Jawa Pos

Ingin Mem-Persebaya-Kan Masyarakat Melalui Musik

Bonek tidak hanya bernyanyi lantang di dalam stadion. Mereka juga punya karya di luar tribun. Ada sebuah band bernama Scream for Pride. Kelompok yang beranggota empat pendukung setia Persebaya itu sudah menciptaka­n lagulagu anthem untuk klub kebanggaan Su

- FARID S. MAULANA

MUSIK seolah menjadi subkultur sepak bola. Lewat berbagai chant di dalam stadion, musik seakan mengakar dan selalu ada dalam pertanding­an sepak bola. Musik jadi bumbu pemanis yang semakin memarakkan drama si kulit bundar.

Karena itulah, di beberapa klub Eropa, peran musisi atau band cukup sentral. Liverpool punya anthem bersejarah yang selalu dinyanyika­n pendukungn­ya saat berada di dalam stadion. Yakni, You’ll Never Walk Alone. Penciptany­a Gerrard Gerry’’ Marsden, pentolan band Gerry and the Pacemakers, musisi asli Liverpool.

Selain itu, ada band punk bernama Booze and Glory yang mewakili pendukung garis keras klub sepak bola West Ham United. Tidak malu menunjukka­n identitasn­ya sebagai fans tim berjuluk The Hammers itu, Booze and Glory dikenal dengan liriklirik­nya yang lugas. Inti tembang-tembangnya berkisah tentang kehidupan dan persahabat­an para pendukung West Ham United di Kota London

Di kancah nasional, Indonesia pernah punya Netral yang membesut Garuda di Dadaku. Lagu itu sejatinya soundtrack film berjudul serupa. Namun, Netral juga berhasil membuat karya tersebut sebagai anthem yang wajib dinyanyika­n saat timnas Indonesia berlaga.

Surabaya tidak mau kalah. Kini ada Scream for Pride. Band yang didirikan pada 2012 itu menjadi buah bibir semenjak muncul. Mereka boleh dibilang satusatuny­a band yang anggotanya murni berisi Bonek, pendukung Persebaya.

Ide pembentuka­n band tersebut tercetus dari Bonek yang tergabung di tribun utara Gelora Bung Tomo. Mereka akrab disebut Green Nord 27. Nah, keinginan untuk menciptaka­n chant sendiri, yang khas dengan karakter Persebaya dan Bonek, membuat beberapa anak muda di tribun tersebut membentuk sebuah band.

Jawa Pos menemui para personel Scream for Pride pada Rabu (4/1). Salah seorang pentolanny­a, Syaiful Antoni, mengatakan bahwa Scream for Pride lahir karena keinginan bersama. Mereka bosan menyanyika­n lagu-lagu yang sama

– baik persis atau mirip– dengan suporter klub lain. Sejumlah Bonek lantas menyatukan ide membentuk band. ’’ Awalnya ya coba-coba. Sewa studio, lalu latihan. Belum kepikiran nama dan membuat band,’’ ucap pria yang kerap disapa Capo Ipul itu.

Beberapa Bonek dari tribun utara ikut latihan di salah satu studio musik di dekat Kebun Binatang Surabaya. Mereka berjuluk Anom (bass), Colis (drum), Wak Breng (gitar), Mas Is (gitar), dan Capo Ipul sebagai vokalis. Lima Bonek itulah yang sangat intens bermain musik sambil mencoba menciptaka­n lagu.

Setahun berlalu, beberapa lagu tercipta. Semuanya tentu tentang Persebaya. Tentang kecintaan Bonek dalam mendukung klub kesebelasa­n asal Surabaya tersebut. ’’ Dari situ kepikiran, kami harus punya nama. Biar punya identitas yang dikenal,’’ ucapnya.

Nah, nama Scream for Pride muncul. Nama itu mewakili semangat Bonek saat mendukung Persebaya. ’’ Berteriak untuk kebanggaan, Bonek kan seperti itu. Adoh cidek dibudali gawe Persebaya (jauh dekat berangkat demi Persebaya, Red). Di dalam stadion gak tau onok kesele gawe nyanyi (tidak pernah capek bernyanyi, Red),’’ ucapnya.

Scream for Pride kali pertama manggung pada 5 Desember 2013 di Magelang. Mereka mengisi sebuah acara yang dihelat Bonek Magelang. Ada tiga lagu yang sudah diciptakan saat itu. Yakni, Di Sini Kami Menanti, Emosi Jiwaku, dan Ayo Persebaya. Penonton menyambut meriah lagu-lagu bergenre rock metal tersebut. Suasana pentas seperti stadion. ’’ Flare di manamana. Sangar pokoke,’’ ungkap pria yang kerap menggunaka­n topi tersebut.

Ipul berpikir bahwa Scream for Pride bisa jadi penawar rindu para Bonek. Tiga tahun tidak melihat Persebaya berlaga, penampilan Scream for Pride menjadi alat pemuas rindu para Bonek. Mereka bisa lepas, bernyanyi, sampai menyalakan flare seperti saat Persebaya main. ’’ Kami langsung berpikir, band ini harus diteruskan. Paling tidak kita bantu temanteman untuk bisa berteriak lagi selama Persebaya belum berlaga,’’ ungkapnya.

Scream for Pride semakin rajin membuat lagu. Kini mereka punya delapan tembang. Salah satu yang paling fenomenal dan menjadi anthem wajib Bonek setiap kali turun aksi atau datang ke stadion adalah Kau Tak Kan Sendirian.

Bak grup musik lain, keanggotaa­n band juga mengalami dinamika. Anom, pemain bass, keluar. Wak Breng mengisi posisi itu. ’’ Jadi, sekarang tinggal empat orang dengan satu personel additional. Mahar Dika di posisi bass,’’ jelas lelaki bertato tersebut.

Ipul menjelaska­n, lirik Kau Tak Kan Sendirian dibuat Oka Gundul. Dia tidak pernah berpikir akan menjadikan lagu itu sebuah anthem atau chant wajib dalam stadion. Yang pasti, pembuatann­ya berawal dari adanya keinginan untuk me- refresh lagu-lagu Bonek saat ini.

Lagu itu kali pertama diperdenga­rkan di Taman Korea. Puluhan Bonek yang hadir saat itu samasama berlatih menyanyika­n lagu tersebut. ’’ Oka yang awal nyanyi. Lainnya menirukan,’’ ujar Ipul.

Setelah itu, Kau Tak Kan Sendirian selalu dibawakan Scream for Pride dalam tiap sesi latihan. Di beberapa panggung, lagu tersebut juga kerap dibawakan. Puncaknya pada pertanding­an persahabat­an Battle of Heroes, Kau Tak Kan Sendirian resmi menjadi lagu wajib tiap kali Persebaya berlaga.

Memang, Scream for Pride dibentuk dengan tujuan bersahaja. Sebagai wadah berkreasi. Para personel di dalamnya tidak ada keinginan untuk jadi musisi dan terkenal. ’’ Sesuai tujuan awal, kami bikin band untuk bikin lagu tentang Persebaya yang fresh dan baru,’’ tegasnya.

Dia juga ingin Scream for Pride bisa mem-Persebaya-kan masyarakat. Dengan tampilnya mereka di setiap pergelaran musik di Kota Pahlawan, penonton otomatis mengenal Persebaya dan Bonek lebih dekat.

’’ Kami ingin bangun image Bonek yang baik. Wis gak usum rusuh-rusuh bikin onar,’’ kata pria yang juga dirigen Green Nord 27 itu. Terbukti, hadirnya Scream for Pride memberikan warna pada setiap panggung musik. Rasa simpati masyarakat Surabaya terhadap suporter dan kesebelasa­n kebanggaan mereka pun melambung.

Tahun ini Scream for Pride berencana merilis minialbum. Isinya beberapa lagu. Ipul ingin rilis minialbum itu menandai kebangkita­n Persebaya. ’’ Karena band ini ada ya untuk Persebaya dan Bonek,’’ ungkapnya.

Saat ini mereka sudah merekam tiga lagu. Yakni, Ayo Green Forceku, Di Sini Kami Menanti, dan Emosi Jiwaku. Tinggal menambah dua sampai tiga lagu lagi, minialbum Scream for Pride siap dirilis. ’’ Mimpi kami tidak muluk-muluk. Persebaya kembali berlaga saja sudah jadi prestasi terbesar,’’ katanya.

Scream for Pride juga tidak pernah memasang fee dalam setiap penampilan­nya. Terutama untuk acara-acara yang diadakan Bonek. Luar kota atau dalam kota, Scream for Pride siap tampil asal Bonek terhibur. ’’ Siapa yang tidak suka bertemu saudara dan bersenangs­enang bersama?’’ paparnya.

Scream for Pride sudah menggoresk­an tinta emasnya di jalur musik Surabaya. Lewat rasa cintanya terhadap Green Force (sebutan Persebaya, Red), band itu menjadi rumah bagi Bonek yang rindu melihat Persebaya berlaga. Mereka bisa bernyanyi, menari, dan menyalakan kembang api sambil membayangk­an klub kesayangan­nya bangkit lagi.

Teruskan kawan! Scream for Pride bisa menjadi embrio yang kelak berkembang menjadi band suporter panutan di Indonesia, bahkan dunia. Bisa jadi, chant Kau Tak Kan Sendirian bisa mengalahka­n You’ll Never Walk Alone milik fans Liverpool. Dinyanyika­n puluhan juta orang di seluruh dunia, tepat saat Persebaya berlaga. Siapa tahu? (*/c15/dos)

 ?? SCREAM FOR PRIDE FOR JAWA POS ?? DEMI GREEN FORCE: Capo Ipul (tiga dari kanan) bersama personel Scream for Pride. Band itu setia mencetak dan menyanyika­n lagu-lagu untuk Persebaya dan Bonek.
SCREAM FOR PRIDE FOR JAWA POS DEMI GREEN FORCE: Capo Ipul (tiga dari kanan) bersama personel Scream for Pride. Band itu setia mencetak dan menyanyika­n lagu-lagu untuk Persebaya dan Bonek.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia