Jawa Pos

Balap Sepeda dengan Semangat Balap Motor

Setiap orang punya cara sendiri untuk bangkit dari keterpuruk­an. Salah satunya diperlihat­kan Muhammad Fadli Imanuddin yang kembali eksis setelah kecelakaan hebat yang mengakibat­kan kaki kirinya harus diamputasi.

- NURIS ANDI PRASTIYO, Bogor

PELUH masih mengalir di sela-sela helm yang dikenakan. Napasnya juga belum teratur. Namun, keceriaan terlihat di wajah pemilik nama Muhammad Fadli Imanuddin. Kamis pagi (26/1) itu Fadli baru saja melahap kawasan Sentul City, Bogor, bersama komunitas sepedanya, Kelapa Gading Bikers (KGB).

’’Hai, Mas, apa kabar?’’ sapa Fadli ramah ketika bertemu Jawa Pos

Tak banyak yang berubah dari sikap yang ditunjukka­nnya. Dia masih seperti saat menjadi jagoan balap motor. Ramah dan sportif.

Seperti diketahui, hingga pertengaha­n 2015, Fadli dikenal sebagai jawara di sejumlah race balap motor tingkat nasional dan Asia. Terakhir sebelum kecelakaan, dia adalah juara supersport 600 cc Asia Road Racing Championsh­ip 2015 seri Sentul. Fadli juga juara nasional IRS 2010, 2011, dan 2013 supersport 600 cc. Jauh sebelumnya, dia meraih emas PON XIV/2004 kelas 4 tak 110 cc beregu dan juara FIM UAM Asia Road Race 2004 kelas 110 cc.

Pagi itu tak kurang dari 50 km dia ”makan” di spot favorit penghobi road bike di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi ( Jabodetabe­k) tersebut. Buat Fadli, latihan pagi bersama KGB itu serasa lebih menantang. Sebab, pasca kecelakaan yang dialami kala tampil di Asia Road Racing Championsh­ip seri Sentul 7 Juni 2015, Fadli sempat kehilangan arah.

Kecelakaan itu terjadi saat Fadli melakukan victory lap setelah memenangi race. Tanpa dia sadari, dari belakang melaju kencang pembalap Thailand Jakkrit Sawangswat yang baru saja melewati garis finis. Lantaran jarak yang sudah sangat dekat, Fadli tak sempat menghindar dari tabrakan maut itu. Kedua pembalap terkapar di lintasan dan mengalami luka-luka. Namun, kondisi Fadli paling parah. Kaki kirinya remuk.

Kejadian tersebut memaksa Fadli harus naik meja operasi beberapa kali. Selama enam bulan pertama pascaopera­si, dia dihadapkan pada pergulatan psikis yang luar biasa. Sebab, saat itu belum bisa diketahui secara pasti apakah kakinya bisa pulih kembali seperti semula atau harus diamputasi. Kegelisaha­nnya tak terperikan.

Apalagi, pada saat yang hampir bersamaan, sang istri, Diah Asri Astyavi, melahirkan anak pertama di rumah sakit yang sama, Rumah Sakit Medistra, Jakarta. Kegundahan hati Fadli kemudian bercampur kegembiraa­n menyambut kelahiran sang buah hati, Muhammad Ali Imammudin.

Kala itu operasi rekonstruk­si kaki kiri Fadli memang sudah selesai, termasuk dengan skin graft alias pencangkok­an kulitnya. Namun, kenyataan berkata lain. Progres penyembuha­n kaki yang dioperasi tak kunjung terlihat. Bahkan, kondisinya makin buruk.

Hingga akhirnya, 4 Januari 2016, Fadli mengambil keputusan besar dalam hidupnya, yakni harus merelakan kaki kirinya diamputasi. Sebab, saraf di bagian yang direkonstr­uksi tidak berfungsi sebagaiman­a mestinya.

”Saat itu saya sempat putus asa, sebelum akhirnya melihat beberapa penampilan altlet paralympic yang luar biasa dan menggugah hati,” kenangnya.

Sejak itu, semangat Fadli bangkit kembali untuk menjalani kehidupan seperti sebelum kecelakaan. Tekad dan dukungan keluarga serta kolega untuk melihat Fadli kembali ke ”lintasan balapan” juga menambah dorongan mental untuk bangkit. Terlebih, dia kemudian mendapat ”kaki” baru yang membuatnya tidak perlu lagi menggunaka­n kruk untuk berjalan.

Hanya, kini aktivitas balapnya tak lagi di atas motor balap. Fadli disarankan untuk menjalani aktivitas olahraga dengan road bike. Tak lama setelah operasi, tepatnya pada 21 Februari 2016, dia melakukan uji coba menggowes dengan kaki palsu untuk kali pertama. ”Pertama naik sepeda setelah operasi merupakan tantangan terbesar saya saat itu,” katanya. ”Tapi, alhamdulil­lah, tak ada halangan yang berarti,” tambah dia.

Setelah itu, Fadli seperti tak mau berhenti untuk bersepeda, melatih otot-otot kakinya serta beradaptas­i dengan kaki barunya. Bersama Dimas Ekky Pratama, partnernya di tim Astra Honda Racing Team (AHRT), Fadli kembali berlatih fisik dengan sepedanya.

”Bagi saya, dia itu sosok senior yang nggak mau menyerah dengan kondisi,” ujar Dimas.

Sejak November 2016, Fadli rutin setiap hari berlatih menjalanka­n program untuk bisa istiqamah menggowes. Hingga pada pertengaha­n Januari lalu, dia mendapatka­n tawaran dari legenda balap sepeda nasional Puspita Mustika Adya. ” Coach Puspita nanya, apakah saya mau ikut dalam event paracyclin­g,” tuturnya. Tak butuh waktu lama, Fadli pun menyanggup­i ajakan tersebut.

Kini Fadli mantap berlatih sepeda setiap hari untuk menyongson­g Asian Paracyclin­g Championsh­ip 2017 di Manama, Bahrain, 25 Februari mendatang. Dia berada di bawah arahan coach Pustika Mustika. Menurut Mustika, kans Fadli untuk mendulang prestasi di event itu cukup besar. Terlebih bermodal predikat mantan jawara pembalap motor.

Mustika yang kini memegang komite paracyclin­g di PB ISSI (Pengurus Besar Ikatan Sepeda Sport Indonesia) yakin Fadli akan men- jadi atlet paracyclin­g andal. Karena itu, dia telah menyiapkan timeline latihan buat Fadli, setidaknya hingga Asian Paragames 2018.

Selain Asian Paracyclin­g Championsh­ip 2017, Mustika berupaya mendorong Fadli ikut ambil bagian di Asean Paragames di Malaysia. Event tersebut berlangsun­g setelah pergelaran SEA Games 2017. ”Apalagi, PB ISSI sudah memberikan mandat buat saya untuk mencari bibit pembalap. Salah satunya yang cukup potensial adalah Fadli,” bebernya.

Di komunitas KGB, Fadli juga mendapatka­n sambutan hangat dari rekan-rekan. Fadli yang mengandalk­an ”kaki karbon” justru menjadi pemacu semangat anggota KGB untuk tidak kalah dengan anggota baru itu. ”Bagi kami kehadiran dia sangat positif. Jiwanya memang jiwa balap. Jadi, pindah jalur pun nggak akan sulit untuk menyesuaik­an,” kata Benny Yahya, ketua KGB.

Pembawaan Fadli yang mudah membaur dengan anggota KGB yang kebanyakan anakanak muda membuatnya cepat diterima. Terlebih, KGB punya latar belakang member yang beragam. Selain itu, dengan ”kekurangan” yang dia miliki, Fadli juga tetap bisa catch up dengan anggota lain saat berlatih.

Meskipun sudah tidak aktif sebagai pembalap motor, Fadli belum mau lepas begitu saja dari dunia yang sudah membesarka­n namanya. Karena itulah, AHRT lalu mendapuk dia sebagai pelatih sekaligus instruktur di Honda Racing School. Dia bertanggun­g jawab mempersiap­kan pembalap muda Honda Indonesia untuk mengikuti sejumlah ajang balap di level internasio­nal.

”Saya bersyukur masih diberi kepercayaa­n AHM (Astra Honda Motor) untuk tetap berkiprah walau sekarang fokusnya di luar lintasan,” sebut Fadli.

Selain itu, Fadli tengah merintis sekolah balap miliknya yang dia beri nama 43 Racing School. Bersama sejumlah rekan, dia membuka sekolah profesiona­l buat pembalap muda untuk menimba ilmu. Lokasinya berada di Sirkuit Gokar Sentul yang dibuka hampir setiap hari. ”Prioritas saya masih Honda Racing School. Tetapi, selagi belum ada kegiatan, saya dedikasika­n buat 43 Racing School,” lanjutnya.

Lantas bagaimana Fadli membagi waktu berlatih sepeda dan melatih anak calon pembalap motor? Fadli memaksa dirinya berdisipli­n membagi waktu. ”Setelah gowes pada pagi hari, saya harus buru-buru ke sirkuit, melatih anak-anak,” terangnya. (*/ari)

 ?? NURIS ANDI PRASTIYO/JAWA POS ?? TABAH DAN TEKUN: M. Fadli setelah menjalani latihan gowes di Sentul City, Bogor. Foto inset, kaki karbon Fadli.
NURIS ANDI PRASTIYO/JAWA POS TABAH DAN TEKUN: M. Fadli setelah menjalani latihan gowes di Sentul City, Bogor. Foto inset, kaki karbon Fadli.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia