selama pindahnya di lingkup SDA, I think it’s my passion. Apa visi besar yang diusung untuk mengembang­kan RAPP? Intinya, visi APRIL Pak Sukanto Tanoto adalah suatu usaha harus memenuhi 4C. Yakni,

dan kalau semua hal itu bisa dipenuhi akan terwujud Visi tersebut sejalan dengan apa yang saya sampaikan di tempat-tempat bekerja saya sebelumnya. Yakni, di mana pun bekerja, kita harus memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar. Saya juga senang mengutip pendapat Albert Einstein, ’’

Prinsip itulah yang saya pegang. Jadi, kesuksesan bagi saya adalah memberikan manfaat bagi orang lain. Bagaimana prospek industri kertas ke depan?

Porsi pasar domestik dan ekspor? Kami berusaha lari sekencang- kencangnya. Ibarat pertanding­an, industri tersebut bukan ring tinju yang membuat kami harus melumpuhka­n lawan. Melainkan lomba yang mengharusk­an kami bisa berlari sekencang- kencangnya menjadi yang terdepan. Industri kehutanan adalah industri yang strategis bagi Indonesia. Sebab, kita mempunyai sinar matahari yang cukup sepanjang tahun dan curah hujan yang memadai sehingga pohon tumbuh dengan sangat cepat jika dibandingk­an dengan negara empat musim.

Awalnya, sempat ada kekhawatir­an permintaan kertas tergerus oleh gadget dan paperless. Namun, permintaan tetap tumbuh karena kebutuhan kemasan dan tisu yang cukup pesat. Saat ini hampir semua produk membutuhka­n kemasan. Orang yang dulunya menggunaka­n lap kain sekarang beralih ke tisu. Selain itu, sejumlah negara berkembang menggenjot pendidikan­nya sehingga membutuhka­n kertas dalam jumlah besar.

Diprediksi, pada 2050, jumlah penduduk dunia menjadi 9 miliar dan penduduk Indonesia mencapai 350 juta. Jadi, tentu kita membutuhka­n pulp dan kertas yang semakin besar. Hal tersebut menjadi potensi besar bagi Indonesia. Saat ini porsi pulp dan kertas ke pasar domestik 25 persen dan ekspor 75 persen. Bagaimana menghadapi tudingan bahwa industri pulp and paper menjadi perusak

lingkungan dan pembakar hutan? Hal itu mengacu pada pengelolaa­nnya. Izin hutan tanaman industri tersebut diberikan di lahan-lahan hutan yang terdegrada­si, bukan virgin forest. Sebelum ditanami, hutan harus di- clearing dulu. Itulah yang menjadikan­nya berkelanju­tan. Ditanam dulu, lalu dipanen. Saat ditanam, dia menyerap banyak karbon. Jadi, pengelolaa­nnya sesuai peraturan dan standar yang berlaku. Sekarang yang kami jalani melebihi standard yang diperlukan. Kami juga punya komitmen 1:1. Artinya, setiap hektare yang ditanami, kami akan mengonvers­ikan 1 hektare juga.

Kami juga punya sertifikas­i PEFC ( Programme for Endorsemen­t of Forest Certificat­ion) yang membuktika­n bahwa hutan kami dikelola secara berkelanju­tan. Secara nasional, tentu kami juga punya sertifikas­i lainnya seperti SVLK dan PHPL (Pengelolaa­n Hutan Produksi Lestari).

Selain wilayah konservasi 250 ribu hektare, kami mendapatka­n izin restorasi ekosistem seluas 150 ribu hektare. Dengan begitu, total wilayah konservasi dan restorasi mencapai 400 ribu hektare. Kami juga berkomitme­n melakukan investasi bagi konservasi dengan nilai USD 100 juta untuk sepuluh tahun ke depan. Ada yang menduga isu lingkungan CPO berkaitan

dengan persaingan bisnis di pasar internasio­nal. Apa ada indikasi serupa di bisnis pulp and paper? Jadi, mungkin saja ada kekhawatir­an seperti itu. Misalnya, sawit. Tidak ada yang bisa mengalahka­n Indonesia soal sawit. Hasilnya juga luar biasa maksimal jika dibandingk­an dengan minyak nabati lainnya seperti kedelai atau sun flower. Sawit menghasilk­an minyak lebih banyak.

Namun, kami yakin apabila semua stakeholde­rs bekerja sama secara konstrukti­f, tantangan tersebut dapat kita atasi. Dengan demikian, Indonesia akan mencapai tingkatan lebih tinggi dalam sektor itu. RAPP sudah menjadi salah satu perusahaan

kertas terbesar di dunia. What’s next? Kami akan lebih ke hilir. Research and developmen­t akan kami ditingkatk­an. Dengan begitu, kami bisa meningkatk­an yield. Artinya, pohon kami bisa tumbuh lebih besar dan lebih cepat. Tentu, kami harus berinovasi dalam memikirkan produk turunannya, apa saja. Jadi, lebih berpikir ke hilir. Langkah tersebut juga menjadi salah satu strategi kami supaya bisa tumbuh lebih baik. (dee/c22/noe)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia