Ke Toilet Harus Bawa Kartu
Budaya antre di lingkungan sekitar kita masih lemah. Banyak korban jiwa dan cedera karena saling serobot. Karena itu, antre harus dibudayakan. Sejumlah sekolah di Kolta Delta sudah menerapkan budaya tersebut hingga menjadi karakter sekolah.
KEMARIN (9/1) Jawa Pos mengunjungi SMA Senopati plus Pariwisata Perhotelan saat jam pelajaran berlangsung. Beberapa siswa terlihat berada di luar kelas. Semua memakai kartu yang dikalungkan. Ada dua jenis kartu, kuning dan biru, dengan ukuran 5 x 10 sentimeter.
Untuk kartu kuning, terdapat tulisan kartu izin keperluan ke toilet di bagian atas. Kartu biru bertulisan kartu izin keperluan administrasi. Di bagian bawah kartu tertulis kelas yang memakai. Kartu itu memang khusus dipakai siswa yang izin untuk keluar kelas.
Setiap siswa yang ingin keluar ruangan harus meminta kartu itu kepada ketua kelas atau izin ke guru langsung untuk mengambil kartu yang diletakkan di sudut kelas. ’’Kadang dibawa ketua kelas, kadang ada yang diletakkan di pojok kelas,’’ ujar Waka Humas SMA Senopati plus Pariwisata Perhotelan Muhammad Agus Salim.
Jika kartu sudah habis, siswa lain harus menunggu dulu sampai kartu tadi kembali. Siswa tidak diperbolehkan keluar ruangan tanpa mengenakan kartu. Guru dan ketua kelas pun tidak akan mengizinkan siswa keluar jika kartu di kelas belum kembali.
Jika ketahuan keluar tanpa mengenakan kartu, mereka diminta kembali ke kelas untuk mengambil kartu. Pengu- rusan administrasi pun tidak akan dilayani. ’’Misalnya, mereka mau mengisi isi spidol. Begitu pula untuk menabung dan membayar SPP,’’ ucap Agus.
Pria yang mengajar ba hasa Indonesia itu me nam bahkan, penggu naan kartu tersebut bertujuan untuk membu dayakan antre. Siswa jadi lebih tertib lagi, tidak keluar sembarangan. ’’ Jika tidak mene rap kan kartu itu, jam- jam seng gang saat menunggu per gantian guru akan digu na kan sis wa untuk nong krong- nongkrong di luar kelas,’’ tuturnya.
Agus menambahkan, sistem kartu izin baru berlaku tahun ini. Kondisi sekolah pun lebih rapi. Sebab, muridmurid menunggu guru dengan diskusi atau baca buku di kelas. Program itu juga melatih kejujuran dan kepemimpinan ketua kelas. Ketua kelas lebih dekat dengan rekan-rekannya karena harus ikut mengawasi teman-temannya yang keluar tanpa izin.
Namun, tetap ada pengecualian jika terdapat kondisi tertentu. Misalnya, sakit perut dan sudah tidak bisa menahan ke kamar mandi. Maka, guru dan ketua kelas pun akan memberikan izin meski dua kartu di kelas belum kembali. ’’Yang penting izin dulu, kan seperti itu mendesak, pasti ada keringanan,’’ ucap Kepala SMA Senopati plus Pariwisata Perhotelan Syukrul Amin.
Selain itu, Syukrul terus mengingatkan siswa-siswanya untuk tetap tersenyum saat mengantre. Tidak boleh emosional. Mereka juga harus berkomunikasi dengan sesama pengantre agar lebih akrab. ’’Harus tetap mesem (senyum, Red),’’ katanya.
Situasi tersebut juga terlihat saat murid-murid akan turun maupun naik lantai. Biasanya pada jam masuk sekolah maupun jam istirahat. Tangga selalu terlihat ramai. Sebab, dari 16 kelas, sembilan di antaranya berada di lantai 2. ’’ Total ada 492 siswa. Per kelas ada sekitar 35 siswa. Jadi, sebagian besar memang ada di lantai 2,’’ kata Agus.
Dulu para siswa tidak jarang saling dorong dan berdesak-desakan saat di tangga. ’’Jadi harus diarahkan dan diawasi biar membudaya antre. Kalau ada yang ketahuan mendorong, kami beri sanksi untuk provokatornya itu,’’ jelas Agus.
Antre masuk ke sekolah juga diterapkan. Sebelum masuk gerbang, mereka berjajar di depan sekolah. Yang menggunakan motor harus mencopot helm dan mematikan mesin, lalu menuntun motor menuju parkiran dengan mengambil kartu parkir dulu di pintu gerbang. Yang mengenakan jaket juga harus dicopot. ’’Mereka juga salim ke guru dan menyapa satu per satu,’’ paparnya. (uzi/c15/dio)