Hanya Sepuluh Menit, Pohon Tumbang pun Teratasi
Pada era smartphone yang sangat menjamur, masyarakat lereng Gunung Penanggungan malah berbuat sebaliknya. Handy talky (HT) yang dianggap kuno dijadikan alat komunikasi utama.
”83 Jogles” panggil Jupri kepada seseorang di sana melalui HT miliknya. ”Siap Pak Sadam,” jawab seseorang di sana yang merasa namanya dipanggil. Kemudian, keduanya asyik nge-brik dan mengobrol diselingi tawa renyah.
Ya, tokoh-tokoh masyarakat di Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, itu mempunyai jalan komunikasi sendiri meski dalam kacamata sekarang terlihat kurang kekinian. Mereka memakai HT serta tergabung dalam radio Komunitas Macan Putih (MP).
Meski dianggap jadul, mere katak m emper masalah kan nya. Sebab, merekam empunyai alasan kuat. Tak semua wilayah di lereng Gunung Penanggungan tersebut mendapat sinyal telepon. Karena itu, HT menjadi sarana komunikasi yang paling bandel.
Misalnya, kawasan Jalatunda, Desa Seloliman, yang berada di ketinggian 700-an meter di atas permukaan laut (dpl). Kalau pun ada sinyal provider di sana, penerima telepon tak akan mendengar seseorang di ujung sana yang berbicara kepadanya dengan jernih.
Kepala Dusun Penanggungan Jupri yang di radio memiliki nama udara Sadam itu menjelaskan, MP tersebut berkembang sejak empat bulan silam. Ide kembali memakai HT itu ditujukan untuk mengantisipasi kejadian bencana alam dan darurat.
”Kami paham kalau tinggal di kawasan rawan bencana. Contohnya, beberapa waktu lalu ketika ada pohon tumbang karena hujan angin dan menutup jalan desa. Kawan-kawan langsung nge-brik, lalu 70 kawan MP datang untuk mengangkat pohon tersebut,” tutur Jupri.
Bapak dua anak itu menambahkan, dengan MP, rasa aman warga pun meningkat. Informasi dari HT yang dipegang pemimpinnya di tiap dusun di Trawas tersebut diteruskan kepada masyarakat.
Apresiasi soal MP itu juga diberikan Camat Trawas Iwan Abdillah. Bapak dua anak tersebut menyatakan, radio komunitas pada gelombang 159,770–196,000 Mhz itu sangat membantunya untuk bersentuhan langsung dengan masyarakat. ”Jadi, kalau ada rapat di kabupaten seharian, saya tak akan ketinggalan informasi yang terjadi di Trawas. Kalau ada kejadian apa pun, semuanya terpantau di sini,” ujar Iwan.
Menurut alumnus Fakultas Hukum, Universitas Surabaya (Ubaya), tersebut, untuk memperkuat sinyal, transmitter di Balai Penelitian Pertanian (BPP) Trawas sudah ditinggikan. ”Dengan begitu, gelombang MP bisa diterima sampai wilayah Nganjuk,” klaimnya.
Nah, setiap pukul 20.00, semua anggota MP yang menurut Iwan berjumlah lebih dari 80 orang itu melakukan ”apel jaring”. Mereka akan melaporkan kondisi terkini dari wilayahnya masingmasing. (*/c5/diq)