Mayoritas Penderita Gangguan Jiwa Perempuan
Tahun Lalu, Terdapat 23.175 ODGJ
GRESIK – Faktor lingkungan dan keluarga turut berkontribusi dalam penanganan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Gresik. Berdasar data Dinas Kesehatan ( Dinkes) Gresik, dalam setahun terakhir, tercatat terdapat 23.175 ODGJ. Jumlah tersebut lebih sedikit daripada 2015 dengan 37.319 pasien.
Kepala Dinkes Gresik dr Nurul Dholam membenarkan bahwa penderita gangguan jiwa di Gresik tergolong tinggi. Mulai gangguan jiwa ringan hingga berat. Penyebabnya pun beragam. ”Paling banyak diderita perempuan,” ujarnya kemarin (6/1).
Nurul menilai penurunan angka ODGJ dipengaruhi faktor lingkungan. Peran keluarga menjadi salah satu faktor pendukung kesembuhan pasien. ”Termasuk ketersediaan fasilitas penanganan kasus jiwa. Puskesmas Kesamben Kulon bahkan mendirikan pos- yandu sehat jiwa yang khusus menangani ODGJ,” jelasnya.
Dari ribuan ODGJ, kata Nurul, sebagian besar menderita skizofrenia. Yakni, gangguan mental kronis yang mengakibatkan pen- deritanya mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku. Pemicunya beragam. ’’Bisa karena masalah ekonomi, pekerjaan, atau bahkan asmara,’’ ucapnya.
Mantan kepala Puskesmas Sembayat tersebut menyatakan, di beberapa wilayah masih ada ODGJ yang dipasung. Namun, beberapa di antaranya sudah dilepas. ” Tidak boleh (dipasung, Red). Itu menyalahi hak asasi manusia,” tuturnya.
Menurut Nurul, pemasungan rata-rata dilakukan kepada pasien gangguan jiwa berat. Namun, tindakan tersebut bukanlah solusi. Justru, pemasungan akan memperparah kondisi pasien. Sebab, tindakan tidak manusiawi itu semakin menjauhkan pasien dengan lingkungan sosial. ’’Harus diobati. Jika memang parah, dirawat di RS Jiwa,’’ ungkapnya.
Psikolog RS Petrokimia Nadia Attuwy menuturkan, ODGJ di Gresik rata-rata memiliki kepribadian tertutup atau introver. ”Penderitanya berusia 15–40 tahun,” katanya. Karena itu, jelas dia, sifat menutup diri sebaiknya tidak dibiasakan. Harus dibiasakan terbuka dengan lingkungan sosial. Terutama mereka yang berada di lingkungan penuh tekanan. ”Misalnya, pekerjaan yang menuntut target,” ujarnya.
Membuka diri dengan lingkungan sekitar, ucap Nadia, bisa menjadi salah satu cara untuk meringankan beban pikiran. ”Sebenarnya sederhana. Hanya perlu membicarakan masalah dengan lawan bicara yang tepat. Jangan malah menutup diri,” terangnya. ( adi/c20/ai)